kaa

Jakarta (Metrobali.com)-

Rangkaian Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika di Jakarta dan Bandung 19-24 April 2015 tidak hanya menghasilkan tiga dokumen utama yakni Pesan Bandung, Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP), dan Deklarasi Palestina.

Dalam peringatan konferensi negara-negara benua kuning dan hitam itu juga mencapai kesepakatan seluruh pesertanya bahwa 24 April menjadi Hari Asia Afrika.

Sebanyak 32 kepala negara-kepala pemerintahan menghadiri pertemuan tersebut serta 86 utusan negara hadir dan membawa pesan bagi peningkatan kerja sama dan perwujudan tata dunia yang lebih adil serta berimbang.

Presiden Joko Widodo menyatakan kegembiraannya setelah peserta sidang KTT KAA 22-23 April 2015 menyepakati 24 April sebagai Hari Asia Afrika dan Bandung sebagai Ibu Kota solidaritas Asia-Afrika.

“Saya juga gembira sidang sepakat menetapkan 24 April sebagai Hari Asia Afrika dan menetapkan Bandung sebagai Ibu Kota Solidaritas Asia-Afrika,” kata Presiden dalam konferensi pers usai penutupan KTT KAA di Balai Sidang Jakarta, Kamis (23/4).

Peringatan Hari Asia Afrika berlangsung amat meriah di Bandung, terutama di sekitar Gedung Merdeka di Jalan Asia Afrika Bandung.

Betapa tidak, sebanyak 22 kepala negara-pemerintahan serta puluhan utusan negara mengikuti napak tilas (historical walks) dari Hotel Savoy Homann ke Gedung Merdeka.

Presiden Joko Widodo beserta Ibu Negara, didampingi Presiden Tiongkok XI Jinping dan PM Malaysia Najib Tun Razak masing-masing didampingi istri berjalan bersama para kepala negara-pemerintahan lain.

Tampak hadir PM Nepal Sushil Koirala, Presiden Madagaskar Hery Rajaonarimampianina, Wapres Zambia Inonge Wina, Wapres Aljazair Jamal Buras, Wapres Liberia Joseph Boakai, Wapres Libya Federica Mogherini, Wapres Filipina Jejomar Binay, Wapres Uganda Edwar Ssekandi, PM Rwanda Anastase Murekezi, Ketua Presidium Rakyat Korea Utara Kim Yong-nam, Presiden Sierra Leone Ernest Bai Koroma, Presiden Timor Leste Taur Matan Ruak.

Kemudian, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, Raja Swaziland Mswati II, Wapres Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Wapres Angola Manuel Vicente, PM Kamboja Hun Sen, Presiden Vietnam Truong Tan Sang, dan Presiden Myanmar Thein Sein.

Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta isteri serta para menteri Kabinet Kerja dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut B Panjaitan selaku Ketua Panitia Peringatan 60 Tahun KAA juga hadir.

Mereka khidmat mengenang semangat untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia, sejumlah negara yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan dari kawasan Asia dan Afrika menyelenggarakan sebuah konferensi 60 tahun silam.

Lagu khas Jawa Barat “Manuk Dadali” (Burung Garuda) menyemarakkan kegiatan acara napak tilas atau “historical walk” yang dilakukan Presiden Joko Widodo, sejumlah pimpinan negara dan Delegasi KAA 2015 dari depan Hotel Savoy Homann ke Gedung Merdeka. Lagu Manuk Dadali yang dibawakan oleh kelompok paduan suara orkestra TNI AD yang dipimpin dirigen Kapten Anton itu membuat suasana pagi itu lebih semangat dengan iramanya yang khas.

Lagu itu menggambarkan semangat dan keperkasaan untuk bisa terbang tinggi mengejar cita-cita setinggi langit untuk kesejahteraan masyarakat. Lagu itu pula yang diperdengarkan pada acara “historical walk” pada peringatan KAA sebelumnya di tempat yang sama, yakni di kawasan Gedung Merdeka, yakni gedung tempat lahirnya Dasa Sila Bandung pada 1955.

KAA 55 KAA pertama kali diselenggarakan di Bandung pada 18-24 April 1955 dan dianggap mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan menyusun pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun dalam ikut serta membantu terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. KAA kala itu diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India, dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Sostro Amijoyo.

Pertemuan yang berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, bertujuan untuk mempromosikan kerja sama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.

