Gubernur Bali Undang Komponen Masyarakat Bahas Reklamasi Teluk Benoa
Denpasar (Metrobali.com)-
Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengundang berbagai komponen masyarakat untuk membahas dan mencari titik temu persoalan reklamasi Teluk Benoa, Kabupaten Badung, pada 3 Agustus 2013.
“Saya minta pada Sabtu, 3 Agustus semua pihak hadir. Silakan bicara, masyarakat, akademisi, perwakilan organisasi, akademisi Universitas Udayana, DPRD, dan semuanya,” katanya di Denpasar, Jumat (26/7).
Menurut dia, pihaknya sengaja menggelar acara diskusi pada hari libur di Kantor Gubernur Bali supaya para pihak yang selama ini ribut-ribut mempersoalkan reklamasi tidak menjadikan alasan absen karena bekerja.
“Bolak-balik mereka itu saya undang tidak pernah mau datang. Saya mau mendengarkan apa keberatan mereka. Bilang merusak lingkungan apa sudah pasti di mananya merusak itu?” tanyanya.
Demikian juga dengan pihak-pihak yang mengatakan Gubernur Bali melanggar hukum terkait keluarnya SK pengelolaan perairan Teluk Benoa itu dipersilakan untuk menyampaikan letak pelanggarannya daripada berwacana sepotong-sepotong.
Mantan Kapolda Bali ini menegaskan tidak akan mencabut SK itu. “Masak saya sudah bikin saya cabut lagi, tidak ada hujan tidak ada angin,” ujarnya.
Pastika mengatakan sebelum SK dikeluarkan sudah melalui pengkajian berkali-kali oleh Kepala Bappeda, Biro Hukum dan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali.
“Nanti dalam pertemuan itu, sudah ada yang berkompeten menjawab terkait SK itu. Tolong tunjukkan dimana salahnya, kalau ada yang salah mari diperbaiki. Saya terbuka kok, yang jelas ini tujuannya baik untuk para generasi muda mendatang,” katanya.
Ia berpendapat dengan reklamasi akan menambah luasan Pulau Bali sekitar 800 hektare lebih. Dari luasan itu, separuhnya akan menjadi hutan, sedangkan sebagian lagi untuk dibangun. Dari 400 hektare yang dibangun, sebanyak 300 hektare untuk fasilitas umum seperti fasilitas olahraga, budaya dan sebagainya, hanya 100 hektare yang murni untuk bisnis.
“Reklamasi bukan untuk investor saja, tetapi milik masyarakat Bali. Mereka hanya memanfaatkan sekian tahun, selesai itu milik kita. Jadi dimana salahnya. Mari kita rundingkan, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) juga sudah ada dan pengelolaannnya wajib menyesuaikan dengan RTRW,” ujarnya.
Apalagi, ujar dia, pada SK sudah jelas sekali investor wajib menaati perundang-undangan yang berlaku, melakukan studi lanjutan, dan harus studi yang detail.
Terkait kekhawatiran reklamasi akan berdampak seperti reklamasi di Pulau Serangan yang dinilai mangkrak sebagian kalangan, ia justru membantah.
“Kata siapa Serangan mangkrak, itu sudah ada perencanaannya, sudah bagus, hanya memang itu tahapannya menghijaukan dulu. Bisa dilihat berapa ratus ribu pohon yang ditanam. Sekarang bisa dicek dan masyarakat di sana juga tahu dan mengerti. Yang bilang mangkrak bukan masyarakat di sana,” ujarnya.
Di Pulau Serangan, kata Pastika, juga akan dimanfaatkan sebagai salah satu tempat jamuan delegasi peserta KTT APEC pada tahun ini dengan dilengkapi aula besar berbahan bambu. AN-MB
18 Komentar
Lanjutkan pembangunannya pak mangku, toh itu utk masyarakat bali
Langkah pak mangku tyang dukung demi kejelasan semua hal mengenai reklamasi tsb. Juga agar pihak2 yg blum jls menjadi jelas..
Sama sprt jln tol dan underpass.
Suksma
Yang biasanya koar2 protes kok ga ada koment ya…?
Ini langkah bagus.., saya masyarakat awam sangat mendukung. Para pihak yang berseberangan silahkan datang. Kalau mau transparan, media supaya menyiarkan langsung, agar masyarakat sampai ke pelosok tahu bahwa ini bukan sandiwara.
nah ini baru yang kita tunggu2 dari GUbernur terpilih MMP…jangan lupa undangannya dikirimkan juga ke wagub Py ya pak, biar ikut hadir…biar tahu juga perkembangan Bali dia….
