Foto: Panitia Jatiluwih Festival menggelar jumpa pers di, Rumah Sanur Creative Hub, Rabu (5/9/2018).

 

Denpasar (Metrobali.com)-

 

Pengelola Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih, Tabanan kembali menggelar Jatiluwih Festival, 14-15 September 2018 di D’Uma Jatiluwih, Art & Cultural Hill, Jatiluwih, Penebel, Tabanan. Festival ini mengkolaborasikan bauran tradisi, adat, seni dan budaya lokal dengan perkembangan kontemporer atau kekinian.

 

Festival ini  juga berbasis pada pemberdayaan masyarakat setempat sebagai ungkapan terimakasih kepada Tuhan, masyarakat sekitar dan alam semesta dalam bingkai Tri Hita Karana.

 

Demikian disampaikan Ketua Panitia Penyelenggara Jatiluwih Festival Nengah Sutirtayasa yang juga Manajer Operasional DTW Jatiluwih dalam jumpa pers di, Rumah Sanur Creative Hub, Rabu (5/9/2018).

 

Hadir pula Festival Director Ito Kurdi, Wakil Ketua Penyelenggara Wayan Agus P. Wacana serta pegiat ekonomi kreatif Arief Budiman yang akrab disapa Kang Ayip.

 

Tema “MaTha Subak” ini merupakan personifikasi Tri Hita Karana dimana ada keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan (Pawongan) manusia dengan lingkungan (Palemahan) dan sesama manusia (Pawongan). Harapannya ada keberlanjutan dalam pengembangan destinasi Jatiluwih sehingga tercipta pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism).

 

Bumi Tabanan di Bali dikenal sebagai lumbung berasnya Bali. Hal ini ditunjang dengan luasan persawahan di kabupaten Tabanan yang secara produktif menghasilkan padi terbaik di tanah Bali.

 

Jatiluwih sebagai salah satu wilayah di kaki gunung Watukaru menjadi daerah penting di hulu dengan sumber mata air langsung yang mengairi persawahan berundak. Di Jatiluwih pula Subak sebagai sistem tata kelola air sudah menjadi tradisi turun temurun yang diterapkan secara komunal dan berkeadilan.

 

Pada tahun 2012 UNESCO menganugerahi Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia (world cultural heritage). Ini sekaligus sebagai pengingat bagi masyarakat Jatiluwih. Khususnya untuk melakukan pelestarian budaya subak yang penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat sekitar Jatiluwih dan masyarakat Bali pada umumnya.

 

Pengelolaan wilayah berbasis masyarakat telah pula menjadi praktik masyarakat di Jatiluwih. Melalui ikatan kekerabatan dan adat, masyarakat telah bersepakat untuk mengelola sumber daya mereka yang tidak terbatas pada subak dan persawahan, termasuk sumber daya seni, budaya dan tradisi yang secara turun temurun dijalankan sebagai praktik nilai-nilai manusia Bali. Ini sesuai dengan apa yang termaktub dalam Tri Hita Karana sebagai wujud harmoni anta manusia dengan alam dan Sang Hyang Widhi.

Melestarikan Dengan Perayaan 

Masyarakat Jatiluwih bergiat dengan berbagai aktivitas keseharian yang dibingkai dengan seni, budaya dan tradisi, termasuk melakukan upaya pelestarian dan penyesuaian dalam konteks dinamika waktu. Dengan dinamika filosofi Desa Kala Patra masyarakat Jatiluwih berupaya melakukan pelestarian yang terhubung dalam konteks mutakhir dengan mengelola potensi wilayahnya secara mandiri dan berdaulat.

 

Memasuki ranah apresiasi, masyarakat Jatiluwih mengembangkan pariwisata ekologi dan budaya berbasis masyarakat yang dibingkai dalam pariwisata kreatif yang bertanggung jawab didasarkan pada penyajian “pengalaman” yang unik dengan “mengalami”, “berinteraksi”, “berpartisipasi”dan “belajar”.

 

Model pariwisata dengan memberikan “pengalaman” khas dan sesuai dengan karakter Jatiluwih ini akan dirayakan dalam sebuah festival budaya Jatiluwih dengan mengangkat tema “maTha: Subak” yang memaknai falsafah subak sebagai wujud integritas kehidupan yang harmoni dari manusia-alam- Tuhan.

 

Memelihara, melestarikan dan merayakan adalah esensi dari Festival Budaya Jatiluwih yang akan dimaknai dengan aneka ekspresi kreativitas seni dan budaya tradisional, kontemporer serta perpaduan keduanya. Kemitraan dan klaborasi dalam menyajikan program festival akan menjadi warna yang memperkaya pengalaman dan rasa.

 

Dimensi Pengembangan Nilai-nilai Jatiluwih Festival

 

Pertama, nenggali dan melestarikan warisan budaya serta tradisi untuk memunculkan karakter dan identitas Jatiluwih. Kedua, upaya meningkatkan penghidupan dan nilai ekonomi masyarakat warga desa Jatiluwih

 

Ketiga, memajukan pariwisata alam dan budaya yang mengutamakan penyajian pengalaman dan nilai-nilai berbasis masyarakat. Keempat, menjaga serta melestarikan tempat suci dan nilai-nilai spiritual.

 

Kelima, pelestarian dan pengembangan seni, budaya dan tradisi masyarakat warga desa Jatiluwih. Keenam, upaya kolektif untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat warga desa Jatiluwih.

 

Terakhir, menjaga dan melestarikan alam dan sumberdaya alam untuk keberlangsungan dan kualitas lingkungan wilayah Jatiluwih.

 

Pewarta: Widana Daud

Editor : Whraspati Radha