Foto: Para narasumber dan mahasiwa dalam seminar nasional  dan peradilan  semu yang digelar Fakultas Hukum Universitas Dwijendra di aula Udyana Shanti  Yayasan Dwijendra, Denpasar, Jumat (13/7/2019).

Denpasar (Metrobali.com)-

Fakultas Hukum Universitas Dwijendra (FH Undwi) menggelar seminar nasional  dan peradilan  semu dengan tema” Penegakan Hukum yang Bermartabat dalam Menyongsong Revolusi Industri 4.0″ di aula Udyana Shanti  Yayasan Dwijendra, Denpasar, Jumat (13/7/2019).

Seminar yang dilakukan serangkaian Dies Natalis (HUT) ke-37 Universitas Dwijendra  menghadirkan pembicara  seperti Dekan Fakultas Hukum Universitas Dwijendra Dr. I Wayan Arka, S.H.,M.H., dengan materi “Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) sebagai Solusi Mencari Keadilan.”

Hadir pula Ketua DPC Peradi Denpasar I Nyoman Budi Adnyana, S.H., M.H., CLA., CPL.,yang memaparkan kewenangan dan tugas advokat dalam sistem peradilan pidana.

Berikutnya I Ketut Sudiarta dari Kejaksaan Tinggi Bali membawakan materi “Tugas Penuntut Umum Dalam Peradilan Pidana dan narasumber terakhir I Wayan Sukanila, S.H.,M.H., dari Pengadilan Negeri Singaraja.

Seminar nasional  dan peradilan semu yang dibuka Rektor Universitas Dwijendra Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.MA., dan dipandu moderator Dr. AA Sagung N Indradewi, S.H.,M.H., ini memberikan pemahaman dan sekaligus jadi ajang praktik para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Dwijendra ini.

Kegiatan ini merupakan bentuk penajaman dan penguatan sisi praktik penegakan hukum dari kegiatan pembelajaran di kelas yang mengasah pemahaman mahasiswa dengan bekal teoritis.

“Mahasiswa tidak hanya dapat teori tapi dapat praktik hukum khususnya hukum acara yang dikemas dalam peradilan semu. Mereka dibekali soft skill dalam peradilan semu ini,” kata Dr. Arka.

Namun mahasiswa juga ditanamkan pemahaman bahwa penyelesaian hukum tidak hanya di pengadilan tapi juga non litigasi atau di luar pengadilan seperti mediasi, konsiliasi dan arbitrase.

Diharapkan juga mahasiswa terbuka dengan perubahan paradigma penegakan hukum menuju penegakan hukum yang progresif. Penegakan hukum tidak boleh lagi diperjualbelikan, tidak boleh lagi hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

“Penegakan hukum harus bermartabat. Para penegak hukum harus benar-benar menggunakan kewenangannya tanpa ada intervensi atau jual beli hukum,” imbuh Dr. Arka.

Wawasan mahasiswa juga diharapkan lebih luas dengan melihat hukum tidak hanya yang sudah diatur di UU tapi juga melihat norma hukum yang hidup dan berkembang di tengah kehidupan masyarakat.

Di sisi lain Fakultas Hukum Universitas Dwijendra juga terus adaptif terhadap pembaharuan kurikulum sesuai perkembangan hukum kekinian dan dinamika di era evolusi industri 4.0. Terlebih juga terjadi disrupsi pada profesi hukum yang menuntut adaptabilitas juga pada penguasaan teknologi.

Maka Fakultas Hukum Universitas Dwijendra menambahkan sejumlah mata kuliah baru dalam kurikulumnya seperti cyber law (hukum siber) maupun yang berkaitan dengan e-commerce (perdagangan elektronik) misalnya.

“Cyber law dan e-commerce ini belum terlalu populer di kalangan mahasiswa. Hal ini kami bekali untuk menjawab tantangan revolusi industri 4.0 atau ekonomi digital,” pungkas Dr. Arka. (wid)