SENIMAN Bali, I Nyoman Sura (alm) merupakan sosok penari sekaligus koreografer Bali yang sangat fenomenal dengan sentuhan tarian kontemporer dalam ketelanjangan kreatif tak berujung. Beragam karya kreatif seninya seakan tampil beda dengan citarasa tersendiri yang sangat memesona khalayak publik, terutama para pencinta seni budaya Bali. Sentuhan kontemporer yang dilakoni mendiang yang juga dosen ISI Denpasar ini bahkan diakui banyak kalangan terutama para akademisi dan praktisi sebagai salah satu alternatif ikon kebangkitan dari tarian kontemporer Bali, yang seakan tak pernah tercerabut dari akar tradisi nilai adiluhung seni budaya Bali.

Bahkan, semangat ngayah tulus iklas tanpa pamrih dalam kekaryaannya pun senantiasa tetap melekat dalam kesehariannya, yang sangat bersahaja. Faktanya dalam sejumlah pementasannya penari kelahiran Denpasar, 10 April 1976 ini seringkali tak mau menerima bayaran, karena baginya kesempatan tampil di depan publik untuk mempertontonkan daya kreatif inovatifnya bukanlah sekadar untuk kepentingan nilai rupiah semata, melainkan justru lebih kepada sebuah pengabdian dan perjuangan abadi terhadap upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan bangsa dalam konteks kekinian dengan balutan tradisi yang sangat kental.

Dalam proses kreatifnya penari dengan segudang pengalaman tingkat lokal, nasional bahkan internasional ini telah menciptakan sejumlah tarian kontemporer di antaranya Tari Ritus Legong (dipentaskan di Singapore Art Festival 2002), Tari Bulan Mati (Indonesia Dance Festival, Jakarta. 2004), dan Tari Waktu Itu (Pekan Seni Kontemporer di Pekanbaru, 2005). Berkat semangat kreatifnya itu pula dia mendapat penghargaan sebagai Koreografer Terbaik Lomba Cipta Gerak Karisma se-Jawa-Bali dengan karya Warna Nusantari (1995). Bahkan, karyanya berjudul Lakuku (1999) telah mengantarkan dia masuk ke dalam sepuluh penari terbaik di Gedung Kesenian Jakarta.

Koreografer Bali yang sempat pentas di luar negeri seperti  Hongkong, Jepang, Singapura, Malaysia, Belanda dan lainnya ini kerapkali tampil berkolaborasi dengan para perupa, musisi, penyair, dan bidang lainnya dalam dunia seni budaya dalam balutan ngepop, showbiz dan fashion show. Bahkan, Prof. Dr. I Wayan Dibia, MA, sebagai guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar mengakui Nyoman Sura (alm) termasuk seniman kontemporer yang mampu masuk di kancah global sejak masuk di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar tahun 1996 (ISI Denpasar sekarang). Di mana dia selalu tampil menggebrak berani dengan garapan kontemporer yang relatif cukup unik.

Hal senada juga diungkapkan Rektor ISI Denpasar, Dr. I Gede Arya Sugiharta, SS.Kar., M.Hum, yang menyebut Nyoman Sura (alm) termasuk dosen panutan mahasiswa ISI Denpasar. Karena dia begitu kreatif dan mampu memadukan tarian kontemporer dengan tetap berdasarkan akar tradisi Bali. Sehingga cukup layak dikatakan sebagai ikon kontemporer Bali. Diharapkan, daya kreatif Nyoman Sura (alm) dapat menjadi inspirasi abadi bagi perkembangan dan pelestarian seni budaya Bali di bidang seni kontemporer di masa mendatang.

Untuk diketahui master seni tari kontemporer ini menutup mata di usia 37 tahun di RS Sanglah, Jumat (9/8) sekitar pukul 12.00 wita akibat komplikasi dari infeksi paru-paru dan tumor pankreas. jenazahnya masih dititipkan di kamar jenazah RS Sanglah. Sebelum akhirnya akan dibawa pulang pada Kamis (15/8) rumah duka Jalan Sulatri Gang II Nomor 1, Kesiman Denpasar. Dan pada, Jumat (16/8) dilaksanakan ritual Ngaben di Setra Jalan Waribang, Denpasar.

Bahkan untuk mengenang kekaryaannya, kalangan mahasiswa dan alumnus ISI Denpasar, yang juga anak didik mendiang Nyoman Sura akan menggelar acara doa bersama sekaligus donasi atau pengumpulan dana Selasa (13/8). Kegiatan ini bersifat spontanitas dan terbuka untuk umum ini sebagai wujud penghormatan terhadap mendiang Nyoman Sura, sehingga kekaryaannya yang menjadi kenangan abadi khalayak publik mampu menginspirasi denyut nadi kehidupan berkesenian di Bali ke depannya. WB-MB