Setiap saat hidup memberikan sebuah pelajaran agar kita mau belajar ! namun banyak dari kita tdk mengerti apa yang diinginkan itu sendiri , semoga berjalan sebagaimana mestinya, sukseme !
Jeg obral konyangan ku mumpung dadi gubernur
deddy: semeton bali sane tusing demen membangun lan maju durusang pules lan ngipi.
Sane berpikiran maju sampunang pules mai bangun bali dengan tetap berpegangan ajaran agama irage lan tri hita karane
Tyang sube med dadi nak tiwas bogbogine uli pidan
Mare sikat ade pang mangku mare ngerasayang sane madan hak tyange
Tyang dukung pak mangku agar tetep pageh ngelaksanayang pembangunan
Bali sane berkesinambungan…sampun mebukti jalan tol aja underpass liu sajaan sane nguyutang yen sube pragat mekejang bangga…
Suksma
dengan hormat…………
yang menentang reklamasi ( sah sah saja ) baiknya juga ajak survey ke beberapa negara seperti Singapura, agar lebih paham, Singapura pintar mengelola pariwisatanya dengan memaksimalkan potensi yang ada, Sentosa Island sangat bagus dan sudah mendunia , Formula 1 jalan dengan baik dan sangat sukses dan bahkan mengalahkan Malaysia…..sementara Pariwisata Bali ??? ( jalan di tempat…..)
pemaparan kepada masyarakat luas perlu lebih terbuka…..sehingga semua paham…setelah itu baru ambil keputusan…………….
masalahnya adalah….apakah betul nantinya utk Masyarakat Bali ???……atau kita hanya jadi penonton ….sementara yang bekerja dan mengelola semuanya tenaga luar ????………ini yang perlu di undangkan dan tegas….
Yang ngomong seharusnya investor pak…..apa maunya,buat apa…..apa efek segalanya……bla blaaaa…….koq pemrov yang jelasin?emang nya sudah jadi wakil investor?kita bukannya menolak,tapi proyek sudah ada rekomendasinya koq baru dialog?mestinya dari awal ada keterbukaan……meski tujuannya baik tapi kalo lewat cara sembunyi2…justru nanti ada kecurigaan…..saya juga bosen dengar pemaparan investor yg selalu baik awalnya trus berbalik kemudian…mosok studi kelayakannya hanya menyangkut aspek sosial ekonomi saja…..koq gak ada kajian geologi,arus,topografi,yg menyangkut aspek perubahan topografi bali…….kalo kajian sebatas income daerah,lapangan kerja…..itu sich bisa dipesen?apa gunanya uang mengalir kalo semeton bali dipesisir pantai gianyar,klungkung,karangasem terkena dampak reklamsi nanti?….?…..apa investor mau nanggung jugs?perlu juga dipikir……jangan sok sok an niru negara lain yg memiliki karakter daerah berbeda dan visi investor yg beda pula…….apang tusing nyame baline ajakine makan makan malu…….demen malu……jek lantas engsap ken dewek…….uang memang penting tapi de ngewarisin bencana ken pianak cucu ne……ngude seng di buleleng , klungkung ngae?………nak sedeng keliput ajak pis……matane buta?mertha matemahang wesya……..ngalih bati ilang kemulan…….F 1…..de bes ngipi?
Tiang ssetuju,gak ada uang gak jalan
lucu lucu sk udah turun baru dibahas? Sebelum pilkada udah saya tahu reklamasi! membangun ntuk siapa? Nanti ada kasus lagi yaitu biaya obat pasien melambung tinggi dari pemakian dan pengadaan bibit simantri harap ditunggu
Popeye: laskar sakit hati nak liunan omong tapi yen tunden megarapan tusing bise ngengken…pragat memotoh, meminum. Kenkenang maju nyame bali..
Bagi yang tidak setuju ngomong dengan alasan yang masuk akal,,,de asbun
Trus sane setuju mai awasin semua pelaksanaannya baik dari sudut tri hita karana.
Apa salahne mencontoh negara lain yang tenyata lebih baik dan maju dari kita.
Suud irage belog2in tekening tokoh, media sane tusing demen nyame bali maju..
Setiap pembangunan pasti menghasilkan 2 efek baik yg positif maupun negatif.
Yen lebih banyak positifne lanjutkan, kalo sebaliknya ya stop..
Kapan irage maju kalo berpikir jalan ditempat….
