Foto: Caleg DPR RI dapil Bali nomor urut 2 dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) H.M. Eko Budi Cahyono, S.E.,M.M.,M.H.,yang juga ekonom dan pendiri Ekonomi Bali Creatif.

Denpasar (Metrobali.com)-

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam waktu dekat akan mengatur layanan urun dana pembelian saham (equity crowdfunding) melalui penyelenggara (platform) digital bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Aturan baru ini membuka peluang pelaku UKM mengakses pendanaan dengan menjual saham kepada publik tanpa harus melantai di bursa saham atau melalui Bursa Efek Indonesia (BEI).

Caleg DPR RI dapil Bali nomor urut 2 dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) H.M. Eko Budi Cahyono, S.E.,M.M.,M.H.,mengapresiasi terobosan dan kebijakan anyar OJK ini. Sebab bisa memberikan alternatif dan membuka peluang pendanaan lebih luas kepada pelaku UKM di luar skema perbankan atau pinjaman ke fintech peer to peer (P2P) Lending seperti yang sudah berjalan saat ini.

“Regulasi baru OJK ini bisa mendukung UKM tumbuh bisa lebih cepat dan memperluas skala pasar melalui akses pendanaan yang lebih luas dengan menjual saham tanpa harus terdaftar di Bursa Efek Indonesia,” kata Eko Cahyono saat ditemui di Denpasar, Selasa (30/10/2018).

Pria yang juga ekonom dan pendiri Ekonomi Bali Creatif  ini menegaskan UKM merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Jadi sudah seharusnya prioritas pembiayaan dan berbagai kemudahannya diarahkan untuk pelaku UKM ini.

“Ada kendala mengenai fasilitas dan pembiayaan perbankan bagi usaha yang sifatnya non formal seperti UKM. Jadi dengan adanya alternatif pembiayaan lewat equity crowdfunding bisa lebih menggairahkan UKM. Penjualan saham ini tujuan agar bisa mencari funding atau pembiayaan dan agar bisa menaikkan equity atau permodalan,” imbuhnya.

Diakui skema pembiayaan lewat equity crowdfunding ini bisa lebih mudah dan efisien ketimbang UKM mengakses dana ke perbankan. Namun masih juga ada keterbatasan sebab yang bisa dibiayai dengan skema equity crowdfunding ini sesuai rancangan aturan baru OJK ini adalah UKM yang sudah berbadan hukum berupa PT (Perseroan Terbatas).

Namun untuk menyiasati hal itu, kata Eko yang juga aktif sebagai konsultan ekonomi manajemen keuangan dan properti itu, pelaku UKM yang belum berbadan hukum bisa menginduk kepada perusahaan UKM yang lebih besar dan sudah berbadan hukum agar tetap bisa menawarkan sahamnya dijual ke publik.

“Dengan adanya peluang ini, UKM bisa menginduk di perusahaan UKM yang lebih besar. Jadi ada kolaborasi dan bisa saling memberdayakan diantara pelaku UKM,” kata Eko yang pernah mengabdi sebagai Tenaga Ahli Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal itu.

Eko mengajak pelaku UKM menangkap peluang alternatif pembiayaan lewat equity crowdfunding ini tentu dengan menyiapkan berbagai hal baik dari aspek legalitas maupun manajemen. Sebab ada kewajiban menyediakan laporan keuangan penerbit minimal disusun berdasarkan Standar Akutansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) non audited bagi pelaku UKM yang ingin menjual sahamnya.

Namun diakui sebagian besar UKM belum melek menyusun laporan keuangan dan tidak rapih secara manajemen. Untuk itu Eko mengaku siap memfasilitasi dan membantu mendampingi para UKM ini.

“Bali Ekonomi Creatif akan mendampingi para UKM bisa mencapai akses finansial. Kami akan dampingi manajemen keuangan, lalu pemasaran, kemudian packaging dan branding. Termasuk juga pendampingan mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) agar lebih berdaya saing dan agar tidak diklaim merek atau desainnya oleh pihak lain,” papar pria penulis buku ekonomi bisnis “best seller” berjudul “Sukses Ada di Pikiran dan Infrastruktur Ekonomi”.

Seperti dilansir dari katadata.co.id, Direktur Pengaturan Pasar Modal OJK Luthfy Zain Fuad kan ada pihak yang akan memasarkan saham perusahaan UKM (penerbit) ini yang disebut sebagai penyelenggara.

Perusahaan yang ingin menjadi penyelenggara, harus Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi. Penyelenggara wajib mengajukan perizinan ke OJK dan memiliki permodalan di atas Rp 2,5 miliar. Selain itu, penyelenggara harus memiliki keahlian di bidang Informasi Teknologi (IT).

Fungsi Penyelenggara, tidak hanya memasarkan saham. Mereka juga wajib untuk meninjau terlebih dahulu kondisi penerbit, misalnya dari sisi laporan keuangannya. Dengan demikian, penyelenggara juga harus memiliki sumber daya manusia (SDM) yang ahli untuk melakukan peninjauan yang dimaksud.

Laporan keuangan penerbit minimal disusun berdasarkan Standar Akutansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) non audited. Dengan begitu, persyaratan bagi penerbit lebih ringan dibandingkan jika penerbit mencari pendanaan melalui perbankan. Selain itu, biaya untuk memperoleh pendanaan ini juga menjadi lebih efisien.

Bagi perusahaan UKM (penerbit) yang akan melepas sahamnya, OJK memberikan beberapa syarat. Penerbit tersebut harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Lalu mereka harus memiliki kekayaan di bawah Rp 10 miliar, di luar tanah dan bangunan.

OJK melarang penerbit yang dikendalikan oleh suatu kelompok usaha (konglomerasi), baik langsung maupun tidak langsung, untuk menggunakan skema urun dana ini. Selain itu, penerbit dengan status perusahaan Terbuka (Tbk) ataupun anak usaha perusahaan Tbk, dilarang menjual sahamnya lewat instrumen ini.

Melalui skema pendanaan ini, investor yang membeli saham akan sama seperti instrumen di pasar modal. Mereka akan menerima jatah dividen saat perusahaan mendapatkan laba dan memiliki hak dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan.

Pewarta : Widana Daud

Editor : Whraspati Radha