Ilustrasi

Denpasar, (Metrobali.com)-

Pengamat politik dan ekonomi Gede Sudibya mengatakan : “Kita harus jujur bahwa pancasila bukan lagi ideologi tetapi sudah menjadi utopia. Utopia itu adalah apabila cita-cita tak sesuai dengan sistem yang berlaku”.

“Jika cita-cits kita adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia tetapi sistemnya kapitalistik, maka itu adalah utopia,” tegas Gde Sudibya yang sedari awal mengkritisi pengesahan UU Omnibus Law, Jumat (16/10).

Menurutnya, founding fathers kita adalah intelektual, tokoh pergerakan dan juga filsof. Para negarawan ini sangat paham cita-cita kebangsaan yang sangat filosofis itu tidak pernah bisa dicapai, tetapi hanya bisa didekati. Itulah tantangan  generasi bangsa ini setelah generasi Soekarno, Hatta, Sjahrir dkk.

Soekarno mengingatkan, sekarang terpampang di Taman Bung Karno, Sukasada Singaraja, kurang lebih 1 km dari SD 1 Singaraja dimana R Soekemi  bertugas sebagai kepala sekolah, kurang lebih 3 km dari Banjar Paket Agung, Desa Bale Agung,  rumah gadis Ni Nym Rai Srimben ( Ibunda Bung Karno ): berpesan ( kurang lebih ):  usahaku merebut kemerdekaan dari penjajah lebih gampang karena musuh sangat jelas, tetapi usahamu untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan lebih sulit karena harus berhadapan dengan bangsa sendiri.

Dikatakan, pada sosok Soekarno amat sangat mengerti tentang kekuasaan yang korup dan sewenang-wenang – power tend to corrupt – , karena beliau adalah korbannya. Dan di relung hatinya yang paling dalam, kemerdekaan adalah ” jembatan emas ” untuk mengakhiri kesewenang-wenangan untuk wong cilik dan di marhaen.

Tantangannya orang-orang terdidik di negeri ini,  mengikuti keteladanan Soekarno dkk., para pengumpul ilmu ( istilah dari Dr.Daoed Joesoef ), golongan bertitel ( sebutan dari Soetan Sjahrir ) untuk keluar dari menara gading, tidak terbang tinggi hanya melihat persoalan dari ke jauhan  ( meminjam ucapan ekonom ternama Bangla desh, pendiri Grameen Bank, pemenang hadiah Nobel perdamaian Mohammad Junus ) dan tidak mengukir langit abstrak rokhani ( meminjam ucapan sastrawan Romo Mangun ), untuk segera ” turun gunung “, mengedukasi rakyat, melakukan konsolidasi gerakan masyarakat sipil, untuk menjaga marwah demokrasi menuju proses demokrasi substansial.

Ia menegaskan, untuk saat ini para generasi muda yang intelektual lah yang menjaga negeri ini dari kapitalisme. “Kalau bukan para generasi muda yang menjaga negeri ini dari perampasan kaum kapitalisme, siapa lagi,” ajak Gde Sudibya.

Oleh karena itu, perlu memperkuat gerakan kontrol sosial, cheks and balances, melawan segala bentuk salah guna kekuasaan. Mengingatkan penguasa untuk lebih rendah hati menggunakan kekuasaan, ojo dumeh, melakukan peringatan dan koreksi terhadap fenomena ” power tend to corrupt “.

Editor : Hana Sutiawati