foto GM Sukawidana

Denpasar (Metrobali.com)-

Penyair GM Sukawidana meluncurkan buku kumpulan puisinya yang berjudul “Upacara-Upacara” (Bali Mangsi dan Akar Indonesia, Januari 2015). Peluncuran buku tersebut berlangsung di Jatijagat Kampung Puisi (JKP), Jl. Cok Agung Tresna Nomor 109, Renon Denpasar, pada Sabtu 11 April 2015, jam 19.00 wita. Peluncuran akan dibuka oleh Bapak Pande Wayan Suteja Neka. Dan, buku akan dibedah oleh Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra (Kritikus sastra).

Buku puisi “Upacara-Upacara” merupakan gabungan dari dua antologi GM Sukawidana terdahulu yakni “Upacara Tengah Hari” dan “Upacara Senja Upacara Tanah Moyang”.

“Begitu Upacara-Upacara terbit menjadi sebuah buku yang lebih representatif, maka saat itulah, dari keheningan saya kembalikan semuanya kepada mereka yang telah menginspirasi kelahiran puisi ini,” ujar GM Sukawidana.

Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra menyebut puisi yang terkumpul  dalam antologi Upacara-Upaca adalah milik kita, sedangkan GM Sukawidana hanya menuliskannya. Keprihatinan-keprihatinan yang disuarakan adalah jeritan hati kita, sementara GM Sukawidana hanya mencatatnya. Bukan dengan bahasanya sendiri tetapi dengan bahasa kita.

Pernyataan tersebut, kata Darma Putra, bisa dibuktikan apabila menyimak isu “amblasnya” tanah Bali  yang menjadi tema utama sebagian besar puisi GM Sukawidana. Selama dekade 1990-an, ketika bisnis industri pariwisata di Pulau Dewata meroket dan deregulasi di bidang perbankan dan investasi merambah Bali, jual beli tanah terjadi dimana-mana, yang mana kebanyakan pembelinya adalah konglomerat dari luar.

“Orang-orang Bali pun merasa mulai tergusur dari tanah leluhurnya. Perasaan tergusur menimbulkan kegelisahan, kegelisahan menimbulkan protes. Karena posisinya sebagai penyair, GM Sukawidana berpartisipasi dalam protes itu,” kata Darma Putra.

Darma Putra menambahkan, dalam buku Upacara-Upacara, puisi GM Sukawidana tidak saja mengartikulasikan gerakan sosial yang terjadi tetapi juga menjadi bagian dari gerakan yang lebih luas. Kepedulian GM Sukawidana tentang tanah dan tradisi Bali  sudah banyak tertuang dalam karya-karyanya.

“Jadi boleh dikatakan GM Sukawidana, salah satu penyair Bali  yang terobsesi terus dalam perjuangan ‘Kembalikan Bali  Padaku’. Makanya istilah lokal pun bertaburan dalam sajak-sajaknya,” paparnya.

GM (Gusti Made) Sukawidana, penyair kelahiran 1962. Dia berasal dari Ubud, dan merupakan salah satu cucu maestro seni rupa I Gusti Nyoman Lempad. Tahun 1985-an, GM ikut membidani kelahiran Sanggar Minum Kopi (SMK) di Denpasar. Dalam wadah SMK itulah GM aktif menulis puisi, ikut “gradag-grudug” mengurus lomba cipta dan baca puisi, atau sekadar menggelandang dalam hiruk pikuk berkesenian di Bali saat itu.

Kini, GM Sukawidana sibuk sebagai guru dan wakil kepala sekolah di SMP 1 Denpasar. Pada tahun 1980-an, GM membangun Sanggar Cipta Budaya di SMP 1 Denpasar. Sanggar itu sempat membuat Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan jaman Orde Baru, terpukau karena mampu melahirkan penyair-penyair berbakat dan menerbitkan kumpulan puisi “Rindu Anak Mendulang Kasih”. Sastrawan Oka Rusmini (peraih SEA Award dan KLA Award) adalah salah satu mantan anggota Sanggar Cipta Budaya yang hingga kini tetap eksis dalam kancah kesusastraan di tingkat nasional dan internasional. RED-MB