Denpasar (Metrobali.com)-

Seiring dengan perkembangan dan peningkatan pemahaman umat Hindu terhadap implementasi ajaran agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari, rupanya trend upacara massal makin berkembang dan mulai diterima oleh masyarakat Hindu di Bali. Mulai dari upacara Ngaben / Memukur Massal, Metatah (Potong Gigi) Massal,  bahkan di suatu tempat di Bali terdapat  kawin massal. Tidak bisa dipungkiri ditengah gelombang perekonomian dan persaingan kehidupan yang kian komplek, tradisi dan budaya seperti itu berkembang di tengah-tengah umat Hindu.

Datangnya Tumpek Wayang yang jatuh pada Sabtu (20/7) besok, sudah menjadi tradisi bagi umat Hindu di Bali dan di Indonesia, bahwa umat Hindu yang kelahirannya (pawetuaannya) jatuh pada Wuku Wayang untuk melakukan sejenis acara ruwatan yang dikenal secara umum atau yang disebut dengan Bayuh Sapuh Leger yang konon dapat menetralkan unsur negative yang mempengaruhi kehidupan terkait dengan kelahiran seseorang.

Dalam setiap waktu tertentu umat Hindu di Bali dan pada penanggalan kalender terdapat wuku Wayang yang konon ceritanya merupakan hari yang kurang baik, dan bagi masyarakat yang terlahir pada waktu tersebut acapkali sering dirundung dengan berbagai persoalan, mulai dari masalah kesehatan, hal-hal mistis sampai dengan rejeki. Dipercaya guna menetralisir hal tersebut diadakanlah semacam upacara yang disebut dengan Bayuh Sapuh Leger.

Menurut Ida Pandita Sire Empu Dharma Sunu, ketika ditemui dalam prosesi acara di kediaman (griya) Pande Tonja, pelaksanaan kegiatan ini bukan tanpa sebab dan dasar, hal tersebut tercantum dalam  Lontar Kala Purana, Wraspati Tatwa serta tersirat dalam Lelampahan dan Kidung Sapu Leger. Kata Sepuh Leger berasal dari kata Sepuh dan Leger yang artinya pembersihan dari kekotoran dan masyarakat lakon ini ditampilkan melalui pertunjukkan wayang, secara keseluruhan “Wayang Sapuh Leger adalah drama ritual dengan sarana pertunjukkan  wayang kulit yang bertujuan untuk pembersihan atau penyucian diri seorang akibat tercemar atau kotor secara rohani. 

Drs. I Made Sudharsana selaku Bendesa Pekraman Tonja yang hadir pada saat acara menyatakan umat Hindu terutama di Bali sangat meyakini, bahwa orang yang lahir pada Wuku Wayang (lebih lebih pada Tumpek Wayang) merupakan hari kelahiran yang cemer, mala serta melik (kepingit). Dan kebanyakan orang tua yang mempunyai anak lahir pada wuku wayang merasakan ketakutan dan was was atas kelanjutan kehidupan anaknya. Hal tersebut di juga diungkapkan oleh Made Sariyana dan Putu Gde Sutha Legawa selaku Penyelenggara sekaligus tuan rumah bagi terlaksananya acara ini. “Kebanyakan yakin dengan adanya cerita Geguritan Suddamala yang berkembanga dengan cerita disebut Sapuh Leger” ungkap Made Sariyana.RED-MB