HM Prasetyo 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Jaksa Agung M Prasetyo memaparkan pelaksanaan dan kendala institusinya dalam eksekusi enam terpidana mati kasus narkoba pada 18 Januari 2015.

“Kendala yang kami hadapi adalah faktor waktu, lokasi dan cuaca. Kita mencari tempat yang aman dan kondusif dan di sepakati tempat yang aman di LP Nusakambangan, meskipun jauh dan transportasi mahal,” kata Prasetyo di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu.

Hal itu dikatakan Prasetyo dalam rapat dengan Komisi III DPR di Ruang Rapat Komisi III Jakarta, Rabu (28/1).

Dia menjelaskan awalnya eksekusi keenam terpidana mati itu akan dilaksanakan di Pulau Seribu, Jakarta, namun biaya perorang yang dibutuhkan senilai Rp258 juta. Jumlah itu menurut dia melebihi anggaran eksekusi mati senilai Rp200 juta per orang untuk pelaksanaan eksekusi mati.

“Jumlah Rp200 juta itu untuk pemenuhan seluruh kebutuhan yang dibutuhkan narapidana, sehingga diputuskan tetap melakukan eksekusi di Nusakambangan,” ujarnya.

Prasetyo mengatakan masalah keamanan dan pengawalan juga perlu dipikirkan dalam pelaksanaan eksekusi terpidana mati. Hal itu menurut dia jarak yang jauh membutuhkan pekerjaan ekstra, yaitu pengawalan dan itu yang membuat anggaran lebih harus diperhitungkan.

Selain itu, menurut dia pemilihan Nusakambangan pun juga dianggap tidak terlalu steril karena merupakan pemukiman penduduk.

“LP Nusakambangan tidak terlalu steril, di sebelah Nusakambangan ada pulau yang dihuni sejumlah kepala keluarga. Adanya keyakinan Islam garis keras di sana, dan kami dengar mereka lakukan pelatihan-pelatihan yang harus kita waspadai,” ujarnya.

Selain itu, dia menjelaskan faktor cuaca juga menjadi kendala saat eksekusi itu dilaksanakan, sehingga pelaksanaannya mundur beberapa menit dari jadwal yang direncanakan.

Menurut dia cuaca buruk menyebabkan jadwal eksekusi yang direncanakan pukul 00.00 WIB menjadi pukul 00.30 WIB dan 00.46 WIB.

“Cuaca menjadi kendala itulah yang menyebabkan rencana eksekusi 00.00 WIB menjadi agak molor menjadi 00.30 WIB dan 00.46 WIB,” ungkapnya.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Hanura Syarifuddin Sudding mengatakan Kejaksaan Agung perlu mengevaluasi pelaksanaan eksekusi mati. Dia meminta Kejagung tidak memberitakan eksekusi mati tersebut secara luas, karena bisa mengganggu psikologis keluarga.

“Misalnya, pemberitaan terhadap salah satu terpidana mati yang bisa menganggu psikologis keluarga,” ucapnya.

RDP itu dipimpin Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin dan saat ini rapat sedang di skor untuk istirahat serta kembali dilanjutkan pada pukul 13.30 WIB. AN-MB