hendardi1

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi menilai klaim Prabowo Subianto yang disampaikan dalam debat capres-cawapres bahwa dirinya adalah ‘pembela HAM paling keras’ saat masih aktif di militer patut dipertanyakan karena tak ada buktinya. “Dia (Prabowo) bilang dia pembela HAM paling keras, apa buktinya? Saya tak mengerti dia sebut dirinya pembela HAM paling keras. Itu kan harus ada rekam jejak kalau menyebut diri Pembela HAM, dan itu tak dielaborasi oleh dirinya saat debat capres-cawapres,” kata Hendardi, di Jakarta, Selasa (10/6).

Ia juga menilai pasangan Jokowi-Jusuf Kalla, masih sangat terlalu sopan ketika diberi kesempatan oleh moderator debat untuk bertanya kepada pasangan kompetitornya.

Saat itu, JK bertanya kepada Prabowo-Hatta soal implementasi prinsip antidiskriminasi hukum dan HAM. Hal itu kemudian dijawab oleh Prabowo bahwa pertanyaan itu menyasar ke kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu atas dirinya.

Kemudian JK diberi kesempatan mengklarifikasi dan meminta Prabowo menjelaskan apa sebenarnya keputusan terkait kasus yang dimaksud Prabowo itu. Lalu dijawab oleh Prabowo bahwa keputusan soal itu sudah dikeluarkan atasannya dan meminta JK bertanya pada atasannya saat di militer.

Menurut dia agak aneh bila ada yang menganggap JK tak sopan dalam melontarkan pertanyaan demikian karena justru JK terlalu sopan. Sebenarnya, apa yang dilakukan JK sangat dinantikan publik yang tak ingin memilih pemimpin seperti itu.

“Justru pertanyaan itu akan membuka suatu kebenaran. Itu sebenarnya harus dijawab. Tapi Pak JK masih terlalu sopan, seharusnya dia bisa kejar terus soal itu,” kata Hendardi.

Masalah yang belum dibuka kepada publik adalah keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI, yang belum menyentuh level konsekuensi hukum dimana seharusnya kasus itu dibawa ke peradilan militer maupun peradilan HAM.

“Kenapa Prabowo tak memperjelas keputusan DKP itu saat debat? Tentu karena dia pasti akan menyembunyikan hal yang merugikannya. Padahal, dalam hukum hak asasi, setiap orang juga memiliki tanggung jawab indidvidu. Tak semua hal bisa dilempar ke atasannya. Dalam HAM ada yang namanya tanggung jawab individual,” paparnya.

Sementara itu, anggota Tim Ahli di tim pemenangan Jokowi-JK, Andreas Pareira, menyatakan dalam debat tadi malam terlihat Prabowo melemparkan tanggung jawab saat menjawab pertanyaan JK tentang penyelesaian masalah HAM karena Prabowo justru menjawab bahwa sebaiknya untuk kasus pelanggaran HAM tahun 1998 ditanyakan ke atasannya di ABRI kala itu. “Cara menjawab Prabowo adalah cara menjawab calon pemimpin yang kurang bertanggung jawab. Sebagai capres, seharusnya Prabowo memanfaatkan forum debat itu untuk menjawab, mengklarifikasi berbagai pertanyaan masyarakat menyangkut pelanggaran HAM yang melibatkan dirinya,” kata Andreas.

Politisi PDI-P yang pernah duduk di Komisi I DPR bidang pertahanan itu menilai Prabowo grogi saat menjawab pertanyaan JK tentang masalah HAM dan berusaha melepas tanggung jawab dengan menyeret atasannya.

Andreas bahkan menganggap Prabowo memberikan jawaban layaknya prajurit, dan bukan layaknya perwira yang pernah memimpin kesatuan elite di TNI AD. “Prabowo harus ingat bahwa dia sekarang adalah capres, bukan lagi seorang prajurit yang melempar tanggung jawab pada komandan ketika menghadapi tanggung jawab. Itu poin minus untuk seorang capres yang akan memimpin negara,” tuturnya.

Pemilu Presiden 9 Juli 2014 diikuti dua pasang calon presiden dan calon wakil presiden, yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. AN-MB