Havana (Metrobali.com) –

Kelompok gerilya Kolombia FARC hari Rabu menuduh mantan Presiden Alvaro Uribe mendalangi aksi mata-mata terhadap perunding perdamaian oleh sebuah satuan intelijen militer.

Tuduhan mengenai tindakan mata-mata itu diungkapkan Selasa oleh mingguan Semana, yang menyulut saling kecam antara kedua kepala intelijen militer.

Termasuk yang dikabarkan dimata-matai adalah tim perunding Presiden Juan Manuel Santos yang sedang melakukan pembicaraan dengan FARC di Havana, Kuba.

Santos memerintahkan penyelidikan mengenai masalah itu dan mengatakan, “kekuatan gelap” sedang berusaha menyabotase perundingan perdamaian, namun ia tidak memberikan penjelasan terinci lebih lanjut mengenai hal itu.

Ketua perunding FARC pada pembicaraan itu Ivan Marquez menuding langsung Uribe, tokoh garis keras yang menentang perundingan perdamaian tersebut.

“Alvaro Uribe mendalangi hal ini,” katanya kepada wartawan sebelum memulai perundingan di Havana.

Menurut Marquez, aksi mata-mata itu ditujukan pada delegasi FARC pada perundingan itu dan ia meminta penjelasan pemerintah mengenai hal itu.

Selama lebih dari setahun, pemerintah Santos dan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) melakukan perundingan perdamaian di Kuba dengan tujuan mengakhiri konflik terlama Amerika Latin itu.

Dari lima poin agenda, kedua pihak sejauh ini baru mencapai dua kesepakatan — reformasi tanah dan keikutsertaan kelompok pemberontak itu dalam politik jika mereka mengakiri perang yang telah berlangsung hampir 50 tahun. Masalah-masalah lain yang diagendakan adalah perdagangan narkoba, ganti-rugi korban perang dan diakhirinya konflik.

FARC untuk pertama kali telah mengakui sebagian tanggung jawab atas pertumpahan darah puluhan tahun, yang mengisyaratkan perubahan berarti dalam sikap mereka karena selama ini kelompok itu tetap mengklaim bahwa anggota-anggotanya menjadi korban penindasan pemerintah.

Pemerintah Kolombia dan FARC memulai dialog di Oslo, ibu kota Norwegia, pada 18 Oktober 2012 yang bertujuan mengakhiri konflik setengah abad yang telah menewaskan ratusan ribu orang. Perundingan itu dilanjutkan sebulan kemudian di Havana, Kuba.

Tiga upaya sebelumnya untuk mengakhiri konflik itu telah gagal.

Babak perundingan terakhir yang diadakan pada 2002 gagal ketika pemerintah Kolombia menyimpulkan bahwa kelompok itu menyatukan diri lagi di sebuah zona demiliterisasi seluas Swiss yang mereka bentuk untuk membantu mencapai perjanjian perdamaian.

Kekerasan masih terus berlangsung meski upaya-upaya perdamaian dilakukan oleh kedua pihak.

FARC, kelompok gerilya kiri terbesar yang masih tersisa di Amerika Latin, diyakini memiliki sekitar 9.200 anggota di kawasan hutan dan pegunungan di Kolombia, menurut perkiraan pemerintah. Kelompok itu memerangi pemerintah Kolombia sejak 1964. (Ant/AFP)