Uang Ratusan Juta Rupiah

Jakarta (Metrobali.com)-

Awalnya masyarakat dibuat bingung dengan sistem kartu yang diterapkan oleh PT Kereta Api dalam layanan Commuterline Jabodetabek, tapi kini metode keluar masuk dengan tempel kartu mampu meningkatkan layanan menjadi lebih baik.

Sistem serupa diterapkan dalam layanan Bus TransJakarta koridor I yang tidak lagi melayani pembelian tiket tunai melainkan sistem tempel kartu.

Masyarakat yang masih awam boleh jadi kaget, namun nyatanya transaksi tanpa uang tunai menjadi cara baru yang menguntungkan dalam banyak sisi.

Corporate Communication PT Bank Panin Syariah Subeni memprediksikan prospek penggunaan uang elektornik atau e-money melalui kartu cerdas nirkontak di Indonesia akan semakin cerah.

“Model pembayaran e-money akan semakin berkembang sejalan dengan berkembangnya e-commerce di mana kebutuhan akan e-money akan semakin meningkat,” kata Subeni.

Pihaknya mencatat memang sampai saat ini sekitar 80 persen transaksi pembayaran yang dilakukan di Indonesia masih menggunakan uang tunai.

Namun angka itu dipercaya akan terus menurun seiring dengan semakin tingginya tingkat pemahaman masyarakat terkait uang elektronik.

“Ini bagian dari tugas perbankan dan Otoritas Jasa Keuangan untuk lebih giat menyosialisasikan penggunaan uang elektronik terutama dari sisi keamanan transaksi,” katanya.

Ia menambahkan masih rendahnya penggunaan e-money boleh jadi disebabkan penetapan regulasi Bank Indonesia (BI) yang cenderung lambat sehingga masyarakat masih saja menanti jaminan payung hukum yang pasti.

Padahal menurut dia penggunaan e-money bermanfaat dalam banyak sisi di antaranya dalam hal kecepatan transaksi, kemudahan karena tak perlu repot membawa uang tunai (termasuk repot dengan kembalian dan uang recehan), hingga terhindarnya dari risiko peredaran uang palsu.

“Insentif yang diberikan oleh penyedia layanan juga semakin bagus misalnya dengan pemberian diskon untuk pembayaran menggunakan e-money. Selain itu biaya transaksi yang free,” katanya.

Subeni mengatakan sampai saat ini penggunaan e-money di Indonesia hanya 17-20 persen namun di negara maju angkanya sudah mencapai 40 persen pembayaran dilakukan dengan sistem e-money.

Sementara dari sisi perbankan juga dinilainya menguntungkan karena sejalan dengan semangat branchless banking.

Menurut dia bagi perbankan e-money akan menjadi penanda bagi era jayanya e-banking.

“Kalau di negara maju, kita tahu yang sudah marak adalah penggunaan paypal dan google wallet. Bahkan sekarang sedang ramai pembicaraan tentang bitcoin,” katanya.

Subeni mencontohkan di Kenya sebagai negara dengan pengguna e-money terbesar di dunia menjangkau masyarakat yang belum tersentuh perbankan dengan menggunakan M-Pesa yang dikerjasamakan dengan operator seluler.

“Ini penyemangat bank di Indonesia agar menerapkan Branchless Banking, salah satunya dengan menggandeng pihak ketiga untuk branchless banking yakni operator selular,” katanya.

Masih Ketinggalan Perbankan di Indonesia sendiri kenyataannya hingga kini masih ketinggalan dibandingkan industri telekomunikasinya dalam menerapkan sistem uang elektronik atau e-money melalui kartu cerdas nirkontak.

Subeni lebih lanjut mengatakan pengguna e-money dari nasabah perbankan di Indonesia hanya 40 persen, sedangkan untuk konsumen operator telekomunikasi bisa mencapai 80 persen.

“Tercatat per-2014 penggunaan e-money di Indonesia sudah tembus Rp8,3 miliar per hari,” katanya.

Angka itu naik dari data per-Desember 2013 dimana jumlah transaksi e-money sebesar Rp6,3 miliar perhari. Apalagi jika dibandingkan dengan 2009 saat awal sistem e-money “booming” yakni hanya sebesar Rp1,4 miliar perhari.

