Jakarta (Metrobali.com)-

Pemimpin Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok menyetujui lahirnya Asia baru dan Afrika baru seperti termaktub dalam pidato Presiden Soekarno “Let a new Asia and a new Afrika be born” di depan seluruh delegasi Konferensi Asia Afrika 1955.

Enam puluh tahun berlalu sejak konferensi tersebut digelar di Bandung, Tiongkok nyatanya meninggalkan Indonesia menggapai prestasi di perekonomian dunia dan menjadikan negara tersebut sebagai Asia yang “baru”.

Hasilnya, Beijing tidak hanya mampu mendorong pembangunan kota di dalam negeri, tetapi juga mampu mendominasi kehadiran mereka dalam perdagangan dan investasi di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Afrika.

Berdasarkan data dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), nilai perdagangan Indonesia dan 54 negara-negara Afrika baru menyentuh angka 11 miliar dolar AS pada 2014.

Pada periode yang sama, total perdagangan Tiongkok dengan negara-negara Benua Hitam tersebut tercatat sebesar 200 miliar dolar AS.

Data dari Badan Pusat Statistik pun menunjukkan tren perdagangan Indonesia dengan Afrika menurun drastis lebih dari 60 persen dari 2,12 miliar dolar AS pada dua bulan pertama 2015 menjadi 1,24 dolar AS pada periode yang sama.

Ketua Umum Kadin Bidang Koordinator Asosiasi Noke Kiroyan menegaskan pentingnya meningkatkan perdagangan dan investasi ke Afrika untuk memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional.

“Afrika Selatan dan Nigeria termasuk dua negara yang menjadi pasar potensial di kawasan benua terbesar kedua di dunia yang dapat digali oleh investor Indonesia karena Afrika Selatan memiliki pendapatan per kapitan 6.500 dolar AS dan Nigeria memiliki pendapatan sebesar 3.500 dolar AS per tahun,” kata Noke pada “side event” peringatan 60 tahun KAA, Asian African Business Summit, di JCC, Rabu (22/4).

Sementara itu, Menteri Perdagangan Rahmat Gobel mengatakan jarak antarnegara, seperti yang dikhawatirkan sejumlah pengusaha Indonesia, bukan lagi menjadi masalah serius yang menghambat perdagangan di antara dua benua.

“Jarak bukan lagi menjadi hambatan kita karena Tiongkok telah membuktikan kesuksesannya dengan menjadi negara terbesar di perekonomian Afrika. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa Afrika dekat dengan kita,” kata Menteri Rahmat Gobel.

Rahmat mengatakan prestasi Tiongkok patut diikuti oleh pelaku bisnis Indonesia dan negara Asia lainnya untuk mencapai kemakmuran bersama di Asia dan Afrika, seperti yang diharapkan oleh para pemimpin 29 negara peserta KAA 1955.

Peran Tiongkok di perekonomian Afrika Berdasarkan data dari lembaga nonprofit bernama “China-US Focus” yang berbasis di Hong Kong, perdagangan Tiongkok-Afrika sebagian besar didominasi oleh impor Tiongkok dari Afrika, sedangkan kontribusi ekspor Tiongkok memiliki porsi kecil dari perdagangan senilai 200 miliar dolar AS tersebut.

Sebagian besar komoditas yang diimpor Tiongkok adalah minyak bumi dari beberapa negara Afrika, seperti Angola, Guinea Khatulistiwa, Ghana, Kamerun, Republik Kongo, Gabon, Uganda, Sudan Selatan, dan Sudan Utara.

Sebaliknya, Tiongkok mengekspor sejumlah produk konsumsi, di antaranya tekstil, selimut, alas kaki, penutup kepala, mainan, peralatan telekomunikasi dan telepon genggam, furnitur, peti mati, komputer, dan televisi ke pasar Afrika.

Selain komoditas produk, Tiongkok juga menawarkan alat perlengkapan pertanian, industri pertahanan dan produk berteknologi tinggi milik mereka, seperti pesawat tempur, peralatan militer dan amunisi, serta teknologi komunikasi kepada pemerintah negara-negara Afrika Pada 2014, Tiongkok bahkan mengirim sejumlah kapal patroli yang dapat membawa helikopter ke Nigeria sehingga negara tersebut mampu mempertahankan ladang minyak di lepas pantai dari pembajakan.

Seperti dikutip dari laman resmi “China-US Focus”, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengatakan kepada Presiden Senegal Macky Sall bahwa hubungan Tiongkok dan Afrika benar-benar terjalin dan saling membutuhkan sejauh perdagangan terus berlangsung.

“Hampir semua negara di Afrika memiliki komponen perdagangan Tiongkok, meskipun ada juga yang didapatkan melalui Taiwan dan hampir semua negara Afrika menjadi rumah bagi beberapa diplomat, konstruktor dan pengusaha Tiongkok,” kata Xi Jinping dalam pertemuan bersama Presiden Senegal setahun yang lalu.

Sebagai negara penyumbang terbesar di perekonomian Afrika, Tiongkok nyatanya memengaruhi Brasil, Rusia, India, Turki, dan Korea Selatan, termasuk Indonesia untuk mengikuti jejaknya dalam perdagangan internasional.

Indonesia punya peluang Menurut Ketua Kadin Suryo Bambang Sulisto, Indonesia bisa memasuki industri infrastruktur, manufaktur, dan agraria untuk mendongkrak perdagangan dua arah dengan Afrika.

“Afrika memiliki produk pertanian yang berkualitas tinggi, seperti buah-buahan, sayur, dan daging yang seharusnya bisa dikembangkan oleh investor Indonesia sebagai investasi. Sebaliknya, Indonesia bisa mengekspor produk elektronik seperti mesin-mesin dan mobil,” kata Suryo di Menara Kadin, Senin (20/4).

Sebagai upaya awal, sejumlah perusahaan Indonesia, seperti Indofood, Kalbe, Wilmar Nabati, dan Wings telah mengembangkan bisnis mereka di benua tersebut mekipun investasi perdagangan langsung masih kecil jika dibandingkan dengan Tiongkok.

Namun demikian, optimisme Indonesia tetap menyala. Kadin meyakini perdagangan Indonesia dan negara-negara Afrika bisa mencapai 20 miliar dolar AS per tahun jika para investor bisa mengenal pasar yang bisa dikembangkan di Afrika.

Dalam tiga tahun ke depan, nilai perdagangan Indonesia dan Afrika bisa meningkat hingga 80 persen, dari 10,7 miliar dolar AS menjadi 20 miliar dolar AS dan itu tentu saja bergantung pada kemauan investor Indonesia.

Sebagai tuan rumah dari peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika dan peringatan 10 tahun Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP), Indonesia perlu menunjukkan keseriusannya dalam meningkatkan kerja sama perdagangan dengan Afrika.

Peningkatan kerja sama ini bisa diwujudkan jika Indonesia mau mengikuti jejak Tiongkok, seperti yang selalu dikatakan pepatah, “Kejarlah ilmu sampai ke negeri Cina”. AN-MB