Sebar Resiko Nuklir - Copy

Jerusalem (Metrobali.com)-

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Jumat (3/4) mengatakan setiap kesepakatan kerangka kerja antara Iran dan masyarakat internasional harus berisi komitmen untuk mengakui hak Israel untuk ada.

“Israel menuntut bahwa setiap kesepakatan dengan Iran akan meliputi komitmen Iran yang jelas dan tak mendua mengenai hak Israel untuk ada,” kata perdana menteri Israel tersebut.

“Israel takkan menerima kesepakatan yang mengizinkan satu negara yang berikrar akan memusnahkan kami untuk mengembangkan senjata nuklir,” kata pemimpin Yahudi itu, sebagaimana dikutip Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi. Ia menegaskan, “Saya ingin menjelaskan kepada semua bahwa kelangsungan hidup Israel tak bisa dirundingkan.” Netanyahu mengeluarkan pernyataan tersebut setelah pertemuan tiga-jam dengan anggota kabinet lamanya, yang secara bulat menolak kesepakatan yang diusulkan itu di Lausanne, Swiss, Kamis malam (2/4).

“Kesepakatan tersebut akan menimbulkan bahaya sangat besar bagi wilayah ini dan dunia dan akan mengancam setiap kelangsungan hidup negara Israel,” kata Netanyahu, yang dikenal sebagai tokoh “hawkish” berkaitan dengan Iran dan ambisi nuklirnya.

“Kesepakatan itu akan mengabsahkan program nuklir Iran, yang tidak sah,” kata perdana menteri Israel tersebut.

“Itu akan memberi Iran sangat banyak prasarana nuklir dan mencabut sanksi hampir hama cepatnya dengan saat Iran melancarkan agresi dan terornya di wilayah ini,” katanya. Ia merujuk kepada dugaan dukungan Iran buat kelompok gerilyawan seperti Hizbullah di Lebanon, gerilyawan Al-Houthi di Yaman dan HAMAS di Jalur Gaza.

Perdana menteri Israel tersebut juga mengatakan pada Jumat rencana itu akan memungkinkan Iran memiliki cukup banyak kemampuan pengayaan untuk membuat bom nuklir dalam waktu kurang dari satu tahun dan pada saat yang sama akan memungkinkan Iran pulih secara ekonomi, kondisi ia tuduh akan memungkinkan Teheran “mendorong agresinya dan aksi teror di seluruh Timur Tengah”.

Perdana Menteri Israel itu menyampaikan keberatan tegasnya terhadap kesepakatan kerangka kerja dalam percakapan telepon pada Kamis malam dengan Presiden AS Barack Obama. Ia mengatakan kesepakatan yang dilandasi atas kesepkatan kerangka kerja akan “meningkatkan resiko penyebaran nuklir di wilayah ini dan resiko perang yang mengerikan”.

Para perunding senior pada Kamis (2/4) menyelesaikan pembicaraan nuklir Iran di Lausanne, Swiss, dan mencapai penyelesaian bersama mengenai masalah yang mengganjal, kata seorang senior Uni Eropa (UE).

“Hari ini, kami telah melakukan tindakan yang menentukan. Kami telah mencapai penyelesaian mengenai parameter penting Rencana Aksi Menyeluruh Bersama (JCPOA),” kata Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Federica Mogherini, saat membacakan pernyataan bersama dalam taklimat di Lausanne.

Mogherini menambahkan tekad politik, i’tikad baik dan kerja keras semua pihak membuat itu bisa terwujud.

Atas nama Iran dan negara P5+1 untuk membacakan pernyataan tersebut, ia mengatakan semua pihak menyepakati kapasitas pengayaan Iran, tingkat pengayaan dan simpanan akan dibatasi untuk masa tertentu dan takkan ada instalasi pengayaan lain selain pembangkit listrik Natanz di negeri itu. Kelompok P5+1 terdiri atas Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia dan Tiongkok ditambah Jerman.

“Penelitian dan pengembangan Iran mengenai mesin sentrifugal akan dilakukan dengan dasar satu lingkup dan jadwal yang telah disepakati bersama,” katanya.

Iran dan kelompok P5+1 melanjutkan pembicaraan selama satu pekan mereka pada Rabu, setelah kehilangan tenggat 31 Maret bagi dicapainya kesepakatan kerangka kerja.

Pada 24 November 2013, negara besar di dunia dan Iran mencapai kesepakatan pertama mengenai program nuklir Iran –yang menuntut Iran menghentikan sebagian kegiatan sensitif sebagai imbalan bagi pencabutan terbatas sanksi untuk memberi waktu bagi upaya diplomatik guna menyelesaikan masalah tersebut. (Antara/Xinhua-OANA) –