KELOMPOK gerakan misterius di antaranya teroris bisa menjadi kambing hitam dari penembakan seorang anggota polisi di dekat kantor KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, kata Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Mustofa B. Nahrawardaya.

“Teroris adalah kelompok yang kemungkinan besar berada di balik insiden penembakan tersebut,” kata Mustofa yang dihubungi Antara di Jakarta, Rabu dini hari.

Dia mengatakan sangat mungkin teroris melakukan balas dendam dengan sasaran acak termasuk yang terkait pelaksanaan Miss World di Bali.

“Serangan bisa dilakukan dimana pun, kapan pun tanpa memandang waktu dan tempat. Ini mengerikan apalagi kita masih berduka karena banyaknya aparat Polri yang tewas meregang nyawa di tangan kelompok bersenjata,” kata Mustofa.

Menurut dia, lebih 100 terduga teroris sudah dihabisi kepolisian.

Mustofa memberikan pandangannya beberapa saat setelah Bripka Sukardi ditembak tiga kali hingga tewas oleh pelaku tak dikenal yang mengendarai sepeda motor.

Lebih jauh dia mengatakan kelompok lain yang berada di belakang penembakan itu bisa berasal dari sesama korps polisi. Alasannya pada tahun lalu terdapat 600 anggota kepolisian yang dipecat dengan berbagai alasan.

“Terdapat kemungkinan pelaku penembakan adalah mereka yang bekas satu korps. Tindakan mereka memiliki alasan motif balas dendam karena sakit hati,” kata Mustofa, staf ahli DPR RI 2009-2014.

Jejaring pengedar narkoba merupakan kelompok yang juga bisa melancarkan serangan balasan atas tertangkapnya dan tereksekusinya sejumlah bandar narkoba, katanya.

Dikatakannya, kelompok terakhir berasal dari satuan di luar korps kepolisian.

Pada pukul 1.45 kerumunan di dekat Kantor KPK sudah mulai berkurang tinggal beberapa petugas yang menjaga lokasi dan beberapa wartawan yang menunggu perkembangan tempat kejadian perkara.

Puncak kepadatan di kawasan Kuningan itu adalah beberapa sesaat ketika anggota provost Bripka Sukardi tewas tertembak oleh orang tak dikenal.

Jenazah Sukardi langsung dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk diotopsi. Anom Prihantoro/antara