Jerusalem (Metrobali.com) –

Israel mulai membebaskan 26 tahanan Palestina pada Senin malam, yang dimulai dengan pembebasan delapan tahanan yang dilepaskan ke Jalur Gaza dan Jerusalem Timur dari penjara Ofer di Tepi Barat.

Upaya pembebasan tersebut merupakan bagian dari pembicaraan damai Palestina-Israel yang tengah berlangsung, meskipun Israel memiliki rencana lain yaitu tetap membangun perumahan baru.

Tiga dari delapan tahanan yang dibebaskan berjalan menuju wilayah Jalur Gaza yang dikuasai HAMAS melalui Penyebrangan Erez, sementara lima orang sisanya kembali ke rumah mereka di Jerusalem Timur, kata juru bicara penjara Israel, Sivan Weizman, kepada Xinhua.

Delapan belas tahanan lain yang belum dibebaskan akan dilepaskan di dekat Ramallah melalui penyebrangan Ofer Camp pada tengah malam.

Pembebasan tersebut merupakan yang ketiga dari empat tahap pembebasan yang melibatkan 104 tahanan Palestina.

Mereka akan dibebaskan sebelum tenggat waktu April untuk mencapai kesepakatan damai Israel dan Palestina yang ditetapkan oleh Amerika Serikat.

Sebelumnya pada hari yang sama, lebih dari 100 orang anggota keluarga korban yang orang dicintainya terbunuh dalam serangan milisi yang dilakukan para tahanan Palestina itu menggelar protes di depan pintu masuk ke Jerusalem dan kantor perdana menteri guna menghalangi upaya pembebasan ke-26 tahanan tersebut.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyetujui pembebasan 104 tahanan Palestina sesuai dengan komitmennya pada perundingan perdamaian yang dimulai Juli dan kelompok-kelompok itu telah dibebaskan pada 13 Agustus dan 30 Oktober.

Sebelumnya, Mahkamah Agung Israel telah menolak semua permohonan kasasi terhadap pembebasan para tahanan Palestina.

Pemerintah Netanyahu memberikan persetujuan Sabtu bagi pembebasan rombongan terakhir para tahanan itu.

Meskipun menunjukkan itikad baiknya dengan membebaskan tahanan Palestina, Israel juga mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) untuk mencaplok permukiman Yahudi di Wilayah Palestina, Lembah Jordan, agar dapat menjadi bagian resmi dari Negara Yahudi itu.

RUU yang masih memerlukan persetujuan dari Knesset (Parlemen Israel) itu, bertentangan dengan usul AS bagi pengaturan keamanan di Lembah Jordan.

RUU tersebut juga membuat perundingan antara Israel dan Palestina terancam, satu pekan menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri AS John Kerry ke wilayah tersebut untuk melancarkan upaya baru dalam mendorong pembicaraan perdamaian antara kedua pihak. (Ant/Xinhua-OANA)