Keterangan foto:  Pemerhati startup Johan Eka Pahasa, S.E., yang juga  caleg PSI (Partai Solidaritas Indonesia) maju ke DPRD Bali dapil Denpasar nomor urut 1/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Pemerhati startup Johan Eka Pahasa, S.E., caleg PSI (Partai Solidaritas Indonesia) maju ke DPRD Bali dapil Denpasar nomor urut 1 terus mendorong dan menyuarakan agar berbagai pihak mendukung upaya penguatan ekosistem dan iklim startup (usaha rintisan) berbasis teknologi di Bali.

Ia pun optimis jika juga ada dukungan serius pemerintah daerah dan berbagai stakeholder startup di Bali akan berkembang pesat seperti di Silicon Valley Amerika bahkan Bali bisa menjadi semacam digital paradise di Asia.

“Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemkot) di Bali harus lebih agresif untuk membangun dan menguatkan iklim startup berbasis teknologi agar Bali bisa menjadi digital paradise,” tegas Johan Eka Pahasa saat ditemui di Denpasar, Senin (11/3/2019).

Sebab potensi penguatan ekonomi digital dari Bali cukup besar seiring dengan banyaknya muncul startup teknologi yang juga mayoritas digawangi generasi muda milenial bahkan kalangan mahasiswa.

“Saya rasa perlu lebih banyak wadah untuk mendorong perkembangan startup di Bali agar mereka mampu melahirkan lebih banyak produk inovatif dan solutif untuk memecahkan berbagai persoalan di masyarakat,” kata Johan Eka Pahasa, di Denpasar belum lama ini.

Ia mengusulkan agar Pemprov Bali bersama Pemkab/Pemkot bisa secara bersama menginisiasi adanya festival inovasi produk startup teknologi. Festival ini bisa digelar secara khusus untuk menjadi semacam ajang pameran dan promosi produk startup teknologi dari seluruh Bali.

Untuk menjadi semacam pilot project dan gaungnya lebuh terasa serta agar lebih banyak pengunjungnya, ia mengusulkan festival ini misalnya bisa digelar bersamaan dengan gelaran Pesta Kesenian Bali (PKB) di Taman Budaya Art Center Denpasar pada Juni hingga Juli 2019.

“Jadi bisa disiapkan space khusus di areal Art Center untuk pameran produk inovasi startup ini. Selain itu rancang juga progam edukasi publik untuk memperkenalkan apa itu startup kepada generasi muda dan agar merangsang mereka ke depannya untuk mendirikan startup,” ujar Johan.

Ia mencontohkan festival terkait startup sebenarnya sudah digelar Pemkot Denpasar melalui Denpasar Teknologi Informasi dan Komunikasi (DTIK) Festival  yang telah memasuki tahun keenam di 2018 dan akan masuk tahun ketujuh di 2019. Namun ini hanya terbatas bagi startup di Denpasar dan belum mewadahi startup lain di 8 kabupaten di Bali.

“Pemerintah kabupaten lainnya juga harus mulai serius mendorong lahirnya startup teknologi di daerahnya. Saya lihat potensi di daerah cukup besar, jadi tidak hanya startup ini terpusat di Denpasar,” imbuh Johan.

Ia juga berharap pemerintah serius memperhatikan keberadaan startup lokal Bali ini agar secara kualitas dan kapasitas bisnis terus meningkat. Misalnya dari aspek akses permodalan, kemudahan perizinan, bantuan peningkatan kapasitas SDM, jejaring pemasaran hingga juga adanya fasilitas pusat inovasi dan riset serta pengembangan produk yang bisa digunakan bersama oleh startup.

“Jika Pemprov Bali serius membangun startup maka ekonomi digital dan ekonomi kreatif akan menjadi salah satu kekuatan utama Bali selain sektor pariwisata,” tandas pria yang juga pengusaha properti dan otomotif itu.

Startup Bali Belum Terdata Maksimal

Sayangnya sejauh ini data tentang berapa jumlah startup teknologi lokal Bali memang belum ditemukan dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Bali maupun Pemerintah Kabupaten/Kota di Bali.

Ketika dicari secara online di situs-situs resmi Pemda maupun di situs OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait juga data tentang startup ini tidak ditemukan.

Begitu juga saat ditanyakan ke sejumlah pejabat terkait, mereka mengaku saat ini belum memegang data berapa jumlah startup di Bali dan sebarannnya di berbagai sektor.

Misalnya seperti di Dinas Kominfo Provinsi Bali maupun di Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali sebab startup teknologi ini bisa dikategorikan sebagai UMKM.

“Untuk data startup di Bali kami memang belum punya. Nanti kami akan koordinasikan juga dengan Dinas Kominfo seperti apa pendataannya” kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali Gede Indra Dewa Putra ditemui di kantornya Sabtu (2/3/2019).

Sementara itu, berdasarkan data dari buku “Mapping dan Database Startup Indonesia 2018” di Bali hanya tercatat ada 30 startup atau total 32 startup jika digabungkan dengan 2 startup yang berbasis di NTB atau Nusa Tenggara Barat (halaman 183).

Dalam buku tersebut disebutkan dari 30 startup Bali ini tersebar di beberapa bidang atau sektor. Seperti e-commerce (6 startup), fintech (1 startup), game (1 startup) dan general (22 startup).

Sementara dari sisi badan usaha, disebutkan 2 startup berbentuk CV, 4 startup berbentuk PT dan sisanya 24 startup dalam buku ini disebutkan tidak diketahui jenis badan usahanya.

Dari sisi sebaran lokasi di Bali dari 30 startup ini 15 diantaranya hanya disebutkan berlokasi/berdomisili di Bali tampak disebut detail kabupaten/kotanya.

Sementara 11 startup lainnya disebutkan berdomisili di Denpasar, sementara untuk Bangli, Badung, Ubud dan Jembrana tercatat masing-masing ada 1 startup.

Pewarta: Widana Daud
Editor: Hana Sutiawati