Keterangan foto: Dua puluh satu perupa dari Bali yang tergabung dalam Kelompok “Militant Arts” menggelar pameran bersama di Raos Gallery, Batu, Malang, Jawa Timur. Pameran yang dibuka oleh Bapak Widjaja Putra, seorang pecinta seni, digelar dari tanggal 4 hingga 11 Mei 2019/MB

Malang, (Metrobali.com) –

Dua puluh satu perupa dari Bali yang tergabung dalam Kelompok “Militant Arts” menggelar pameran bersama di Raos Gallery, Batu, Malang, Jawa Timur. Pameran yang dibuka oleh Bapak Widjaja Putra, seorang pecinta seni, digelar dari tanggal 4 hingga 11 Mei 2019.

Para perupa yang terlibat dalam pameran ini adalah Anthok S, Atmi Kristiadewi, Pande Paramartha, Kadek Eko, Made Supena, Ketut Agus Murdika, Ketut Suasana Kabul, Ketut Sugantika Lekung, Made Gunawan, Listya Wahyuni, Nyoman Sujana Kenyem, Loka Suara, Nyoman Diwarupa, Ngurah Paramartha, Gusti Buda, Teja Astawa, Pande Wijaya, Putu Sudiana Bonuz, Wayan Suastama, Uuk Paramahita, dan Wayan Dastra. Ada satu perupa dari Batu, Malang yang turut berpartisipasi dalam pameran ini, yakni Rifai Prasasti.

“Pameran kali ini adalah untuk merayakan ulang tahun Militant Arts yang kelima,” ujar Nyoman Sujana Kenyem, Ketua Militant Arts.

Pameran yang dikurasi oleh Wayan Jengki Sunarta ini bertema “Eruption”. Jengki menjelaskan bahwa istilah eruption (erupsi) mengandung makna kemunculan yang tiba-tiba, kejadian/peristiwa yang spontan atau mendadak. Dalam geologi, erupsi berarti suatu proses pelepasan material dari gunung berapi dalam jumlah yang tidak menentu.

“Namun, dalam konteks manusia, erupsi juga bisa dikaitkan dengan letupan atau letusan perasaan dan pikiran. Jika erupsi ini terjadi pada seniman, maka hal itu bisa menghasilkan suatu karya seni,” ujar Jengki.

Dalam pameran ini terlihat upaya anggota Militant Arts menafsirkan atau menejermahkan konsep erupsi menjadi karya seni rupa dengan berbagai corak/aliran, dari figuratif hingga nonfiguratif (abstrak). Beberapa perupa menafsirkan erupsi dalam konteks peristiwa nyata yang terjadi pada gunung berapi. Misalnya bisa dilihat pada lukisan Anthok S yang berjudul “Keagungan #2”, menampilkan gunung yang erupsi dikaitkan dengan keagungan semesta. Atau, pada lukisan “Penjaga Mata Air” karya Nyoman Sujana Kenyem dan “Perempuan di Tengah Alam” karya Wayan Dastra.

Di sisi lain, sejumlah perupa Militant Arts berupaya menerjemahkan erupsi secara simbolis dan metaforis dalam konteks sosial, politik, dan psikologis (emosi). Hal itu, misalnya, bisa dilihat pada lukisan Ketut Suasana Kabul yang berjudul “Dadu Demokrasi” yang mengaitkan erupsi dalam konteks politik. Atau, bisa disimak pada lukisan “Horsepower” karya Ngurah Paramartha yang mengaitkan erupsi dengan luapan perasaan.

Yang mengharukan, pameran ini juga menampilkan karya (alm) Made Supena, anggota Militant Art yang meninggal pada tanggal 16 April 2019. Karya Supena yang ditampilkan bertajuk “Sisa”, dan acara kali ini menjadi pameran terakhirnya.

Editor: Hana Sutiawati