Ha…..haii …haiii….. aneka aneci labora bora bori…….. yang lebih lucu lagi buaya lawan cecakkkkkkkkk…..! nggihh semeton deriki ” Luangkan waktu untuk orang yang menyayangimu tak perlu hiraukan orang yang membecimu karena itu hanya akan membuang waktumu, asthungkara !
Sya salah stu yg koar2 menyayangkan jika reklamasi sampai terjadi.nama yg sy pasang asli bukan samaran.
Yg saya penasaran,Buat apa menambah luas pulau Bali sedangkan dari denpasar ke utara saja belum dibangun?? Belum diberdayakan?
Singapore, sy puny temen disana, sy sudah smpat mengobrol. Sy awalny jg punya pikiran singapore terkesan sangat WAH. Stlh ngobrol, smw itu dikelola oleh investor luar, pajak rakyat sangat tinggi. jika dibandingkan dg singapore sy rasa kesiapan rakyat lokal bali belum cukup menerima “gempuran” investor, yg ada hnya akan jadi “bulan bulanan” , n istilah paling kasar sya akan jadi sperti topeng monyet. Kita diminta untuk melestarikan budaya sbg daya tarik pariwisata, sedangkan keuntungan dikeruk oleh investor, dan kita merasa diuntungkan dengan diberikan “pisang” yg lebih bnyak. maaf sya agak fulgar,tp sya sudah merasakan ini di daerah saya..
Darimana tanah untuk reklamasi seluas itu didapat?? Sudah pernah baca trauma rakyat korban pantainy dikeruk untuk rklamasi kuta, yg awalny dipaparkan sangat manis bhwa pengerukan sudah diteliti, akan memberikan kontribusi yg baik, tp nyatanya hnya meninggalkan masalah lingkungan yg parah..
Pikirkan habitat, perubahan ekosistem, termasuk nelayan tradisional..
Sensus pertanian 2013 menunjukkan jumlah petani merosot tajam.. Timbul hipotesa pengembangan pariwisata dg pola seperti ini mlah membunuh profesi petani dlm arti luas.
Dan ini sya alami juga di daerah saya.
Bukti nyata, capung sudah pergi, burung kokok sudah hilang,tembreretan entah kemana, apa mungkin msyarakat lokalny jg bakal “punah”?
Underpass hanya obat penghilang rasa sakit, tpi pnyakitny masih ttp lanjut. Skrg coba lihat setelah underpass beroprasi, lebih baik? Sama saja. Maaf, saya pernah mengeyam pendidikan tinggi ttg transportasi. Pembuatan jalan/simpang termasuk tol tergolong k dalam suply management, yg memiliki umur “efek penghilang rasa sakit”. Ketika efek tu hilang maka kita bru sadar klo permasalahannya sudah ribet. Contoh jakarta, brp bnyak underpass, over pass, jlan layang, jalan tol? Tapi macet luar biasa bukan?
Bicara transportasi bukan semudah membangun jalan baru..
Balik ke reklamasi..
Pernah belajar ttg ekosistem yg blg bahwa perubahan habitat berpengruh besar terhadap eksistensi beberapa spesies. Apakah kajian lingkungan hidupny sudah serius? Byangkan jika ternyata area reklamasi merupakan habitat satu spesies, hilangny satu spesies saja ,merusak seluruh ekosistem.
Lahan nelayan bgaimana?jngan hnya melihat keuntungan pribadi yg mungkin kita dapat tp malah membunuh profesi saudara kita yg lemah, siapa yg bisa enak makan jika demikian? Yg bisa, mungkin Hati nuraninya sudah beku..
Pernah membaca bhwa pembangunan sesuatu akan menimbulkan ketertarikan kepadatan penduduk? Contoh pembangunan sarana akomodasi. Orang2 akan tertarik k sana, entah sbg turis, ataupun pekerja, atau yg lain. Kepadatan penduduk akan meningkat. Efeknya salah satu adalah meningktnya penyerapan air tanah. Bukankah sudah naik di koran bahwa akibat masiveny pembangunan sarana akomodasi pariwisata menyebabkan Bali dinyatakan krisis air? Bayangkan jika pola ini terus terjadi, air tanah krisis, interusi air laut terjadi, maka air bersih pun nanti bisa jadi kita akan beli..ironi..
Di samping itu kepadatan penduduk akan berimbas pada naikny angka kriminalitas yang sudah terjadi di daerah saya. Pernah baca koran yg memberitakan satu hotel dirampok, wisatawan g bisa pulang, rugi ratusan juta. Dan mereka mengeluarkan statement “kecewa dengan polisi dan keamanan Bali”.
