Keterangan foto: Calon angggota DPD RI dapil Bali nomor urut 37 Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn., yang juga Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Tokoh masyarakat Bali Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn., yang juga calon angggota DPD RI dapil Bali nomor urut 37 mendukung wacana penghapusan sistem voting dalam pemilihan Bendesa Adat di Bali untuk dikembalikan ke sistem kearifan lokal yakni musyawarah mufakat lewat paruman adat.

“Roh desa adat sebagai benteng penjaga budaya Bali dan nilai-nilai kearifan lokal harus kita pertahankan. Salah satunya juga harus tercermin dalam dalam pemilihan Bendesa Adat yang harusnya dikembalikan ke musyawarah mufakat bukan dengan voting,” kata Adnyana saat ditemui di Denpasar, Kamis (14/3/2019).

Untuk itu Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang ini mengaku sejalan dengan gagasan yang disampaikan Ketua Pansus Ranperda tentang Desa Adat di DPRD Bali, I Nyoman Parta yang mengusulkan agar Ranperda ini mengatur pemilihan Bendesa Adat tak boleh lagi memakai sistem voting melainkan musyawarah mufakat.

“Saya setuju karena Bendesa Adat merupakan perangkat adat Bali. Maka tatacara pemilihannya harus menggunakan tata cara adat dan budaya Bali yakni melalui paruman dan dipilih secara musyawarah mufakat. Jangan menggunakan cara voting yang merupakan  budaya barat atau budaya asing,” katanya.

Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali ini menegaskan pihaknya bukan anti atau alergi dengan sistem sistem demokrasi ala barat yaitu dengan melakukan voting dalam suatu pemilihan. Namun penerapan harus disesuaikan dengan konteks dan kondisi di masyarakat dalam hal ini di desa adat.

“Kalau di luar desa adat bagus dan silakan saja kita pakai gaya demokrasi alat barat atau yang sudah lumrah berjalan di Indonesia. Tapi untuk desa adat kita kembali ke jati diri sebagai Krama Bali yang mengedepankan manyama braya braya,  saguluk sagilik, dengan semangat salunglung sabayantaka, serta sumber pengambilan keputusannya adalah awig-awig dan perarem,” papar Adnyana.

Tokoh Hindu yang juga pernah aktif di sejumlah organisasi Hindu aeperti Pemuda Hindu Indonesia (PHI) dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) itu juga mendukung adanya organisasi perangkat daerah (OPD) khusus yang mengurus desa adat.

Seperti diketahui pula terobosan ini sudah dicantumkan dalam rancangan pasal-pasal Ranperda tentang Desa Adat. Keberadaan OPD khusus yang menangani Desa Adat ini dirasakan sangat penting sebab Dinas Kebudayaan selama ini tidak bisa mengurus sepenuhnya desa adat. Apalagi jumlahnya cukup banyak yakni 1493 desa adat.

“Adanya OPD khusus yang menangani Desa adat juga harus diperkuat dengan komitmen bantuan anggaran yang lebih besar kepada desa adat. Kalau saat ini BKK (Bantuan Keuangan Khusus) desa adat hanya Rp 250 per desa adat per tahun, ke depan secara bertahap kalau bisa naik hingga dua kali lipat,” harap pendiri Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali (ATRO Bali) dan Bali Dwipa University itu

Kuatkan Desa Adat, Wujudkan Bali Dwipa Jaya

Pria yang mencalonkan diri ke DPD RI untuk mewujudkan misi ngayah mewujudkan kejayaan Bali, alias Bali Dwipa Jaya juga menaruh perhatian besar terhadap pelestarian desa adat dan seni budaya Bali. Hal ini juga menjadi salah satu prioritas perjuangannya ketika duduk di Senayan, Jakarta nanti sebagai senator asal Bali.

Untuk mencapai Bali Dwipa Jaya maka Adnyana akan melakukannya 3 langkah yakni mengkoordinasikan, memperjuangkan dan mewujudkan. Ia akan ngayah untuk mengkoordinasikan seluruh komponen masyarakat Bali yakni wakil-wakil Bali di pusat yakni 9 anggota DPR RI dan 4 anggota DPD RI, Gubernur dan Bupati/Walikota se Bali, DPRD Propinsi dan DPRd Kabupaten/Kota se Bali, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh adat dan budaya, dan lain-lainnya untuk bersatu dalam memperjuangkan kepentingan Bali di tingkat nasional.

“Tanpa persatuan dan kesatuan rakyat Bali, maka perjuangan kepentingan Bal di tingkat pusat akan lemah dan akhirnya gagal seperti yang sudah pernah terjadi dalam perjuangan otonomi khusus Bali dan berbagai permasalahan di Bali,” tegas Sekretaris Umum Pengurus Pusat Pasemetonan Pratisentana Sira Arya itu.

Setelah terkoordinasikan, maka langkah selanjutnya adalah memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi dan kepentingan Bali di Jakarta dan berupaya untuk mewujudkannya. Apa saja yang akan diwujudkan yakni ada tujuh.

Pertama,  Penguatan Peran Desa Adat Dalam Pelestarian Seni, Budaya dan Adat Bali. Kedua,  Perlindungan Sumber Daya Alam dan Situs Sejarah Bali. Ketiga, Pelestarian Subak dan Pertanian Sebagai Penunjang Utama Wisata Bali. Keempat, Pengelolaan Pariwisata Untuk Masyarakat Bali (Pariwisata Untuk Bali).

Kelima, Pembangunan Bali Untuk Bali Shanti lan Jagadhita (Membangun Bali). Keenam, Kemandirian / Kekhususan Dalam Pengelolaan Bali (UU Propinsi Bali). Terakhir, Peningkatan Perimbangan Keuangan Pemerintah Bali – Pemerintah Pusat.

“Itulah makna nomor 37 yakni 3 langkah dengan mengkoordinasikan, memperjuangkan dan mewujudkan 7 kepentingan Bali dalam upaya mewujudkan Bali Dwipa Jaya” pungkas Adnyana yang juga mantan Koordinator Daerah Bali DPP Partai Hanura itu.

Pewarta: Widana Daud
Editor: Hana Sutiawati