Jembrana (Metrobali.com)-

Permasalahan sekolah terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) hampir terjadi setiap tahun. Tidak sedikit siswa gagal masuk sekolah negeri hanya karena aturan zonasi (jalur zonasi).

Di Kabupaten Jembrana ada beberapa desa atau kelurahan yang wilayahnya tidak terjangkau area zonasi sekolah negeri. Seperti Kelurahan Gilimanuk di Kecamatan Melaya.

Akan hal ini sejumlah orang tua asal Kelurahan Gilimanuk mengadukan persoalan ini kepada anggota DPRD Jembrana asal Melaya, I Ketut Suastika.

Ketut Suastika dikonfirmasi Minggu (5/7), mengakui adanya keluhan dari sejumlah orang tua siswa asal Kelurahan Gilimanuk yang anaknya tidak diterima di sekolah negeri melalui jalur zonasi.

Menurutnya zonasi dengan menggunakan google maps kurang pas. Dengan google maps wilayah Gilimanuk lebih dekat dengan Kecamatan Grokgak, Buleleng. Sedangkan wilayah Kelurahan Gilimanuk jelas-jelas berada di wilayah Kecamatan Melaya.

“Masak harus sekolah ke Grokgak, lewat jalan kawasan hutan lagi. Padahal di Melaya ada sekolah yang lebih dekat” ujar Suastika.yang akrab disapa Cuhok.

Akan hal ini lanjutnya, akan ada banyak anak-anak usia sekolah di Gilimanuk yang akan putus sekolah. Beberapa dari mereka tidak diterima di sekolah negeri yang ada di Kecamatan Melaya lantaran terbentur zonasi.

Selain dari Gilimanuk, pengaduan serupa juga ia terima dari orangtua siswa asal Desa Tuwed bagian timur dan Desa Manistutu. Kedua wilayah ini tidak masuk zonasi sekolah manapun.

Persoalan ini menurutnya, sudah pernah disampaikan ke provinsi karena kerap terjadi setiap tahun, namun belum ada solusi. Sehingga sampai sekarang masih saja ada banyak anak-anak yang kesulitan untuk bersekolah di sekolah negeri karena terbentur aturan jalur zonasi. Padahal anak-anak memiliki hak yang sama untuk bersekolah.

“Seharusnya sudah dicarikan solusi dari dulu sehingga persoalan ini tidak terulang-ulang terus” ujar politikus PDI-Perjuangan ini.

Karena tidak diterima di sekolah terdekat lanjutnya, banyak orangtua siswa yang enggan menyekolahkan anaknya di sekolah swasta. Karena untuk bersekolah di sekolah swasta membutuhkan biaya. Apalagi sekarang situasi sedang sulit akibat pandemi Covid-19.

“Ini baru yang mengadu ke saya, belum lagi ke pejabat yang lain atau ke dewan” imbuhnya.

Persoalan ini muncul karena jumlah sekolah SMA atau SMK Negeri tidak sebanding dengan jumlah kelulusan SMP di Jembrana. Di Kecamatan Melaya, dari lima SMP hanya ada satu SMA dan satu SMK Negeri.

Bahkan di Kecamatan Negara hanya ada SMK Negeri, tapi tidak ada SMA Negeri dan di Kecamatan Jembrana hanya ada SMA Negeri, namun tidak ada SMK Negeri.

“Kami akan menyampaikannya ke Komisi IV DPRD Provinsi Bali. Mungkin bisa tambah kelas atau dibangun sekolah baru. Para orangtua sekarang lagi menunggu” pungkasnya. (Komang Tole)