Foto: Anak Agung Ngurah Gede Widiada (Gung Widiada), Panglingsir Puri Peguyangan yang juga Tokoh Partai NasDem Kota Denpasar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Tokoh Partai NasDem Kota Denpasar Anak Agung Ngurah Gede Widiada (Gung Widiada) mengapresiasi berbagai gagasan visioner dan progresif dari Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Denpasar, Gede Ngurah Ambara Putra-Made Bagus Kertha Negara (Paket Amerta).

Misalnya yang berkaitan dengan pembangunan yang berbudaya dan berdaya saing. Bagi tokoh yang akrab disapa Gung Widiada ini berbudaya dan berdaya saing harus tercipta secara sinergis dan terintegrasi yang akan menjadi kekuatan dan motor penggerak kemajuan Kota Denpasar.

“Kegiatan kebudayaan itu harus memberikan kontribusi/manfaat, walaupun tidak berarti komersil, berarti orang itu suka datang terus melihat. Tidak monoton. Sehingga kebudayaan itu terus melahirkan kreativitas dan inovasi-inovasi,” tuturnya ditemui Sabtu (10/10/2020).

Bagi Gung Widiada yang juga Panglingsir Puri Peguyangan Denpasar ini, suka atau tidak Denpasar dan Bali sebagai destinasi pariwisata. Dalam relasi pengembangan pariwisata berkonsep pada kebudayaan.

“Maka dari itu jangan dipakai-pakai saja kebudayaan. Yang berswadaya itu masyarakat, tapi masyarakat itu dinilai dengan sangat murah terhadap aktivitas kebudayaannya,” ungkap Anggota DPRD Kota Denpasar Dapil Denpasar Utara dari Partai NasDem ini.

Oleh karena itu, menurut Gung Widiada, dibutuhkan daya saing  atau kualitas. Dalam penumbuhan daya saing itu pemerintah harus berpihak.

“Pemimpin inilah yang harus berpihak sehingga bagaimana cara itu tentu pemimpin itu punya seni. Apakah turisnya yang perlu diseleksi yang datang, yang datang berkualitas sehingga disuguhkan budaya yang berkualitas sehingga outputnya ya harga mahal. Jangan sampai murah. Tari Kecak harganya misalnya dijual dalam paket 25 juta, tapi penarinya hanya dapat 300 ribu,” ucapnya.

Kebudayaan, kata Ketua Fraksi NasDem-PSI DPRD Kota Denpasar ini, menyangkut seluruh proses kehidupan. Maka dari itu masyarakat Bali harus mampu bersaing dengan yang datang ke Bali.

Jangan hanya bersepirit bansos dengan menerima bantuan dan tidak pernah membuat sesuatu guna menghasilkan sesuatu yang lebih bagus dalam memperkokoh daya tahan ekonomi rumah tangga keluarga dan masyarakat.

“Sekarang ini kan kita terjebaki oleh sejenis bansos yang memberikan spirit bahwa kita ini dalam ruang komunitas sosial itu seakan akan kita mengandalkan dana dari pemerintah semua. Ingin mendapat bantuan saja semuanya. Lebih lebih di masa pandemi ini kita tidak kreatif bahkan menyerah,” paparnya.

Gung Widiada melihat bahwa masyarakat yang kuat dan berdaya saing justru banyak dari mereka yang berasal dari luar Bali dan mengambil peluang. Sedangkan masyarakat Bali tertaih-tatih dan cenderung untuk berdiam dan tidak berdaya. Mereka yang dari luar justru mendapat manfaat ekonomi atas peluang yang layak mereka dapat.

“Inilah  yang disebut Pak Wali itu entrepreneurship pada generasi muda, ini kami tidak ditumbuhkembangkan. Kreatif sekali orang Bali ini membangun atau membuat ogoh-ogoh yang berbiaya mahal, tapi cost sosialnya itu terlalu tinggi,” jelasnya

Mau bagaimanapun ekonomi merupakan bagian dari kehidupan. Gung Widiada mencontohkan, seniman alm Jero Mangku Wayan Candra misalnya yang bisa membuat tapel ogoh-ogoh  dan bisa menghidupi orang. Sementara di STT di banjar banyak sekali tokoh-tokoh seni, tapi mereka kerja sosial.

“Jadi harus ada kesatuan utuh antara kebudayaan dan berdaya saing yang juga bisa meningkatkan nilai ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat Denpasar. Sebab berbudaya dan berdaya saing ini akan menjadi motor penggerak kemajuan Kota Denpasar,” tandas Gung Widiada. (dan)