Ilmu dan Teknlogi
Denpasar (Metrobali.com)-
Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Pembangunan Nasional Surabaya Ramdan Hidayat menjelaskan, selama ini hampir seluruh pondok pesantren di Indonesia mendapatkan stigma sebagai pusat teroris. Stigma ini berasal dari tertangkapnya Ustad Abu Bakar Ba’asyir yang saat ini sudah diproses sebagai terpidana teroris.
Padahal stigma itu sangatlah tidak benar karena tidak ada pondok pesantren di Indonesia mengajarkan soal teroris. Pondok pesantren di Indonesia jauh dari stigma tersebut tetapi tetap merasakan stigma yang tidak mengenakan tersebut.
“Salah satu kekuatiran dari stigma tersebut adalah adanya penggunakan teknologi IT yang disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak benar,” ujarnya di Denpasar, Kamis (4/9).

Menjawabi tantangan tersebut, Universitas Pembangunan Nasional Surabaya membentuk Relawan ICT Untuk Pondok Pesantren di seluruh Indonesia.

“Hampir seluruh Ponpes di Jatim sudah kami datangi. Sekarang kami sudah bergerak ke Jateng. Kami berharap ini menjadi gerakan bersama secara nasional, didukung pemerintah dan seluruh perguruan tinggi IT,” katanya. Dalam relawan tersebut, mahasiswa dan dosen dari Universitas Pembangunan Nasional Surabaya mendatangi Ponpes, tinggal bersama santri dan memberikan pelatihan IT.
“Kami yang mendatangi Ponpes. Biasanya dari Jumat sampai Minggu dalam pekan. Materinya, selain kursus singkat IT, kami juga memberikan pencerahan tentang bagaimana menggunakan IT secara baik dan benar. Jangan sampai IT digunakan untuk hal-hal yang merusak moral, peradaban dan agama,” jelasnya.

Tantangan yang dihadapi dalam relawan IT untuk Ponpes adalah tidak semua mahasiwa bisa tinggal di Ponpes selama 2 sampai 3 hari. Juga tidak semua Ponpes menerima para relawan IT tersebut.

Untuk itu sangat diharapkan jika hal ini menjadi gerakan bersama secara nasional dan menjadi salah fokus dari perguruan tinggi IT di Indonesia. Lagi pula untuk menghapus stigma Ponpes menjadi pusat kegiatan teroris. “Stigma ini harus dihapus,” pungkasnya. SIA-MB