Keterangan foto: Anggota Komisi IV DPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra bersama rombongan pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengunjungi Kawasan Tahura Ngurah Rai, Desa Pemogan, Denpasar, Jumat pagi (2/11/2018)/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar tengah menyiapkan diri untuk mengelola dan mengembangkan kawasan hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai menjadi daya tarik ekowisata. Akan ada berbagai pengembangan ekowisata di lahan hutan mangrove seluas 5 hektar yang menjadi bagian dari Tahura yang total luasnya mencapai 1.375 hektar.

Salah satunya nanti akan dikembangkan penangkaran satwa endemik langka Jalak Bali yang nantinya juga akan dilepasliarkan di kawasan Tahura ini. “Di bagian depan sebelum masuk ke Tahura ini kita bisa wujudkan penangkaran burung Jalak Bali yang bisa menjadi daya tarik wisata dan menambah keindahan suasana di kawasan hutan mangrove di Pemogan ini,” kata Anggota Komisi IV DPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra di sela-sela mengunjungi Kawasan Tahura Ngurah Rai, Desa Pemogan, Denpasar, Jumat pagi (2/11/2018) bersama pombongan pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Keberadaan penangkaran burung Jalak Bali ini juga akan menggeliatkan sektor ekonomi. Bisa juga menjadi sarana edukasi masyarakat dan wisatawan. Selain penangkaran burung langka Jalak Bali yang memang habitat awalnya di Tahura, dikembangkan juga budidaya kepiting bekerjasama dengan dinas terkait. Ini sebagai salah satu upaya memberdayakan Kelompok Nelayan Simbar Segara yang berdiri sejak dua tahun lalu dan kini memiliki 60 anggota.

Ekowisata Tahura di Desa Pemogan ini akan dikelola bersama desa adat setempat. Rencananya juga akan dibangun ratusan spot selfie di areal masuk Tahura. Dilengkapi juga  berbagai fasilitas penunjang pariwisata. Tapi tidak boleh ada bangunan permanen.

Sejumlah perahu, boat dan kano yang sudah ada akan dimanfaatkan sebagai sarana transportasi mengantarkan wisatawan mengelilingi kawasan Tahura menikmati keasrian hutan mangrove. Juga akan dilakukan normalisasi sungai Pengrarungan yang menjadi tempat upacara melasti warga setempat.

Dengan berbagai rencana tersebut, Gus Adhi mengajak warga Pemogan untuk serius mengawal cita-cita mulia ini. Sebab jika Ekowisata Tahura di Pemogan ini berhasil maka akan menjadi destinasi wisata baru yang cukup membanggakan di Kota Denpasar.

“Kami harapkan Tahura yang dikelola Desa Pemogan ini bisa jadi destinasi pariwisata baru di Denpasar. Apalagi ada fenomena masyarakat ingin kembali ke alam.  Mereka bisa berekreasi dan duduk di bawah pohon bakau menikmati suasana keindahan alam di tengah kota,” ujarnya yang juga mendukung perlunya pelatihan pemahaman keanekaragaman hayati bagi pemandu lokal di Ekowisata Tahura ini.

Gus Adhi juga mengaku akan mengkomunikasikan lebih lanjut dengan KLHK apakah bisa ada pendalaman alur sungai di kawasan seputar ekowisata Tahura yang akan dikembangkan ini. “Berikan jalan pengembangan ekowisata dengan tanpa melanggar aturan,” tandas Gus Adhi.

Kepala Desa Pemogan mengapresiasi kunjungan langsung ini untuk menindaklanjuti permohonan warga untuk memanfaatkan Tahura sebagai ekowisata demi kesejahteraan masyarakat Pemogan. Hal ini juga bisa membantu kelompok masyarakat dan nelayan dalam pelestarian mangrove.

“Yang kami mohonkan untuk ekowisata sekitar 5 hektar. Termasuk untuk jogging track dan budidaya kepiting,” kata Wiryanata lantas berharap segera turun izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Diakui sejauh ini sudah ada kunjungan wisatawan utamanya saat hari libur namun belum terlalu banyak. “Kalau hari biasa ada sekitar 10 orang. Kalau hari libur sampai 50 orang,” terangnya.

Listya Kusumawardhani selaku Direktur Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam, Ditjen Konservasi SDA dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  mengatakan pihak KLHK tentu merespon positif harapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata Tahura ini. “Untuk kelengkapan administrasi permohonan ini yang akan dibantu pihak BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Bali,” ujar Listya didampingi juga Direktur Ekosistem Esensial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tandya Tjahjana.

Namun ada sejumlah hal dan batasan-batasan yang wajib ditaati pihak pengelola Ekowisata Tahura di Desa Pemogan ini. Diantaranya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, tidak menebang pohon mangrove. Kalaupun ada bangunan fisik diupayakan dengan infrastruktur  yang ramah lingkungan.

“Terkait harapan warga agar bisa ada pengerukan alur sungai, hal itu memungkinkan dan bisa dimasukkan dalam bagian pengembangan ekowisata,” terangnya.

Pewarta : Widana Daud
Editor: Hana Sutiawati