DPD RITabanan (Metrobali.com)-

 

“Di Bali Koperasi, BUMdes dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) diharapkan dapat bersinergi, namun perlu kajian lebih lanjut mengingat aturan hukum BUMdes belum jelas,” demikian dikatakan oleh AA. Ngr Oka Ratmadi, SH saat membuka dialog publik yang bertemakan Sinergisitas Koperasi dan BUMdes, minggu 18/10/2015, di Tabanan.

DPD RI 2

 Menghadapi masa krisis saat ini keberadaan Koperasi diharapkan dapat menjadi mitra utama ekonomi kecil dan menengah di daerah, Koperasi harus mampu menjadi soko guru perekonomian seperti amanat pasal 33 UUD 45, tegas Ratmadi.

 Memang sejak di undangkannya UU No.6 tahun 2014 tentang Desa, marak di bicarakan oleh berbagai kalangan tentang dana desa dan BUMdes. Kedua isu tersebut semakin mendapat perhatian berbagai kalangan ditengah harapan agar dana desa dapat dikelola untuk usaha produktif. September lalu, Presiden Jokowi pun merespon hal ini melalui paket kebijakan untuk mempercepat pencairan dana desa.

 Kelembagan Koperasi sudah cukup lama di Indonesia, namun demikian upaya mensinergikan keberadan Koperasi, BUMdes dan UMK bukan nya tanpa kendala.    Saat ini permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan Koperasi masih terkait soal manajemen, SDM, pengawasan dan partisipasi anggota. “Banyak anggota yang tidak pernah menabung dan meminjam dana di Koperasi. Pengelolan Koperasi sama saja dengan lembaga keuangan, papar pembicara I Wayan Sarwa Ketua KSP Dana Kita, Apuan Baturiti Tabanan.

 “Saat ini banyak yang belum perpihak dengan Koperasi. Koperasi Kena pajak sedangkan LPD tidak kena pajak. Jadi Koperasi seperti kena pajak ganda, mulai dari pajak penjulan dan pajak lainnya. Seharusnya Koperasi bebas pajak. Koperasi harus punya hak sebagai soku guru perekonomian, jangan ada diskriminasi antara Koperasi dengan lembaga lain. Pajak Koperasi harus di kaji lebih lanjut oleh pemerintah, kalau tidak kapan pun Koperasi nasibnya akan tetap sama seperti sekarang,”pungkas Sarwa.

 Terkait sinergisitas Koperasi dan BUMdes, Sarwa mengatakan, BUMdes harus bersinergi dengan desa adat/pakraman sepanjang visinya sama. Namun Ia mengaku belum paham apa visi dibentuknya BUMdes, apalagi di desa pakraman sudah ada LPD, apakah masih perlu dibuat BUMdes?, tanyanya.

Keberadan Koperasi dan BUMdes pasti akan bersentuhan langsung dengan pelaku usaha mikro dan pemula. Pendampingan dan tranfer pengetahuan usaha bagi pelaku usaha mikro dan pemula sangat penting. Saat ini masih jamak dijumpai sejumlah kendala dalam mendorong tumbuhnya dunia usaha mikro seperti : rendahnya etos kerja, skil manajemen, daya saing, permodalan, dan legalitas, “ papar I Wayan Suryagama, Amd. T.K yang selama ini banyak melakukan penelitian dan pendamping bagi pelaku UMK di Kab. Tabanan.

 Suryagama berharap, BUMdes harusnya dilihat sebagai peluang. Diharapkan BUMdes bukan sekedar badan usaha, tapi dapat sebagai lembaga penguataan atau motifator SDM di desa-desa yang ada di Tabanan.

 Diskusi publik kali ini cukup menjadi perhatian peserta karena membahas topik energy bersih dan energi terbarukan. Secara nasional subsidi listrik masih cukup besar dan cukup berpengaruh terhadao struktur fundamental APBN.

 “Dunia usaha butuh listrik, bicara listrik berarti juga bicara dunia usaha, banyak orang memakai listrik tetapi tidak paham berapa kebutuhan listrik per harinya, selama ini kebutuhan daya listrik menjadi biaya dalam dunia usaha,”papar IGN. Agung Putradhyana, ST pemerhati lingkungan dan peneliti energy bersih asal Marga Tabanan.

 Selama ini Bali banyak dilihat dengan kaca mata luar, Bali banyak diulas dari sisi pariwisata saja, padahal 80% wilayah Bali adalah Desa. Bali perlu didorong menjadi wilayah percontohan energy bersih.

 “Jika listrik erat kaitannya dengan dunia usaha, seharusnya pemanfaatan energy bersih seperti; listrik tenaga surya dapat disinergikan dengan keberadan Koperasi, BUMdes serta kelembagaan desa, perhitungan teknis, investasi dan ekonomisnya sudah tersedia,”terang Putradhyana yang meyakini beberapa tahun kedepan gagasan Bali sebagai wilayah energy bersih ini akan menjadi perhatian luas dari pemerintah maupun masyarakat.

 Pendapat dan aspirasi yang berkembang dalam diskusi publik kali ini diharapkan dapat memperkuat upaya pemerintah melalui peran DPD RI untuk mendorong kesejahteraan masyarakat di daerah dalam arti yang lebih luas.

 Diskusi publik kali ini diikuti sekitar 60 an peserta yang berasal dari unsur pemuda, mahasiswa, aparat desa, pelaku koperasi, petani dan masyarakat umum lainnya. RED-MB