Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali Ketut Tama Tenaya mengatakan kinerja Kejati Bali dengan telah menetapkan seorang tersangka dalam kasus “mark up” pengadaan alat pengeras suara (sound system) di Taman Budaya Denpasar patut didukung serta didorong mengungkap kasus itu lebih jauh.

“Kami mengapresiasi Kejati Bali yang sudah menetapkan seorang tersangka dalam kasus pengadaan ‘sound system’ di Art Center. Semoga ini bisa menjadi langkah awal dan pintu masuk mengungkap tersangka lainnya dan juga kasus lainnya, karena temuan kemahalan atas pengadaan barang dan jasa di Pemprov Bali masih banyak,” kata Tama Tenaya, di Denpasar, Jumat (31/5).

Ia mengatakan dengan ditetapkannya berinisial KM sebagai tersangka dalam kasus itu membuktikan selama ini kecurigaan publik bahwa ada penggelembungan anggaran pengadaan barang atas berbagai proyek kemahalan yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal itu membuktikan bobroknya sistem pengelolaan anggaran Pemprov Bali sehingga prinsip pemerintahan yang baik dan bersih tidak berjalan dan hanya menjadi wacana.

Menurut Tama Tenaya yang juga anggota Komisi I DPRD Bali itu mengatakan pihaknya mendorong supaya pengungkapan dan penyelesaian kasus itu tidak berhenti sampai di situ, misalnya seperti kasus CPNS Pemprov Bali yang mandeg di tangan Polda Bali.

“Kami mendorong kasus Art Center itu diusut hingga tuntas. Siapa aktor intelektual dan siapa yang ikut bermain di belakanganya harus diusut tuntas. Jangan hanya seseorang yang dijadikan korban. Mari tunjukkan penegakan hukum di Bali bisa transparan dan tidak tebang pilih,” ujarnya.

Bahkan demi mengungkap tuntas kasus ini, politisi asal Nusa Dua Badung itu juga mengusulkan agar anggota DPRD Bali juga berperan aktif juga ikut mengusut tuntas kasus ini dengan membentuk panitia khusus (pansus) DPRD Bali.

“Kalau mau kasus ini lebih gamblang dan cepat tuntas, bisa saja dewan membentuk pansus dan itu akan kami usulkan kepada pimpinan Komisi I dan pimpinan dewan” katanya.

Ia juga mengusulkan agar dewan mengundang pihak terkait seperti Kejati Bali, Kepala UPT Taman Budaya Denpasar, Kepala Dinas Kebudayaan Denpasar, Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemprov Bali guna mengikuti rapat dengar pendapat menyikapi perkembangan kasus “mark up” pengadaan alat pengeras suara di Taman Budaya Denpasar.

Hal senada disampaikan anggota Komisi I DPRD Bali Made Sumiati, pihaknya meminta kasus ini diusut tuntas sehingga Kejati bisa menetapkan tersangka lainnya.

“Kami apresiasi Kejati Bali berani mengungkap kasus ‘mark up’ pengadaan alat pengeras suara tersebut. Tapi tidak boleh hanya berhenti di sana. Masih banyak temuan BPK yang menyatakan pengadaan barang dan jasa di Pemprov Bali. Kasus lainnya itu juga harus dibawa ke ranah hukum,” kata politikus asal Karangasem.

Ia menegaskan Kejati Bali harus lebih berani mengungkap kasus lain dan jangan sampai ada tebang pilih.

“Kejati Bali harus berani mengungkap kasus lain. Jangan tebang pilih,” katanya.

Pengadaan pengeras suara yang menelan dana APBD Bali hingga Rp21,1 miliar pada 2011. Untuk sementara, Kejati Bali menghitung kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp1.087.600.000 Sejak awal pengadaan peralatan tersebut menuai kontroversi sejak awal, karena proyek ini sarat dugaan adanya “mark up”. Sejumlah pihak menyebut anggaran Rp21,1 miliar untuk “sound system” berikut tata lampu (lighting), genset, kamera pemantau (CCTV) dan kelengkapannya kemahalan. INT-MB