Jakarta (Metrobali.com)-

Pertemuan Menteri Keuangan forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang berlangsung pada 19-20 September 2013 di Nusa Dua, Bali, sudah berakhir, dengan infrastruktur menjadi primadona.

Meski dilaksanakan hampir bersamaan dengan pengumuman bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang mempertahankan pengucuran stimulus, ternyata isu pembangunan infrastruktur lebih menarik untuk dibahas oleh delegasi perekonomian anggota kerja sama tersebut.

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh 11 Menkeu dan 10 pejabat senior keuangan anggota APEC, organisasi dan lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), Dana Moneter Internasional (IMF) dan OECD, serta perwakilan forum pebisnis APEC itu, sejumlah delegasi dikabarkan lebih fokus terhadap isu infrastruktur itu.

Menurut Menteri Keuangan M Chatib Basri, tidak seperti ketika membahas isu lain, sebanyak 12 delegasi melakukan intervensi dalam pembahasan dan dua negara yakni Indonesia dan Australia memberikan pandangan berkaitan dengan pembangunan infrastrukur. Ini bukti bahwa infrastruktur merupakan hot issue, kata Chatib.

Atas usulan beberapa delegasi, isu infrastruktur akhirnya dipastikan akan diusulkan menjadi salah satu poin dalam deklarasi pertemuan pemimpin APEC pada awal Oktober ini di Bali. Masalah infrastruktur itu juga akan dibawa ke pertemuan G20, kumpulan negara-negara maju, pada 2014.

Menjelaskan tentang ihwal isu infrastruktur itu, Menkeu Chatib mengatakan bahwa pada awalnya negara-negara maju menolak untuk membicarakan itu karena berpikir negara miskin dan berkembang akan minta dana dari mereka.

Akhirnya, setelah dijelaskan bahwa program pembangunan infrastruktur itu akan melibatkan swasta, khususnya dalam masalah pendanaan, maka pembahasan tentang itu berlangsung mulus dan selalu dicari upaya untuk mempercepat pelaksanaannya.

Dukung Indonesia Dalam Pernyataan Menteri Bersama yang merupakan hasil dari Pertemuan Menkeu APEC itu, disebutkan bahwa berkaitan dengan infrastruktur, menteri keuangan anggota APEC mendukung Indonesia yang ditunjuk menjadi proyek percontohan kerja sama pemerintah dan swasta atau public-private partnership (PPP) Centre, yang merupakan pendekatan baru dalam pembiayaan infrastruktur.

Disebutkan bahwa dukungan itu akan membantu Kementerian Keuangan Indonesia mengembangkan sumber daya, keterampilan, dan kapasitas PPP Centre-nya.

PPP Centre dibentuk karena Menkeu APEC menyadari bahwa masalah perencanaan, prioritas, persiapan dan pembiayaan proyek infrastruktur dalam keadaan kritis sehubungan banyaknya anggota yang mencari akses pembiayaan swasta untuk infrastruktur ekonomi.

Berkaitan dengan dijadikannya indonesia sebagai proyek percontohan PPP Centre, Menkeu Chatib Basri menjelaskan bahwa Indonesia dibantu anggota APEC akan membuat disain proyek infrastruktur, yang memuat dari persiapan hingga pembangunannya, dan akan dilaporkan kemajuannya pada pertemuan Menkeu APEC pada 2014 di Hong Kong SAR.

Menkeu menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan merupakan sesuatu yang baru bagi Indonesia karena pernah memiliki program seperti itu. Masalahnya di Indonesia ternyata “mandeg” dalam pelaksanaannya meski proyeknya sudah jelas.

Masalah Dunia Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa masalah infrastruktur dihadapi oleh semua negara di dunia, baik negara miskin, berkembang dan maju.

Di negara berkembang, katanya, dibutuhkan dana pembangunan infrastruktur sebesar 1 triliun hingga 1,2 triliun dolar AS untuk menopang pertumbuhan ekonomi, peningkatan produktivitas, pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Untuk itu, katanya, Global Infrastructure Facility akan menjembatani kebutuhan pembiayaan jangka panjang itu dengan ketersediaan dana untuk pembangunan infrastruktur.

Bagi Indonesia, menurut Sri Mulyani, kebijakan tentang pembangunan infrastruktur saat ini jauh lebih penting sebagai fokus pemerintah Indonesia dalam menopang kebutuhan masyarakat dalam beraktivitas.

“Indonesia butuh investasi infrastruktur untuk menopang kebutuhan masyarakat dalam beraktivitas,” katanya menjawab pertanyaan wartawan di sela pertemuan tersebut.

Menurut dia, kurangnya dukungan infrastruktur di Indonesia merupakan halangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inflasi dan menciptakan defisit neraca pembayaran.

Menkeu Chatib Basri sebelumnya mengatakan Indonesia telah memilih untuk fokus pada masalah infrastruktur pada masa ketetuaannya.

“Indonesia secara konsisten memimpin upaya untuk meningkatkan profil agenda reformasi infrastruktur di APEC serta forum lainnya seperti ASEAN, dan G20 serta menciptakan sinergi antar-mereka,” katanya.

Dikatakannya, untuk memperkuat dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi, perekonomian yang sedang tumbuh perlu menarik modal jangka panjang yang diinvestasikan dalam proyek infrastruktur terbaik.

Ini tidak hanya menguntungkan perekonomian tempat investasi itu dilaksanakan, tapi juga menciptakan jalan bagi investor jangka panjang internasional mencari investasi yang stabil dan menguntungkan, katanya.

“Tantangan kita saat ini adalah mengambil langkah-langkah praktis yang membutuhkan kerja dan niat, yang dipandu oleh prospek strategis,” katanya.

APEC merupakan forum kerja sama untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, perdagangan dan investasi di kawasan Asia pasifik. Forum tersebut berdiri pada 1989. Keputusan yang diambil pada setiap pertemuan tidak mengingikat bagi anggotanya.

Forum tersebut beranggotakan 21 ekonomi yakni Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, China, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Filipina, Rusia, Singapura, China Taipei atau Taiwan, Thailand dan Amerika Serikat. AN-MB