Denpasar (Metrobali.com)-

Adalah Nyoman Kariasa, dosen Kerawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Dalam karya kreatifnya menciptakan garapan karawitan berupa gamelan tajen, yang terinspirasi dari gamelan gong kebyar di banjar Pinda, Gianyar. Guna meraih gelar magister seni pada program studi penciptaan pascasarjana ISI Surakarta, belum lama ini. Garapan gembelan yang merevitalitasi karya almarhum I Gusti Ngurah Bagus Djelantik (1890-1945) ini berdurasi sekitar 1 jam 13 menit. Dikemas dalam pertunjukan seni drama musikal yang mengusung kisah tentang fenomena sosial masyarakat Pinda era tahun 1930-an.

Dikisahkan, seorang istri bertengkar dengan sang suami yang mengabaikan tugas utamanya sebagai bapak rumah tangga dan lebih mementingkan hobinya bermain ayam aduan. Dari konflik inilah muncul kehebohan yang menggugah, I Gusti Ngurah Djelantik menciptakan pertunjukan seni budaya berupa garapan gamelan karawitan musik inovatif bertema tajen yang dipentaskan di arena wantilan tajen banjar Pinda, Gianyar.

Berdasarkan data sejarah itulah, Nyoman Kariasa mengaku merasa tergugah untuk mengangkat kembali karya inovatif itu kembali di tengah kehidupan masyarakat kekinian. Sebagai upaya menggugat tradisi budaya untuk membangun paradigma kritis demi peningkatan pelestarian dan pengembangan kebudayaan bangsa berbasis kearifan lokal.

Menurutnya, gamelan tajen ini merupakan karya karawitan inovasi yang menggarap esensi gong kebyar dengan teknik permainan sederhana seperti teknik gembyung–perpaduan dua nada bersamaan, sistem ngumbang ngisep–perpaduan frekuensi nada bersamaan sehingga menghasilkan getaran suara. Selain itu, garapan gamelan tajen ini juga melibatkan suasana riuh penonton dan suara lingkungan (soundscape) sebagai media ungkap.

Diakuinya, garapan gemelan tajen ini melibatkan lebih dari 200 seniman seperti sekaa gong Pinda, sekaa gong banjar Telabah, dan sekaa gong banjar Kebalian Sukawati Gianyar, dan sanggar Paripurna Bona, Gianyar. Dimeriahkan dengan alunan tabuh Manuk Anguci, tarian Kebyar Duduk yang ditarikan oleh IB Oka Wirjana alias IB Aji Blangsinga, serta tarian Goak Macok oleh I Wayan Purwanto. “Suasana pagelaran pertunjukan seni karawitan ini digarap mendekati suasana tempo dulu, tapi dalam konteks kekinian yang lebih inovatif tanpa kehilangan ruh dan taksunya,” jelasnya, Kamis (4/10) kemarin.

Diharapkan, garapan gamelan tajen ini mampu menggugah semangat generasi muda untuk dapat mengapresiasi fenomena sosial secara positif bagi keberlangsungan hidupnya dan proses kreatif seninya sebagai modal sosial dalam mencapai kesejahteraan lahir dan bathin. “Dengan begitu tajen tidak salahartikan atau disalahgunakan hingga berdampak negatif bagi kehidupan ini,” harapnya. IJA-MB