Denpasar (Metrobali.com)-

Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI berkunjung ke Bali, guna menghimpun masukan dari segenap komponen (stake holder) dalam pembahasan RUU Perlindungan Masyarakat Adat. Kunjungan ini dimanfaatkan Forum Perjuangan Hak Bali (FPHB) untuk menyerahkan Draft Revisi UU Provinsi Bali, di Ruang Pertemuan Departemen Hukum dan HAM, Kamis (3/10) siang. Hadir dalam acara sosialisasi tersebut, Wakil Ketua Baleg,  Dimyati Natakusumah, dan sejumlah anggota: Arif Wibowo, Ade Supriatna dan Buchori. Dalam kesempatan tersebut FPHB dihadiri AA. Sudiana, dan didampingi Ngurah Karyadi.

Sehari sebelumnya, Rabu (3/10), di Aston, Kuta, FPHB melakukan serangkaian lobby kepada anggota Baleg, Arif Wibowo, Dalam pertemuan Ketua FPHB, A.A. Sudiana, menyatakan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah (Otda) belum menyentuh masalah perlindungan terhadap lokal kontens, dan kesejahteraan rakyat Bali. Karena itu dia berharap, perlu penerapan konsep “asimetris” atas konsep Otda, dan menjadi dasar dalam pembahasan Revisi UU Provinsi nantinya. “Revisi tersebut menjadi dasar dalam tata kelola pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang baru dan lebih baik dalam penguatan dan pelestarian Bali,” katanya menambahkan.

Hal yang sama dikatakan Gede Ngurah Putra, dan meminta sebaiknya antar daerah jangan diseragamkan satu dengan yang lain. Misalnya harus disesuaikan dengan adatnya masing-masing dan tata caranya, demikian pula dengan budaya dan lain sebagainya.

Bahkan dalam soal anggaran, baik dalam APBN maupun APBD semua dijadikan satu kementerian budaya dan pariwisata tetapi tidak ada kekhususan untuk Bali itu sendiri, tidak ada biaya pemeliharaan. “ Jadi akhirnya kami berpolitik karena memang mempertahankan adat, miris sekali. Akhirnya para tokoh adat dan budaya berpolitik, padahal seharusnya tidak perlu berpolitik,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Arif Wibowo mengatakan, dalam RUU Perlidungan Masyarakat Adat ini merupakan bentuk pengakutan terhadap eksistensi adat dan budaya yang formatnya perlu diatur dalam struktur ketatanegaraan, apakah nanti di tingkat provinsi yang artinya menjadi gubernur, atau Bupati/walikota. “Saya berharap dengan adanya payung hukum UU PMA, dan dilanjutkan dengan Revisi UU Provinsi, seperti diusulkan Bali,  pemerintah betul-betul memperhatikan rakyat, khususnya dalam pelestarian adat dan budaya, serta peningkatan daya saing rakyatnya”, katanya mempertanyakan.

Arif Wibowo, yang juga anggota Komisi II DPR RI, mengusulkan agar substansi revisi UU provinsi Bali bukan semata  untuk Balii. “Perlu penambahan klausul bahwa Bali punya kontribusi, atau yang berperan sangat besar dalam pembentukan wadah NKRI, Kebhinekaan, dan sekaligus dalam pencitraan negeri di dunia International,” Arif menambahkan.

Pada saat penyerahan Dokumen Draft Revisi UU Provinsi Bali, Arif Wibowo menyarankan masukan-masukan yang disampaikan secara tertulis langsung ke Ketua Baleg, dan sekaligus menjadwakan audiensi, sehingga menjadi bahan yang otentik dan berharga untuk menyempurnakan UU Revisi Provinsi Bali. Menurutnya baru Bali yang mengusulkan perubahan UU, karena sudah kedaluarsa dan didasari semangat UUDS 1950, yang liberal, serta tidak relevan dengan dinamika masyarakat Bali hari ini. NK-MB