Jakarta (Metrobali.com)-

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Juli 2014 menandatangani Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas yang berdampak signifikan terhadap perekonomian di tingkat pusat maupun daerah.

Tujuan Perpres yang mulai berlaku pada tanggal diundangkan yakni 21 Juli 2014 itu dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas secara efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu.

Penyediaan infrastrukur prioritas itu penting dan strategis dalam mewujudkan akselerasi pertumbuhan ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Presiden memandang koordinasi antar-pemangku kepentingan diperlukan untuk menjamin akurasi penyelenggaraan percepatan penyediaan infrastruktur prioritas.

Berdasarkan Perpres itu, Presiden membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), yang diketuai oleh Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, dengan anggota Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Tugas KPPIP di antaranya adalah menetapkan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas; memantau dan mengendalikan pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas; dan memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait dengan penyediaan infrastruktur prioritas.

KPPIP melibatkan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, badan usaha, dan pihak lainnya yang lingkup tugas dan fungsinya berkaitan dengan upaya percepatan penyediaan infrastruktur prioritas itu.

Selain itu, KPPIP dapat merekrut tenaga ahli perseorangan, institusi dan/atau badan usaha dan membentuk panel konsultan.

Menurut Perpres ini, dalam melaksanakan tugasnya, KPPIP dibantu oleh tim pelaksana dan tim kerja, yang susunan keanggotaan dan tugasnya ditetapkan dengan Keputusan Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP. Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas KPPIP dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dalam hal ini anggaran Kemenko Perekonomian.

Perpres itu menegaskan, dalam menetapkan infrastruktur prioritas, KPPIP melakukan identifikasi terhadap infrastruktur prioritas; dan/atau usulan yang dilakukan oleh menteri, kepala lembaga, kepala daerah, pimpinan BUMN, atau pimpinan BUMD. Selanjutnya, KPPIP menetapkan penanggung jawab program dari setiap infrastruktur prioritas yang telah ditetapkan.

Penanggung jawab program selanjutnya menganggarkan dana penyiapan infrastruktur prioritas yang telah ditetapkan dalam rencana aksi, dan Kemenkeu dapat memberikan tambahan alokasi anggaran terhadap dana penyiapan infrastruktur prioritas yang dianggarkan penanggung jawab program berdasarkan usulan dari KPPIP.

Menurut Perpres ini, transaksi penyediaan infrastruktur prioritas dilaksanakan oleh penanggung jawab program, dilaksanakan sesuai dengan rencana aksi, dan dilakukan melalui konsultasi dan koordinasi intensif dengan KPPIP.

Untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan Transaksi Penyediaan Infrastruktur Prioritas, Kemenkeu menyediakan fasilitas pendanaan untuk bantuan teknis (project development fund) berupa pendampingan transaksi terhadap Penyediaan Infrastruktur Prioritas Kerjasama Pemerintah dan Swasta.

Perpres ini juga menegaskan, penanggung jawab program menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas kepada KIPP sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana aksi. Selanjutnya, KPPIP menyampaikan laporan pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas kepada Presiden paling sedikit satu kali dalam satu tahun.

Pendekatan Baru Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla memandang pembangunan infrastruktur adalah hal yang sangat vital dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara karena pembangunan infrastruktur memiliki efek berjenjang terhadap dinamika kegiatan ekonomi yang lain dalam negara tersebut.

Menurut mereka, seperti dijelaskan Akbar Faizal, deputi Bidang Infrastruktur, Perumahan Rakyat dan Transpotasi Kantor Transisi Jokowi-JK, perlu ada pendekatan baru dalam mengelola infrastruktur nasional.

Infrastruktur harus dipandang secara holistik, tidak hanya berhenti pada instrumen pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga berkaitan dengan dimensi pemerataan, lingkungan dan sosial yang berkelanjutan.

Pembangunan infrastruktur juga harus melibatkan semua sektor dan tidak parsial, dan perencanaan pembangunannya perlu mempertimbangkan konektifitas nasional yang berbasis maritim. Selain itu perlu ada “big picture” dalam pengelolaan infrastruktur nasional, serta pengelolaan infrastruktur harus melibatkan potensi swasta.

Jokowi-JK menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7 persen per tahun selama kepemimpinannya sampai 2019.

Untuk mencapai angka pertumbuhan 7 persen ini, dibutuhkan investasi infrastruktur setidaknya sebesar Rp6.500 triliun di mana hanya 25 persen atau berkisar Rp1638 triliun kebutuhan investasi dapat disediakan dari APBN, sementara 75 persen lainnya harus dicarikan pembiayaan dari pihak lain seperti BUMN maupun pihak swasta.

Akbar menyebutkan, dalam Nawa Cita atau 9 Agenda Perubahan, Jokowi-JK berkomitmen untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing rakyat, baik di pasar nasional maupun pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bergerak maju seiring pertumbuhan di negara-negara Asia lainnya.

Beberapa hal yang akan dilakukan Jokowi-JK untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur nasional yang menjadi komitmennya antara lain, pertama memperbesar ruang fiskal yang berasal dari pengurangan subsidi energi untuk membiayai pengurangan infrastruktur pemerintah.

Kedua, mendayagunakan BUMN untuk mendukung program-program pembangunan infrastruktur. Ketiga, membuat iklim investasi dan skema yang menarik sehingga sektor swasta tertarik untuk melakukan investasi dan mengembangkan proyek-proyek infrastruktur.

Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Lukita Dinarsyah Tuwo berharap penerbitan payung hukum tersebut bisa menggenjot pembangunan infrastruktur dalam negeri.

Sebelum Perpres itu terbit, pemerintah menghadapi masalah besar dalam pembangunan beberapa proyek infrastruktur seperti pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang dan pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera. AN-MB