Ilustrasi
Denpasar, (Metrobali.com)-
Berdasarkan data terkini dan melihat angka-angka kasus aktif, kesembuhan, kematian, dan beragam indikator lainnya, saya menginstruksikan jajaran pemerintah terkait untuk memberi perhatian ekstra bagi upaya penanganan Covid-19 di dua wilayah, yakni Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Kedua wilayah tersebut mengalami peningkatan kasus pada beberapa waktu belakangan ini.
Hal itu dikatakan Presiden Jokowidodo saat memimpin rapat terbatas membahas laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Istana Merdeka, Jakarta.
“Para gubernur, bupati, hingga wali kota saya ingatkan untuk memegang penuh kendali mereka di wilayah masing-masing. Tugas kepala daerah adalah melindungi keselamatan warganya. Sekali lagi, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi,” ajak Jokowidodo.

Sementara itu, menurut pengamat sosial dan ekonomi I Gde Sudibya bahwa melihat data positif covid-19 kurvanya cenderung baik, maka ada kesan pemerintah maju mundur menangani pandemi, bahkan under estimate, cendrung anggap enteng. Akan tetapi demikian kasus harian  melonjak di atas 5000 akibat ” rame-rame di Jakarta dan Jawa Tengah kesannya pemerintah serius lagi.  Statement di atas contohnya
Apalagi Bali yang tidak pernah transparan dalam penanganan kasus, kesannya tidak fokus, bercampur baur dengan sejumlah isu yang juga punya muatan politik.
“Tidak salah kalau para pakar menyebutnya ” pandemi adalah politik “, kesalahan penanganan pandemi karena pertimbangan politik, justru berakibat penyebaran virus Covid-19  punya potensi menaik,” kata Sudibya.
Semestinya, langkah langkah yang perlu dilakukan pemerintah mengikuti Mahatma Gandhi: ” means justifying the goals”, cara semestinya semulya tujuan. Tujuan mulya semestinya dicapai dengan cara-cara bermartabat.

Menurut permodelan yang dibuat oleh FKM UI yang didukung Bappenas, perkiraan puncak pandemi di triwulan pertama tahun 2021. Tantangannya bagaimana pemerintah dan juga pemda, menyiapkan diri lebih baik menghadapi kemungkinan masa puncak yang dimaksud.
Sementara itu, lanjut dia tantangan untuk Satgas penanggulangan Covid-19 Provinsi Bali perlu melakukan program 3 T ( Trace, Testing dan Treat ) secara lebih baik dan komunikasikan ke publik.
Selanjutnya, meningkatkan sense of crisis dalam kebijakan birokrasi, mulai dengan langkah antisipasi, kecepatan dalam merespons, tidak sebatas reaktif karena keterdesakan situasi.
Sudibya mengajak Kepala Daerah di Bali untuk menggilangkan cara berpikir yang menganggap enteng pandemi, dan atau cara berpikir: toh ” badai pasti berlalu”, terlebih-lebih dengan akan ditemukannya vaksin.
“Cara berpikir berbahaya, yang punya potensi: jumlah kasus terus bertambah dengan korban semakin banyak, dan upaya pemulihan ekonomi menjadi tertunda,” katanya.
Dikatakan, belajar dari pandemi flu Spanyol 1918 – 1920 pada pemerintahan Hindia Belanda, korban berjatuhan justru tinggi di masa menjelang akhir pandemi, sebagai akibat dari menurunnya kewaspadaan masyarakat. Diperkirakan korban meninggal sekitar 4 juta orang, dan dilaporkan wilayah yang tidak disiplin dalam penanggulan pandemi, mengalami korban lebih tinggi.
Oleh karena itu, hindari jebakan politik dalam penanganan pandemi, dalam artian kalkulasi politik praktis mengintervensi kebijakan teknokrasi penanganan pandemi: penentuan skala prioritas program,  alokasi anggaran dan model  komunikasi publik.
Para pakar mengingatkan: “pandemi adalah politik” kekurang-cermatan penanganan karena intervensi dan atau target politik,   bisa menjadi pemicu bagi meningkatnya penularan.

Dalam bidang politik, lanjut dia Gandhiji mengajarkan: ” means justifying the goals ” , tujuan mulya ( dalam politik ) harus dicapai dengan cara-cara bermartabat. Kalau tidak, ” hukum “besi kebenaran, akan memberikan “ganjaran” berupa: ” bunuh diri ”  secara politik.
Editor : Mahatma Deva