Buleleng, (Metrobali.com)

Gede Harja Astawa,SH selaku masyarakat Buleleng yang kesehariannya sebagai advokat berkantor di Jalan Mayor Metra Singaraja berbicara tentang Pilkada Buleleng yang helatannya antara Tahun 2022 atau Tahun 2024.

Menurutnya masyarakat Kabupaten Buleleng saat ini dihadapkan dengan masa jabatan Bupati Buleleng berakhir di Tahun 2022 mendatang. Artinya kalau tidak ada aturan tentang Pilkada bersama, maka sekarang ini mestinya sedang hangat-hangatnya percaturan politik Pilkada di Kabupaten Buleleng. Dimana seluruh lapisan masyarakat, komponen-komponen publik itu mencari pengganti bupati yang masih menjabat saat ini, karena sudah dua periode menjadi Bupati Buleleng.

“Nah hal ini menarik, kalau saya bicara dari segi demokrasi, siapapun berhak untuk dipilih dan memilih. Kesamaan hak dan hukum itu juga dimiliki oleh setiap kader partai, untuk berlomba-lomba secara sehat mendapat dua kepercayaan, yakni kepercayaan induk partai dan kepercayaan masyarakat.” ujarnya.

“Jikalau dua kepercayaan ini sinkron atas kehendak Tuhan juga, pasti jadi bupati. Tapi kalau kepercayaan induk partai itu dipaksakan, rakyat tidak setuju, maka berapapun punya duit, habis itu duit bakalan tidak jadi bupati.” ucap Harja Astawa menegaskan, Minggu, (10/1/2021) di Singaraja.

Begitu juga sebaliknya, ujarnya lagi kalau kepercayaan penuh tapi kepercayaan partai tidak ada, maka tidak akan pernah menjadi bakal calon bupati.

“Nah kita melihat dari wacana yang ramai dibicarakan, yakni dari internal kader partai PDIP saja yang ramai sekarang. Kita berpendapat hal itu sah-sah saja, para kader partai untuk mendapat kepercayaan dari induk partainya.” cuitan Harja Astawa.

Iapun menegaskan yang
dibicarakan sekarang, hidup ini kan perlu etika. Karena etika inilah yang menjadikan damai.

“Apakah beretika kalau ketika sudah menjadi bupati dua kali, kemudian sekarang dipaksanakan keluarganya untuk mendapatkan rekomendasi menjadi calon bupati. Apakah kader-kader partai besar ini, tidak ada yang mampu menjadi bupati. Itu pertanyaan kita sebagai masyarakat Buleleng.” cuap Harja Astawa.

Menurutnya Buleleng kan pernah ada sejarah, sudah menjadi bupati dua kali, dipaksakan anaknya. Hasilnya, anaknya gagal, bapaknya masuk penjara.

“Saya tidak mau sejarah ini terulang kembali. Maka sebelum terlanjur, dimana soal beda pendapat oke, soal hak untuk mendapat rekomendasi semua berhak. Tapi kita beretika harus dikedepankan. Untuk apa berpolitik tanpa beretika. Untuk apa berkuasa, setelah berkuasa masuk penjara, kan begitu. Mari kita bermain secara elegan, apalagi di internal PDIP banyak tokoh muda yang berpotensi, banyak kader-kader yang mumpuni dan berpeluang. Yang jujur dan baik gitu lho. Masak nggak bisa sih.” terangnya.

”Yang kita harapkan, tolong deh etika berpolitik itu dikedepankan. Siapa yang terbaik, bukan saja terbaik bagi partai, tapi juga terbaik bagi masyarakat Buleleng.” tukas Harja Astawa yang saat ini menakhodai DPC Peradi Kabupaten Buleleng. GS