Foto: Plang IMB Nomor: 503/18/IMB/DPMPTSP/2018 yang diterbitkan Pemkab Klungkung untuk pembangunan akomodasi pariwisata di dalam kawasan suci Pura Segara Penida.

Klungkung (Metrobali.com)-

Sedikit demi sedikit kejanggalan atau keanehan penerbitan IMB Nomor: 503/18/IMB/DPMPTSP/2018 oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung untuk pembangunan akomodasi pariwisata di dalam kawasan suci Pura Segara Penida mulai terkuak.

Sejak awal rencana pembangunan proyek resort ini dianggap melanggar Bhisama Kesucian Pura. Secara otomatis pula IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang dikeluarkan Pemkab Klungkung di kawasan suci pura tertua di Nusa Penida ini juga melanggar Bhisama Kesucian Pura dan Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.

Tidak hanya itu, anehnya lagi penerbitan IMB proyek resort di kawasan Pura Segara Penida yang merupakan Pura Sad Kahyangan ini juga bisa dikatakan cacat hukum. Sebab menggunakan Peraturan Daerah (Perda) yang sudah tidak berlaku lagi atau Perda kadaluarsa sebagai dasar penertiban IMB ini.

“IMB ini super aneh, melanggar Bhisama Kesucian Pura, melabrak Perda RTRWP Bali dan sebenarnya cacat hukum karena menggunakan Perda kadaluarsa,” kata Ketua Panitia Pura Sad Khayangan Segara Penida Wayan Tiasa, Jumat (10/1/2020).

Dalam spanduk IMB yang terpasang di areal proyek di kawasan Pura Segara Penida ini terlihat bahwa Pemkab Klungkung dalam menerbitkan IMB ini mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4/PD/DPRD/1974 tentang Bangunan-Bangunan.

Padahal Perda ini sudah dicabut dan tidak berlaku lagi dengan terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pencabutan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2/PD/DPRD/1974 tentang Tata Ruang untuk Pembangunan, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3/PD/DPRD/1974 tentang Lingkungan Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4/PD/DPRD/1974 tentang Bangunan-Bangunan.

Jadi sejak Perda 8/2012 ini ditetapkan dan diundangkan pada 10 September Tahun 2012, maka Perda 4/1974 sudah tidak berlaku lagi. Namun pertanyaannya kenapa malah Perda kadaluwarsa ini yang dijadikan dasar oleh Pemkab Klungkung menerbitkan IMB Nomor: 503/18/IMB/DPMPTSP/2018 atas proyek pengembangan resort di kawasan Pura Segara Penida ini.

Amanat dari Perda 8/2012 adalah Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali dalam waktu 2 tahun wajib sudah melakukan penyesuaikan dan Perda Pemerintah Kabupaten/Kota tidak boleh bertentangan dengan Perda Provinsi Bali.

“Itulah kami jadi heran kok bisa-bisanya seperti ini melabrak banyak aturan dan cacat hukum. Jadi proyek pengembangan di kawasan Pura Segara Penida ini harus segara distop,” tegas Tiasa.

PHDI Minta Bhisama Kesucian Pura Ditegakkan

Pelanggaran Bhisama Kesucian Pura dengan adanya proyek-proyek pembangunan akomodasi pariwisata di kawasan suci Pura Segara Penida ini juga menjadi atensi PHDI (Parisadha Hindu Dharma Indonesia) Provinsi Bali.

Hal ini berdasarkan surat pengempon Pura Sad Kahyangan Segara Penida ke PHDI Provinsi Bali, Tertanggal, 05 Desember 2019 yang isinya berkaitan dengan masalah kesucian Pura sad Kahyangan Segara Penida dan akan ada aktivitas pembangunan sarana pariwisata di wilayah radius kesucian Pura tersebut.

PHDI Provinsi Bali menindaklanjuti surat tersebut dengan melakukan peninjauan ke Pura segara Penida pada hari Minggu, tanggal 8 Desember 2019. Bahwa memang benar ada aktivitas pembangunan yang jaraknya sangat dekat dengan tembok Pura.

Memperhatikan status Pura Segara Penida yang oleh masyarakat pengempon dyaakini berstatus sebagai Sad Kahyangan di Nusa Penida ,maka PHDI Bali meminta kepada Gubernur Bali supaya menegakkan Bhisama Kesucian Pura sebagai mana tertuang dalam perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009

“Agar Pura tersebut terjaga kesuciannya dan masyarakat Hindu di nusa penida dan juga umat Hindu lainnya dapat melaksanakan sradha bhaktinya dengan nyaman dan damai sesuai dengan Nangun Sad Kertih Loka Bali,” tulis Ketua PHDI Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si.,dalam Surat PHDI Bali Nomor 236/PHDI-Bali/XII/2019 tertanggal 20 Desember 2019.

Menurut Tiasa pasca penyetopan proyek yang dilakukan oleh ribuan pengempon pura, pengembang mengambil tindakan melapor warga pengempon pura ke polisi. Proses laporan itu belum selesai lantaran penghentian proyek yang dilakukan oleh warga pengempon pura berdasarkan berita acara paruman pura.

“Semua warga pengempon yang membuat pararem sesuai dengan petunjuk prasasti pura dan berdasarkan Perda Provinsi Bali yang mengatur tentang kesucian pura Sad Kahyangan,” papar Tiasa.

Sebagaimana diketahui bersama, Pura Segara Penida merupakan pura pertama didirikan di Nusa Penida dan sudah pula ditetapkan sebagai pura Sad Kahyangan. Warga pengempon kini bertanya-tanya, lantaran belum selesai proses hukum dari pelaporan yang dilakukan oleh pengembang.

Namun yang terjadi saat ini pengembang hendak melanjutkan pembangunan proyeknya tersebut dengan pengawalan tentara dan polisi. Apakah tindakan pengembang tersebut tidak menyalahi aturan dan taat azas, serta berpedoman pada hukum?

“Inilah sejumlah pertanyaan yang musti kita jawab bersama jika ingin warga pengempon pura Segara Penida bisa hidup aman dan nyaman dalam melaksanakan sradha bhaktinya kepada Tuhan,” pungkas Tiasa. (dan)