Konferensi dua benua ini menghasilkan 10 poin hasil pertemuan yang kemudian tertuang dalam Dasasila Bandung, yang berisi tentang “pernyataan mengenai dukungan bagi diakhirinya kerusuhan dan dilakukannya kerja sama dunia”.

Tanpa diduga, konferensi ini akhirnya membawa kepada inisiatif terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.

Hal yang istimewa pada Hari Asia Afrika itu juga pemecahan rekor dunia melalui pergelaran angklung yang diikuti oleh 20 ribu pemain angklung yang berasal dari berbagai kalangan, dari pelajar hingga ibu rumah tangga pada Kamis (23/4).

Suara alat musik khas Jawa Barat terbuat dari bambu itu membuat Menteri Pariwisata Arief Yahya merinding dan bahagia menyaksikan pergelaran yang berlangsung di Stadion Siliwangi, Bandung.

“Sangat puas, bahagia dan terharu menyaksikan semangat Bandung Lautan Angklung, sampai merinding,” kata Arief Yahya yang juga Ketua Bidang Side Event dalam Peringatan 60 Tahun KAA.

Ia mengatakan penyelenggaraan gelaran Angklung for The World sebagai salah satu rangkaian acara side event untuk KAA 2015 benar-benar sesuai harapan bahkan melampaui. Arief sekaligus bangga mengingat megashow itu juga dicatatkan dalam World Guinness Book of Record 2015.

“Angklung saya harapkan benar-benar bisa menjadi alat diplomasi yang baik untuk menorehkan kesan yang mendalam sekaligus mempromosikan budaya bangsa kita yang agung,” katanya.

Pemecahan rekor di Stadion Siliwangi ini disaksikan empat juri dari Guinness World Records, yang bermarkas di Inggris. Hasil penjurian akan dikirimkan ke lembaga tersebut dan baru pekan depan baru diketahui hasilnya.

Selain membawakan lagu “We Are the World”, para peserta pemecahan rekor membawakan lagu Ibu Pertiwi dan Padamu Negeri. Hanya saja dua lagu terakhir itu bukan bagian dari pemecahan rekor melainkan lagu yang dibawakan saat latihan.

Patung lima tokoh pengagas KAA 1955 di dekat Gedung Merdeka juga terpasang, yakni para menteri luar negeri dari Indonesia, Srilanka, Pakistan, India, dan Burma, yakni Ali Sastroamijoyo (Indonesia), Sir Jhon Kotelawala (Srilanka), Muhammad Ali (Pakistan), Jawaharlal Nehru (India) dan U Nu (Burma/Myanmar). Pemasangan patung kelima perdana menteri lima negara tersebut ditempatkan berjajar dengan patung Presiden RI pertama Soekarno dan Presiden Afrika Selatan yang tokoh antiapartheid, Nelson Mandela.

Selain itu, juga dipasang patung Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla serta sosok Gubernur Jabar H Ahmad Heryawan, Wagub Deddy Mizwar, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Wakilnya, H Oded M Danial –sebagai representasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kota Bandung.

Setelah sampai di Gedung Merdeka, para pemimpin dan delegasi negara-negara Asia-Afrika menyaksikan video Perjalanan Sejarah Konferensi Asia-Afrika sejak 1955 hingga 2015 (Journey of the Asia-Africa Conference 1955-2015) Pada Hari Asia Afrika, para tamu negara juga disajikan penayangan video di Gedung Merdeka, menampilkan sejarah perjalanan KAA dan perkembangan kemitraan negara-negara Asia dan Afrika. Pemutaran video tersebut dilakukan setelah para pemimpin Asia- Afrika melakukan napak tilas, melakukan sesi foto dan “minute of silence” (mengheningkan cipta), serta mendengarkan pembacaan Dasasila Bandung.

Antusiasme warga bandung juga terasa pada peringatan itu. Mereka mengelu-elukan iring-iringan kendaraan para tamu kenegaraan seperti di Jalan Merdeka, Tamblong, Lembong dan Asia Afrika.

Setelah momentum Hari Asia Afrika didapat, tentu saja tidak cukup hanya diisi dengan peringatan.

Kerja sama erat untuk memajukan seluruh negara di kawasan Asia Afrika agar sejajar dengan negara maju lainnya di kawasan Eropa atau Amerika tentu saja merupakan keniscayaan. Karena dengan demikian tatanan dunia baru yang adil dan berimbang dapat terwujud. AN-MB