Denpasar (Metrobali.com)-

Dalam rancangan kurikulum pendidikan nasional yang akan ditetapkan pada tahun depan mencuat wacana mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) akan dilebur atau dikonvensi menjadi Ilmu Pengetahuan. Hal ini muncul saat berlangsungnya proses evaluasi kurikulum pendidikan untuk jenjang SD oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kabalitbang Kemdikbud).

Kepada koran ini, Sabtu (29/9), Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar, Putu Rumawan Salain, mengatakan bahwa sangat lucu dan tidak logis jika dalam rancangan kurikulum pendidikan nasional tahun depan mata pelajaran IPA dan IPS dilebur atau dikonvensi menjadi ilmu pengetahuan. Pasalnya, justru kedua pelajaran ini merupakan proses pembentukan karakter bangsa secara natural dan alamiah. Akibatnya, pembentukan nilai sosial mulai usia dini akan semakin terkikis.

Diakuinya, kedua mata pelajaran ini adalah titik paling mendasar bagi anak-anak untuk dapat mengenal alam lingkungan sekitarnya dan sekaligus keberadaan dirinya sendiri di tengah kehidupan masyarakat. Artinya, anak-anak diajak untuk berinteraksi dengan alam beserta isinya, agar nantinya tumbuh rasa peduli dan cinta dengan alam lingkungan sekitarnya, serta sekaligus mampu menjalin rasa kebersamaan dalam komunikasi sosial di antara sesamanya.

Menurutnya, mata pelajaran dijenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar maupun menengah hingga perguruan tinggi semestinya bersinergi dan saling terkait atau terintegrasi satu dengan lainnya sesuai konteksnya. Sehingga, upaya pembentukan karakter bangsa tidak sekadar dicap publik sebagai program politisasi pencitraan bagi dunia pendidikan. Maka itu, mata pelajaran IPA dan IPS itu harus tetap ada. Tapi, muatan materi atau bahan pelajaran dan tata cara pengajaran perlu dievaluasi atau dibenahi.

Lebih jauh, dia menegaskan bahwa IPA dan IPS sebagai bentuk implementasi dari konsep Tri Hita Karana, terutama terkait hubungan harmonis manusia dengan alam (IPA), dan manusia dengan sesama (IPS). Jika itu terjadi justru generasi emas bangsa tidak akan peduli dan cinta dengan alam lingkungan sekitarnya dan celakanya tindakan anarkitisme di kalangan pelajar atau kaum intelektual malahan akan semakin meningkat seperti beberapa kasus tawuran antar pelajar terakhir ini hingga menelan korban jiwa. “Jadi tidak ada alasan pembenar kalau kedua mata pelajaran itu dihapuskan ataupun dikonversi menjadi ilmu pengetahuan,” sesalnya. IJA-MB