Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Badung Made Sumerta melakukan peninjauan kembali terhadap jalan bawah tanah (underpass) di simpang Dewa Ruci, Kuta, yang dikeluhkan masyarakat akibat bergelombang yang diduga tak sesuai bestek.

“Kami segera akan turun untuk melihat lebih dekat jalan yang menelan dana ratusan miliar tersebut. Karena ditengarai tak sesuai dengan bestek, sebab kondisi jalan itu bergelombang,” kata Sumerta di Badung, Jumat (31/5).

Ia sepakat dengan anggota DPRD Bali untuk melakukan peninjauan lokasi jalan bawah tanah tersebut.

Menurut dia, kalau pembangunan tidak sesuai dengan bestek harus dilakukan pembongkaran, sehingga ke depannya tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar, terutama menyebabkan kecelakaan lalu lintas.

“Ini baru tahap uji coba. Namun kami harus juga melakukan evaluasi dan peninjauan terhadap jalan tersebut,” kata politikus asal Desa Pecatu, Kabupaten Badung itu.

Sumerta yang setiap hari juga mengunakan jalan tersebut mengatakan, pihaknya juga merasakan jalan yang dirabat dengan beton itu bergelombang alias tidak rata. Apalagi ada semacam tambal sulam di jalan tersebut.

“Kok, kesannya jalan tersebut tidak kokoh. Makanya tidak salah masyarakat mengeluhkan proyek ‘underpass’ yang dibangun PT Adhi Karya Tbk dengan nilai kontrak sebesar Rp136,19 miliar,” kata politikus PDIP.

Ia mengatakan, baru diuji coba saja jalan tersebut bergelombang, apalagi sudah dioperasikan secara berkelanjutan. Ini jelas ada dugaan tidak sesuai dengan bestek atau kualitas rabatan beton rendah.

“Kami saat peninjauan ke lapangan akan melibatkan instansi terkait guna mengetahui kualiatas jalan itu, apakah sesuai dengan bestek atau tidak, termasuk campuran betonnya. Jika tidak sesuai bestek dalam pengerjaan proyek bisa saja terjadi bergelombang, sebab di kawasan tersebut kuntur tanahnya labil karena dekat hutan bakau,” ujarnya.

Selain itu Sumerta juga menyoroti penataan taman di sekitar jalan bawah tanah tersebut, karena terkesan kering tanpa ditanami pohon-pohon perindang besar. Ini jelas tidak mencerminkan Bali yang hijau dan bersih.

“Penataan tamannya juga asal tanam. Tidak memikirkan dari estetika keindahan. Pohon kecil-kecil kapan akan besarnya, mengapa tidak sekalian yang tanggung ditanam agar cepat rindang dikawasan itu,” katanya.

Selain itu, kata dia, di kawasan tersebut juga tidak menyediakan fasilitas umum untuk penyeberangan pejalan kaki. Padahal konsep jalan “underpass” di simpang Dewa Ruci berbeda dengan jalan yang ada di daerah lain.

“Keberadaan jalan bawah tanah di sini berbeda dengan di daerah lain. Karena itu kami minta pimpinan proyek untuk melengkapi ‘zebra cross’. Selain itu juga harus ada tangga darurat dan kamera pengintai (CCTV),” katanya.

Ia mengatakan seandainya kualitas jalan ini jelak, maka di kemudian hari yang merasakan dampaknya adalah masyarakat Bali, bukan warga lain. Karena itu sebelum serah terima, sebaiknya kita koreksi dan evaluasi serta dikaji keberadaan jalan tersebut. Apakah jalan itu sudah sesuai atau belum?” kata Sumerta bertanya.

Oleh karena itu, kata dia, pembangunan tersebut transparansi dan berkualitas. Kalau pemborong tidak bisa memenuhi sesuai dengan perencanaan pembangunan, maka pemborong jangan telalu murah menawar dari pagu yang ditawarkan.

“Itu semua konsekuensi dari perusahaan. Jangan korbankan masyarakat, kalau memang tidak bisa melakukan tender sesuai dengan harapan dan hitung-hitungan, sebaiknya minggir saja jangan ikut tender proyek dari pada mengecewakan warga,” katanya.

Tujuan pembangunan jalan bawah tanah tersebut adalah untuk mengurai kemacetan di Bali bagian selatan dan harus rampung menjelang kegiatan KTT APEC 2013 yang diselenggarakan di Nusa Dua pada Oktober mendatang. INT-MB