Pernah dengar investor mencari keuntungan, lalu dengan mudahny pula angkat kaki jika ternyata terjadi kekacauan lalu penduduk setempat lah yg menerima akibatnya.
Jika memang untuk kemajuan bali, saya rasa pembangunan yang paling baik adalah pembangunan karakter dan skill masyarakatnya. Meningkatkan produktifitas masing2 individu. Menciptakan iklim berkehidupan yg gotong royong dalam arti bergotong royong untuk memajukan diri di atas kaki sendiri.
Well, omongan sya memang teoritis.
Tp sya sudah merasakan sendiri di sekitar tmpat tinggal saya, smua sudah kadung belus, usaha rehabilitasi sangat sulit. Memang pendapatan penduduk naik, tp masalah juga g kalah hebatny, macet, banjir, kriminal, dan yg paling disyangkan tumbuh individualistis dlm masyarakat yg mulai melemahkah rasa kegotong royongan, rasa persaudaraan yg menjadi dasar dari Budaya Nak Bali.
Uang memang penting tp uang bukan segalanya. Hidup dg uang berlimpah, tp bermasalah , sama saja stress..
Saya hanya bermimpi Bali Ajeg.
Jngan lagi Bali merubah Wajahnya.. Wajah yg dirindukan orang2 seluruh dunia sehingga Bali pernah dijuluki surga dunia. Tp di majalh luar negeri sempat naik artikel bali seperti “Hell”atau neraka.
Bali the last Paradise, the new Hell? Karena dihuni orang2 yg serakah??
Ngiring mulat Sarira, rahajeng..
LASKAR TIWAS, SAMPI KURUS,INAM…, baca tu ulasannya pak PUTU SURYADI supaya otak lu bersih dari cuciannya MANGKU. Ulasan ini tidak ada kaitannya dengan PILGUB. Ini murni untuk kepentingan RAKYAT BALI kedepan.
Waduhhhhh, ni comen apa berita !
Kita semua hidup dalam ketegangan, dari waktu ke waktu serta dari hari kehari dengan kata lain kita adalah pahlawan dari ceritra kita sendiri,
Sesuatu yang belum dikerjakan sering kali tampak mustahil, kita baru yakin kalau telah berhasil melaksanakan dengan baik, wonder no more Heaven and Hell exist wherever the earth rests pobud
Pak Suryadi: bagus ulasan bapak, tyang salut.
Tapi lebih bagus pak suryadi ngomong saat ada simakrama dgn semua elemen eksekuti maupun legislatif Bali. Jangan lupa lengkapi dgn data2 lengkap sehingga tidak asbun.
Memang irage nyame Bali harus cerdas menyikapi setiap persoalan serta memberi solusi, kalau tidak irage nyame Bali hanya stagnan alias tusing maju, cuma bengong melihat kemajuan orang lain. Kita perlu mencontoh Jepang, mereka negara maju dan terus maju dan belajar tetapi tetap menjaga budaya mereka yg dilandasi ajaran shinta. Wisatawanpun lebih banyak yg datang ke sana dibandingkan dengan bali, karena mereka pintar dan cedas.
Masalah transportasi mereka juga mengalami masalah dengan kita, macet dimana2 tapi coba anda lihat apa yang dilakukan??. Anda bisa jawab sendiri kalo memang anda orang yang intelek.
Trus mereka melakukan reklamasi untuk bandara, jembatan, anda bisa liat dan baca mengenai bandara Kansai….
Kalo kita mau maju tanpa meninggalkan budaya yg berdasarkan agama Hindu kenapa takut membangun? Alasanannya apa? Tolong pak Suryadi jawab biar semeton bali Hindu tahu? Suksma
Tiang rasa tidak ada satupun orang Bali yang menolak pembangunan. Hanya saja kalau mau seperti Singapore, Jepang, dan negara2 maju lainnya jangan dilihat dari pembangunan fisiknya saja. Semuanya pasti ada prosesnya, termasuk juga pembangunan kapasitas manusia yang mengelolanya. Terlebih Bali punya ciri khasnya sendiri. Tentunya entitas masyarakat dan budaya yang menjadi cirinya itu tidak akan kita hilangkan karena mau meniru negara-negara maju itu kan? Reklamasi teluk Benoa hanya bagian kecil dari pembangunan di Bali yang kali ini kita semua gunakan sebagai cerminan. Jadi kegiatan ini juga harus kita lihat dampaknya untuk seluruh Bali. Jangan sampai kita sesama orang Bali menjadi ribut karena ini. Sedangkan investor yang di luar sana hanya menunggu dan melihat kita buka ngerebutin tulang tanpa isi. Suksma