Aktifitas penggalian kerangka

Jembrana (Metrobali.com)-

  Penggalian kuburan diduga korban G30S di Banjar Masean, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali pada Kamis (29/10) lalu hanya dihadiri oleh seorang pejabat, Ketua DPRD Jembrana I Ketut Sugiasa.

Apakah kehadiran Ketua DPRD Jembrana asal Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana ini sebagai bentuk rekonsiliasi, yang belakangan sedang ramai ?

“Saya tidak tahu apa itu rekonsiliasi, saya baru mendengar, karena saya sibuk simakrama bersama pasangan calon (paslon) ABANG (I Putu Artha-I Made Kembang Hartawan)” ujar Sugiasa, saat diwawancara Metrobali, Jumat (30/10) kemarin.

Ia juga minta kehadirannya tidak dikaitkan dengan politik. Pasalnya kehadirannya di kegiatan penggalian kerangka itu merupakan bentuk dukungan terhadap warga Desa Batuagung, khususnya Banjar Masean yang ingin daerahnya bersih dari gangguan gaib dan hal-hal yang tidak diinginakan.

“Jangan dikaitkan dengan politik dan jangan dipolitisir, tidak ada hubungannya. Kami datang karena sebelumnya ada surat permakluman kepada pimpinan daerah dari panitia, sehingga kami selaku wakil rakyat kemudian datang untuk memfasilitasi karena disana ada alat berat dan akses jalan. Kami sudah janji dari awal. Pikiran politik tidak ada” tandasnya.

Menurutnya, dirinya tidak pernah berpikir dan memiliki tujuan lain, namun murni sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat Batuagung, khusunya Banjar Masean yang ingin daerahnya bersih secara niskala dan skala. Karena warga menilai tempat itu tidak layak dijadikan sebagai tempat kuburan manusia. Dan maka dari itu warga Masean ingin agar seorang manusia dikubur ditempat yang layak seperti setra (kuburan).

“Saya sebagai wakil rakyat harus membantu masyarakat. Tidak pernah berpikir rekonsialiasi atau tujuan lain. Karena di Bali (Hindu) semua memiliki aturan, dimana tempat pura, dimana rumah dan dimana tempat kuburan” terangnya.

Menurutnya dengan turunnya warga secara gotong royong, ada upacara upakara, dana secara urunan, dan tenaga itu merupakan bagian dari rekonsiliasi daerah atau desa terkait G30S, Dan masih banyak kuburan yang dinilai tidak layak di Jembrana yang harus dibersihkan, seperti di desa Tegal Badeng Barat dan Baluk yang sumur-sumur warga tidak layak dipakai kuburan.  Demikian juga dengan di Masean Batuagung, dimana telajakan kebun orang dan jalan raya dipakai kuburan. Kondisi tersebut oleh warga dinilai tidak layak, sehingga perlu dibuatkan upacara.

“Permasalahan masa lalu itu tidak perlu diperpanjang apalagi dibahas atau diseminarkan, karena masih banyak permasalahan dan pekerjaan yang harus dikerjakan. Sepanjang dikubur ditempat yang sesuai dan layak dengan simakrama setempat, ngapain dibahas. Jangan berpikir politik, kalau niat baik untuk membersihkan skala dan niskala sehingga terhindar dari gangguan gaib, mari kita dorong. Ini juga harus dipirkan oleh pemimpin dan LSM” ungkapnya.

Saat ditanya kehadirannya dapat dikatakan sebagai bentuk memaafkan, menurutnya apa yang harus dimaafkan. Pihaknya tidak bicara maaf memaafkan. Kejadian 1965 itu merupakan masalah lalu yang merupakan proses politik sebagai pembelajaran dalam berdemokrasi.

“Kalau kita selalu berbicara seperti tahun 65, 98, bisa kacau. Mari kita berdiri melangkah kedepan untuk mmembangun Jembrana. Mari kita berpikir, mendidik dan melakukan pembinaaa sehingga bersinergis. Ingat kita umat Hindu ada Tri Hita Karana, jangan malah diseminarkan. Lebih baik uang seminar untuk membantu masyarakat” tandasnya.

Sugiasa menandaskan kehadirannya di Masean sebagai Ketua DPRD Jembrana. “Ibaratnya sebagai orang tua. Jadi saya akan hadir dimana saja ketika diminta oleh anaknya. Tidak saja hadir di Masean juga diseluruh Kabupaten Jembrana, sepanjang dibutuhkan masyuarakat. Sudahlah, jangan dipolitisir” pungkasnya. MT-MB