Foto: Anggota Komisi IV DPR RI, AA Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) atau yang kerap disapa Gus Adhi.

Jakarta (Metrobali.com)-

Berbagai negara asing seperti Korea Selatan, Uni Emirat Arab, Qatar, hingga China dikabarkan tertarik untuk berinvestasi dalam proyek lumbung pangan atau kawasan pangan berskala luas (food estate) di Kalimantan Tengah, Merauke, Bangka Belitung dan Jambi.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyebut bahwa investor asing tertarik karena proyeksi berbagai negara di dunia akan mengalami defisit pangan.

Menurut Prabowo, setiap negara saat ini berupaya mencari cara untuk mengatasi kemungkinan terjadinya krisis pangan, termasuk Indonesia. Terlebih, masyarakat Indonesia memang sangat bergantung pada beras.

Prabowo melaporkan bahwa 1,4 juta hektar (Ha) lahan telah siap untuk dijadikan lumbung pangan. Diversifikasi lahan akan dilakukan, sebagian lahan akan ditanami beras, sementara sisanya akan ditanami singkong, sagu, sorgum, dan jagung.

Terkait hal ini, Anggota Komisi IV DPR RI, AA Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) atau yang kerap disapa Gus Adhi menilai, food estate yang dibangun dan digadang oleh Presiden Joko Widodo memang dibutuhkan, namun harus berbasiskan ekonomi kerakyatan.

“Berbasis kerakyatan adalah benar-benar bisa dilakukan oleh rakyat,”  kata Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, lingkungan hidup, kehutanan dan kelautan ini, Senin (7/9/2020).

Dirinya mencontohkan, dalam pengembangan food estate pemerintah bisa membuat suatu areal tertentu. Misalnya di Bali terdapat subak yang bisa ditentukan menghasilkan suatu produk tertentu dan penyalurannya juga dipastikan sehingga tolak ukurnya jelas.

Kemudian di bidang perikanan bisa dibentuk kampung lobster atau rumah lobster sehingga hasilnya bisa menjadi tabungan lobster. “Ini kan bisa, dan itu bisa kita lakukan. Yang dilakukan oleh masyarakat atau local genius,”  ujar Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali ini.

Mengenai pengembangan food estate melalui investasi asing, Gus Adhi menilai boleh saja investor asing, hanya saja pelakunya harus masyarakat lokal yang mengedepankan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

“Investasi itu penting, tapi jangan membunuh ekonomi kerakyatan. Tempat usahanya boleh di Indonesia tapi kesejahteraan setinggi-tingginya harus untuk rakyat Indonesia,” tutur Gus Adhi yang juga Ketua Depidar SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia) Provinsi Bali ini. (wid)