kabag humas protokol
Mangupura (Metrobali.com)-

      Berkenaan dengan transaksi bisnis dalam bentuk MoU pada Festival Budaya Pertanian (FBP) tahun 2014 yang nilainya mencapai Rp. 3,06 milyar , kondisi ini  turun dibandingkan tahun 2013 yang mencapai Rp. 6,4 milyar sebenarnya bukanlah angka yang  hanya sekedar diperbandingkan sedemikian rupa, apalagi dijadikan indikator bahwa festival ini dinilai tidak efektif  sehingga harus dievaluasi. Kabag Humas pemerintah Kabupaten Badung Anak Agung Gd Raka Yuda , Selasa (12/8) kemarin di Puspem Badung menjelaskan bahwa pada hakekatnya selama ini pemerintah Kabupaten Badung senatiasa menginisiasi berbagai kegiatan yang diorientasikan agar dapat menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan yang ada. “Prinsip prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien serta dapat memberi nilai tambah ini telah menjadi landasan dalam penyelenggaraan berbagai program dan kegiatan termasuk  kegiatan Festival Budaya Pertanian Badung utara ini.
Menurut Raka Yuda persoalan klasik para petani kita selain permodalan dan SDM adalah persoalan  pemasaran terhadap produknya, menyadari hal ini maka Bupati Badung dengan dukungan DPRD Kabupaten Badung mencoba mengurai persoalan yang dihadapi oleh para petani kita di kabupaten Badung   melalui berbagai upaya di antaranya melalui event Festival Budaya Pertanian (FBP) ini.   dikatakannya bahwa hakekat dan   tujuan festival FBP ini, selain sebagai media promosi, adalah juga sebagai bentuk edukasi atau penyuluhan bagi masyarakat/petani utamanya dalam mengangkat seluruh potensi komoditas yang ada, di samping  komoditas yang sudah eksis sebelumnya.” ujarnya.
Secara rinci  menurutnya bahwa dalam  tahun 2013 lalu, pemasaran kopi yang menjadi masalah dan juga sosialisasi penggunaan pupuk organik untuk mendukung berbagai program pembangunan pertanian di Kabupaten Badung, di samping komoditas bunga gumitir dikaitkan dengan kegiatan APEC. Dengan demikian masalah ini mendapat perhatian, sehingga nilai komoditas inilah yang mendongkrak nilai MoU pada FBP tahun lalu. tentunya  berbeda masalahnya dengan tahun sekarang, di mana harga kopi Arabika gelondong merah misalnya meningkat dua kali lipat, dari Rp 3.000,- tahun lalu menjadi Rp. 6.200,-/kg  dalam tahun 2014 ini, sehingga mekanisme pasar sudah berjalan secara normal.  Demikian juga halnya dengan pupuk organik yang diproduksi petani, saat ini sudah terserap dalam berbagai program yang ada seperti program subsidi, optimasi lahan, program SRI dan sebagainya, sehingga secara otomatis sudah laku terjual.  Kalau saja dari  dua komoditas tersebut kita perhitungkan, maka setidaknya ada transaksi senilai Rp. 7,95 milyar, (dari kopi gelondong merah Rp. 4,96 milyar dan pupuk organik Rp. 2,99 milyar).  Bila nilai ini lantas dijumlah dengan transaksi saat ini, akan tercatat potensi  hampir mencapai Rp. 11,02 milyar. Tetapi sekali lagi hal ini tidaklah besar maknanya dalam penyelesaian masalah aktual saat ini.
      Berbeda halnya dengan MoU tahun 2014 ini, yang fokus pada komoditas baru seperti jambu merah dan jambu kristal yang ternyata saat ini sangat berkembang di Badung Utara, selain aneka sayuran seperti bawang merah, cabe dan sebagainya.   Pemasaran untuk komoditas ini juga masih konvensional yang dibeli oleh pengepul atau tengkulak.  Oleh karena itu dalam kapasitasnya sebagai  pemecah masalah (Problem shouter) maka   menjadi tugas pemerintah  Kabupaten Badung membantu mempromosikan dan memasarkan komoditas ini langsung kepada swalayan untuk mendapat harga yang lebih layak.  Demikian juga halnya dengan kopi bubuk, yang kita coba akseskan dengan sektor pariwisata seperti obyek wisata gajah di Carangsari dan kalangan pengusaha restoran.  Melalui upaya ini, maka sinergi pertanian-pariwisata yang kita harapkan selama ini dapat kita wujudkan.
      Dengan demikian hakikat MoU sebenarnya adalah : bersifat problem solving (memecahkan masalah), mempertimbangkan mekanisme pasar, menggali potensi komoditas baru, sehingga nilai promosi, pendampingan dan penyuluhan juga sangat menonjol.  Dengan demikian kita juga menghindari kesan survei pasar,  hanya sekedar mencatat transaksi di masyarakat, kemudian kita umumkan. “pungkasnya.
  RED-MB