Saat ini pihaknya menekankan pada soal penyedia jasa e-money yang harus lebih mengamankan sistem mereka dan harus lebih menyiapkan customer service untuk menangani permasalahan yang mungkin timbul, sehingga masyarakat makin merasa aman dalam menggunakannya.

Di Indonesia, sistem e-money memang pertama kali dipelopori oleh industri telekomunikasi.

“Lalu perbankan mulai melirik sistem ini, misalnya BCA dgn kartu Flazz, Bank Mandiri dengan Mandiri e-cash berikut turunannya seperti Indomaret Card, GazCard, E-toll card, juga bank lain dengan Mega Card, BNI Tap Cash, BRIZZI, Permata dengan BBM Money,” katanya.

Bahkan tak ketinggalan CIMB Niaga menggebrak dengan model pembayaran baru yaitu Rekening Ponsel.

“Nah, tidak kalah juga operator selular yang lain juga mengikuti cara ini. Misal Telkomsel dengan menggunakan TCash, Indosat dengan Dompetku, XL dengan XL tunai,” katanya.

Lalu pada akhirnya Telkomsel, Indosat, dan XL belum lama ini bersinergi bersama untuk menggelar layanan e-money.

Menurut Subeni pada saatnya nanti akan tumbuh kondisi dimana “Less Cash Society” semakin berkembang di Tanah Air.

Apalagi Bank Indonesia (BI) sudah merevisi peraturan soal uang elektronik dari semula Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 menjadi PBI No.16/8/2014 Perubahan peraturan ini menurut BI untuk menyelaraskan ketentuan Uang Elektronik baik dari ketentuan, keamanan, efisiensi, dan untuk mengakomodir perluasan jangkauan layanan Uang Elektronik untuk mendukung Layanan Keuangan Digital (LKD) Saat ini umumnya e-money yang beredar di kalangan masyarakat terbagi dalam dua jenis yakni prepaid card atau electronic purchase yang masih menggunakan chip dan prepaid software atau yang disebut digital cash dengan aplikasi yang bisa didownload di app store atau google play.

Monetisasi Seluler Ramainya penggunaan uang elektronik yang dipelopori industri telekomunikasi direspon industri itu melalui monetisasi layanan sebagai bentuk inovasi agar tidak terlindas perputaran zaman.

Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) juga telah mendorong operator dan perusahaan telekomunikasi di Indonesia melakukan monetisasi layanan data sebagai upaya memudahkan pelanggan sekaligus mengoptimalkan profitabilitas.

Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Alexander Rusli mengatakan monetisasi layanan data mendesak dilakukan perusahaan dan operator telekomunikasi di Tanah Air sebagai respon terhadap perkembangan sektor telekomunikasi yang semakin pesat.

“Kita harus mendorong pelanggan untuk mengakses layanan data lebih banyak, jadi memang harus ada daya tarik yang bisa mengundang mereka untuk melakukannya,” kata Alex.

Monetisasi sendiri merupakan proses konversi sesuatu yang tidak mempunyai nilai menjadi sesuatu yang mempunyai nilai jual yang lebih. Beberapa yang bisa dilakukan yakni memperkuat layanan e-money dan pengayaan konten digital dengan bekerja sama insan kreatif.

“Operator bisa menggandeng content provider untuk kerja sama konten kreatif. Contoh lain dengan menawarkan mobile advertising digital atau mobile money,” katanya.

Untuk mendukung hal itu pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) fokus merancang regulasi khusus terkait alat pembayaran nontunai dengan menggunakan Kartu Cerdas Nirkontak (Contactless Smart Card Reader).

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Ismail Cawidu berpendapat harus ada regulasi untuk menjamin keamanan penggunaan kartu cerdas nirkontak.

“Apalagi saat ini kartu ini mulai banyak dikembangkan pada berbagai bidang tak terkecuali pada bidang sistem pembayaran, khususnya instrumen yang secara elektronik merupakan alat pembayaran nontunai,” katanya.

Pihaknya sendiri menyambut baik penggunaan Kartu Cerdas Nirkontak tersebut yang diharapkan ke depan dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada saatnya nanti uang tunai memang bukan lagi segalanya sebab penggunaan e-money melalui kartu cerdas nirkontak yang praktis akan menggantikan kedudukannya sebagai alat transaksi yang lebih aman dan mudah. AN-MB