Forum Focus Group Discussio(FGD) yang berlangsung di Kantor Pusat PP Aisyiyah, di Jakarta, Selasa (26/11). 

Jakarta (Metrobali.com)-

Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) bersama PP Aisyiyah memaparkahasil penelitian tentang Kebiasaan Konsumsi Susu Kental Manis dan Dampaknya terhadap Gizi Buruk Anak. Penelitian dilakukadi 3 propinsi dengan prevalensi stunting tinggi di Indonesia, yaitu Aceh, (Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara pada periode Agustus – Oktober 2019.

Paparahasil penelitian ini disampaikan dalam forum Focus Group Discussio(FGD) yang berlangsung di Kantor Pusat PP Aisyiyah, di Jakarta, Selasa (26/11). Salah satu hasil penelitian menunjukan temuan bahwa sebanyak 37% responden beranggapan susu kental manis/ krimer kental manis (SKM/KKM) adalah susu. Dengan kata lain, ada 1 dari 3 ibu di provinsi tersebut yanpercaya SKM/KKM adalah produk minuman yang menyehatkan anak.

Yang menarik, persepsi responden bahwa SKM/KKM adalah produk susu, utamanya dipengaruhi iklan televisi, radio dan media massa lain. Ada sebanyak 73% responden mengakui bahwa iklan di televisi, radio dan media massa lain menjadi rujukautama dalam mendapatkan informasi SKM/KKM.

Menurut Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, temuaini menegaskan bahwa informasi dan iklan susu kental manis di televisi berpengaruh terhadap pembentukan persepsi. Iklan yang ditayangkan berulang pada akhirnya memengaruhi persepsi masyarakat terhadap produk yang diiklankan. Contohnya susu kental manis yang selama ini memang diiklankan sebagai susu. Tidak heran kenapa sampai hari ini masyarakat masih mengonsumsi SKM sebagai susu, meskipun BPOM telah melarang,” jelasnya.

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiahmenyatakan terkejut bahwa Televisi masih menjadi media utama dalam mengakses informasi SKM/KKM. “Fakta ini menjadi ironi karena sulit dikatakan bahwa Iklan SKM yang ditayangkan di televisi betul- betul sudah menyajikainformasi yang benar. Bagaimana kalau informasi Iklan SKM itu tidak benar atau ada hal yang ditutupi. Inilah yang menjadi concern KPI, bahwa kita harus perkuat dengan literasi kesehatan daliterasi media supaya informasinya berimbang.

Nuning menambahkan, selama ini yang menjadi rujukan dalam iklan adalah etika pariwara. Tapi di etika pariwara hanya mengatur bahwa iklan SKM harus menyebutkan kandungan-kandungannya.

Nah selama ini saya cermati dari tampilan visual iklan SKM di televisi, seringkali tidak menyebutkaseluruh kandungannya secara lengkap. Misalnya kandungannya ada 7 tapi yang ditampilkan hanya 3. Yang positif saja disebutkan, misalnya nutrisinya. Tapi keterangan tentang jumlah gula yang terkandung di dalam SKM justru tidak dijelaskan sama sekali. Seharusnya informasi tersebut disampaikan semuanya, tidak ditutupi. Karena bila tidak, informasinya bisa berpotensi menyesatkan,” tegas Nuning.

Selain itu,hal yang juga ia cermati dari iklan SKM di televisi, visual sering digambarkan sebagai sesuatu yang menyehatkan. “Visual Iklan SKM itu sering menampilkan konteks keluarga, anak yang sehat ceria dan cerdas, serta visual ibu. Penggunaan visual anak yang sehat ceria seolah menggambarkan bahwa mereka yang minum SKM adalah anak yang sehat ceria dan cerdas. Visual seperti ini yang berpotensi menyesatkan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Nuning mengkritisi soal pelarangan visual gelas berisi susu bila disajikan sebagai hidangan tunggal, tetapi dibolehkan bila susu itu disandingkan dengan makanan lain. “Ini masih menjadi polemik. Memangnya kalau segelas susu SKM disandingkan dengan makanan lainnya lalu kandungankandungan di dalamnya akan berkurang? Misalnya, kandungan gulanya jadi berkurang? Tidak kan. Mau dia disandingkan dengan makanan lain, tetap saja dia SKM,” ujarnya.

Persoalan pelarangan visual gelas berisi susu bila disajikan sebagai hidangan tunggal, ini juga dikritisi Sofie Wasiat, pengamat kebijakan publik. Ia mengkritisi draft revisi peraturan BPOM tentang Pengawasan Periklanan Pangan Olahan, khususnya pasal 15 point ff tentang larangan mencantumkan pernyataan/visualisasi yang menggambarkan bahwa susu kental dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi.

Narasi ini berpotensi multitafsir.  Apakah kalau hanya visual gelas berisi susu saja, tanpa adanya makanan lain, itu dilarang? Lalu, kalau disamping visual gelas berisi susu ada makanan lain, itu tidak dilarang?” kata Sofie.

Baik Arif, Nuning maupuSofie menyatakan, persoalautama bukanlah visual SKM sebagai hidangan tunggal. Intinya seharusnya Iklan SKM itu tidak boleh divisualisasikan dalam bentuk gelas berisi susu, karena bisa dipersepsikan bahwa peruntukan SKM untuk minuman.

“Sebab, peruntukan SKM bukan sebagai makanan utama pengganti susu tetapi hanya sebagai bahan tambahan makanan dan minuman (topping). Karena itu, tidak boleh adanya visual dalam bentuk cairan untuk diminum,” tegas Arif.

Arif menambahkan bahwa pengaturan iklan susu kental manis semula telah diatur melalui Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018  tentang “Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) yang dikeluarkan pada 22 Mei 2018.  Pasal-pasal dalam surat edaran itu telah jelas mengatur iklan susu kental manis agar tidak lagi terjadi kesalahan persepsi di masyarakat. “Pada  poin no 3 berbunyi ‘dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/ atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman’,  ini sudah tegas menyebutkan susu kental manis tidak boleh disajikan dalam bentuk minuman,” ujarnya.

 

Sofie bahkamengajak supaya lebih banyak pihak membuat Iklan layanan masyarakat (ILM) sebagai edukasi yang jujur tentang SKM. “Kita buat ILM untuk mengcounter Iklan SKM yang menyesatkan,” kata Sofie.

Hadir sebagai penanggap di acara Focus Group Discussio(FGD) ini, selaiNuning Rodiah daSofie Wasiat, ada Komisioner Kesehatan KPAI, Sitty Hikmawaty, Yayan Cahyani (BPOM),PerwakilaKemenkes, LSM, daawak media.

Adaputemuapenting lainnya dari hasil penelitian YAICI bersama PP Aisyiyah inbahwa sebanyak 35,9% responden memberikan minuman susu kental manis/krimer kental manis kepada anaknya setiap hari. Dengan kata lain, 3 dari 10 anak responden setiap hari minum susu kental manis/ krimer kental manis. Adapun responden adalah ibu dengan anak usia berusia 0-59 bulan (0 – 5 tahun). Total responden berjumlah 2.096, tersebar di 9 kota/kabupaten di  3 Provinsi, yakni Aceh, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara dengan jumlah responden di masing-masing kota/kabupaten 214-240 orang ibu.

 

Pewarta : Rasno Shobirin

Editor : Whraspati Radha