Denpasar,  (Metrobali.com)-
Tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih-lebih pasca pandemi Covid-19 tidaklah mudah. Sebut saja beberapa kesenjangan dan ketidakadilan ekonomi, politik identitas berbasis SARA,  black crimes: terorisme, perdagangan narkotika, white colour crimes: korupsi, kerusakan alam dengan seluruh konsekuensinya, global life styles yang terus menggerus kebudayaan nasional kita.
Hal itu dikatakan Gde Sudibya, ekonom, pemikir isu-isu kebangsaan, Senin (29/6) menanggapi Refleksi Kebangsaan, di  75 tahun  Pancasila dan di Menjelang Usia  Proklamasi Kemerdekaan yang ke 75
Ia mengatakan, di bulan Bung Karno ini, dan di saat negara bangsa dan masyarakat manusia mengalami wabah/pagebluk Pandemi Covid-19 ini maka sebagai bagian dari anak anak bangsa patut kita merefleksi diri.
Dikatakan, pandemi corona yang tidak pernah diperkirakan oleh para pakar kesehatan dan para peramal masa depan ( trend watcher ) yang telah menulari masyarakat global seputar 9 juta orang dengan korban meninggal sekitar 500 ribu orang, menjadi momentum yang baik untuk kita bersama sebagai bangsa untuk berefleksi.
Untuk itu, lanjutnya tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih-lebih pasca pandemi Covid-19 tidaklah mudah. Sudibya menyebut beberapa di antaranya: kesenjangan dan ketidakadilan ekonomi, politik identitas berbasis SARA,  black crimes.
“Terorisme, perdagangan narkotika, white colour crimes, korupsi, kerusakan alam dengan seluruh konsekuensinya, global life styles yang terus menggerus kebudayaan nasional kita, ” kata Putra Tajun Buleleng ini kepada Metrobali.com.
Dikatakan, permasalahan besar, mendasar bangsa di atas, jika merujuk pidato Bung Karno di depan BPUPK ( Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan ), Jakarta, 1 Juni 1945, Pancasila lah yang menjadi dasar dan batu penjuru untuk mencapai cita-cita besar bangsa, yang sangat filosofis dan berjangka jauh, sebagai tertuang dalam Pembukaan UUD.1945.
“Tantangan kita bersama sebagai bangsa, untuk membuatnya menjadi kenyataan, bak lirik sebuah lagu: ” the dreams come true “, ” katanya.
Di sini, kata Sudibya diperlukan elan spirit sebagai bangsa, kecintaan pada negeri untuk menggapai cita – cita di atas, sebagai mana terpancarkan dalam beberapa bait  puisi Bung Karno di bawah ini:

Jikalau aku mendengar pangkur palaran
Bukan lagi pangkur palaran yang kudengar
Aku mendengar Indonesia

Jika aku menghirup udara ini
Aku tidak lagi menghirup udara
Aku menghirup Indonesia

Jika aku melihat wajah anak – anak di desa – desa
Dengan mata yang bersinar – sinar ( berteriak ) Merdeka!
Merdeka!, Pak! Merdeka!.
Aku bukan lagi melihat mata manusia
Aku melihat Indonesia

Editor : Hana Sutiawati