Alat sosialisasi SMS

Alat sosialisasi SMS, tanpa kampanye dan ajakan memilih SMS. Pilihan itu hak masing-masing warga negara.

Karangasem (Metrobali.com)-

Pernyataan  Tim Kampanye kandidat, GP Artha yang menyebut-nyebut ada pembagian sembako Sudirta-Sumiati di Desa Sengkidu, Kec. Manggis, Karangasem, dibantah keras Tim Pemenangan SMS. GP Artha diingatkan agar tidak gegabah melontarkan pernyataan dan tuduhan, karena hal itu bisa menjadi fitnah serta mengandung unsur pidana.

Kalaupun GP Artha dkk sampai melaporkan ke Penyelengggara Pemilu, ia diingatkan jangan sampai menggunakan data palsu. Sebab, tidak mustahil GP Artha bisa dituduh melakukan pencemaran nama baik dan menggunakan data palsu dalam mengajukan laporan

 ‘’Sebab, seluruh rangkaian pembagian sembako, sudah selesai sebelum KPU menetapkan jadual kampanye. Di masa kampanye, sesuai denggan zona, SMS dan Tim melakukan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis langsung di tengah-tengah pasar rakyat, disertai kegiatan belanja dan dialog dengan pedagang di pasar. Kalaupun ada foto-foto penyerahan sembako, pasti foto itu diambil sebelum ditetapkannya jadual resmi kampanye oleh KPU. SMS juga masimakrama dengan ribuan Kader Posyandu guna mendengarkan keluhan mereka, yang diantaranya 20 tahun mengabdi, hanya diberi insentif Rp 25 ribu potong pajak,’’ kata Made Dewantara Endrawan, SH, dari Tim Pemenangan SMS.

‘’Kami menghargai hak GP Artha untuk mengadu dan melapor, menghargai hak untuk menyatakan pendapat. Namun, tentu ijinkan kami mengingatkan, jangan sampai melakukan fitnah, jangan sampai menyerahkan bukti-bukti palsu kalau melaporkan sesuatu tuduhan. Karena hal itu bisa menjadi pencemaran nama baik, fitnah ataupun pelecehan yang merugikan banyak orang,’’ imbuh  Putu Wirata Dwikora, yang juga duduk dalam Tim Pemenangan Sudirta-Sumiati .

Endrawan dan Putu Wirata juga mengingatkan Putu Artha agar lebih cermat menyimak data, membaca undang-undang dan peraturan. Apakah ia yakin dan bisa membuktikan ada pembagian sembako  di masa kampanye di Desa Sengkidu seperti ia tuduhkan? Kalau ternyata tidak, itu bisa menjadi fitnah serta pidana, dan tidak mustahil akan dilaporkan ke Kepolisian.

Soal peraturan, dalam angka 20 pasal 1 PKPU No 7/2015, yang dimaksud dengan APK (alat peraga kampanye) adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program pasangan calon, simbol, tanda gambar, dipasang untuk keperluan kampanye, yang bertujuan untuk mengajak orang memilih pasangan calon tertentu, difasilitasi KPU dan didanai dengan APBD.

Kalau unsur-unsurnya tidak mengandung semua item diatas,  ia bukan APK dan tidak boleh dipaksa disebut APK. Misal saja, benda seperti baliho instansi tertentu, yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat berlalu lintas, kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan lingkungan, pastilah bukan APK, karena tidak ada ajakan memilih calon tertentu.

Alat sosialisasi lain yang hanya berisi gambar pasangan calon, tidak dilengkapi visi, misi, program, simbol dan tanpa ajakan memilih serta bukan untuk kampanye, tetapi semata untuk sosialisasi dan dipasang sebelum penetapan jadual kampanye, tidak bisa dipaksa dan ngotot-ngototan dituding sebagai APK.

Karenanya, alat sosialisasi calon tanpa ajakan kampanye yang dipasang di tempat pribadi, bukanlah APK dan merupakan hak asasi setiap pemilik tempat untuk memasang ataupun menurunkannnya. Kalau kandidat lain merasa perlu mensosialisasikan diri lebih intensif lagi, sebaiknya berlomba bersosialisasi dengan melibatkan partisipasi masyarakat, bukannya mengganggu pihak lain yang bekerja membantu pemerintah mensosialisasikan tentang Pilbup 2015 ini.

‘’Sekali lagi, mesti cerdas, jernih dan obyektif membedakan media sosialisasi dengan APK sebagaimmana dimaksudkan dalam angka 20 pasal 1 PKPU No. 7/2015. Yang bertebaran di ruang publik, ada alat sosialisasi yang berasal dari berbagai lembaga, selain kandidat bupati. Diantaranya dari lembaga negara yang mensosialisasikan ajakan tertib berlalu lintas, tertib menjaga lingkungann hidup, dan lainnya. Kalau setiap baliho dan spanduk yang berisi  visi, misi, simbol, tanda gambar, dikategorikan sebagai APK, maka akan ada ribuan iklan properti sampai seruan-seruan instansi yang berteberan di ruang publik, akan jadi sasaran eksekusi untuk dibongkar. Makanya,  ‘’agar objek eksekusi’’-nya jelas bagi aparat yang memiliki otoritas, cara memahami produk peraturan perundangan mestinya dilakukan secara kompeten, tidak sampai  menggunakan selera pribadi. Keliru memahami peraturan, bisa menyimpang dari substansi, lalu akibatnya keliru menerapkan peraturan, keliru mengeksekusi obyek. Kerugian terbesar kita kalau ada kekeliruan pemahaman adalah masyarakat yang terbodoh-bodohi, ’’ kata Putu Wirata.

Sejumlah Relawan SMS beserta masyarakat yang menerima pemasangan alat sosialisasi SMS di tempat-tempat pribadinya, sangat menyesalkan tuduhan dan pernyataan GP Artha, yang terlalu serampangan dan sarat kepentingan. ‘’Kami minta GP Artha mencabut pernyataannya dan meminta maaf. Kalau tidak, kami usulkan agar pernyataannnya diadukan ke pihak yang berwajib dan berwenang, agar tidak biasa melontarkan pernyataan dan tuduhan secara sembarangan,’’ kata sejumlah Relawan, diantaranya Made Sukaartha, SH., Made Dastra, Wayan ‘’Loconx’’ Sumertha, Nengah Wirya, dan lain-lain. RED-MB