Keterangan foto: Caleg DPR RI Dapil Bali Nomor Urut 1 dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) I Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H.,yang juga Ketua DPW PSI Bali/MB

Denpasar (Metrobali com) –

Punya latar belakang sebagai praktisi hukum dan advokat membuat Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H., Caleg DPR RI Dapil Bali Nomor Urut 1 Partai Solidaritas Indonesia (PSI) paham betul seluk beluk peraturan perundang-undangan.

Tentu hal ini juga jadi modal kuat ketika dirinya terpilih sebagai anggota DPR RI nanti untuk menjalankan salah satu fungsi dan peran legislatif yakni dalam hal legislasi (penyusunan peraturan perundang-undangan).

Terlebih juga fakta menunjukkan bahwa kinerja DPR RI  periode 2014-2019 sangat lemah dalam hal menjalankan peran legislasi. Tentu Adi Susanto yang juga Ketua DPW PSI Provinsi Bali ini tidak mau ikut terjebak dalam kinerja buruk seperti itu.

Maka untuk menjalankan fungsi legislasi atau pembuatan peraturan perundang-undangan secara maksimal di Senayan nanti, Adi Susanto sudah membidik payung hukum yang akan diperjuangkan untuk dirancang hingga diloloskan di DPR RI.

“Ada enam peraturan perundang-undangan prioritas yang saya akan perjuangkan di DPR RI nanti. Itu sudah saya konsepkan juga dengan matang dan akan saya kawal hingga bisa digolkan di DPR RI,” kata Adi Susanto saat ditemui di Denpasar,  Jumat (5/4/2019).

Ini Enam Payung Hukum Prioritas


Pertama, peraturan perundang-undangan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang isinya menggratiskan biaya-biaya pembuatan dokumen keberangkatan untuk para Pekerja Migran Indonesia (TKI) yang akan bekerja di luar negeri;

Kedua, memperjuangkan untuk revisi Permenaker Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Standar Bali Latihan Kerja yang isinya agar para peserta pelatihan di BLK terkoneksi dengan perusahaan pengguna baik di didalam maupun di luar negeri;

Ketiga, memperjuangkan untuk revisi UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah yang isinya memasukan sektor pariwisata di dalam pasal-pasal UU tersebut sehingga Bali mendapatkan DANA BAGI HASIL (DBH) dari hasil pariwisata tersebut;

Keempat, memperjuangkan untuk revisi UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan memasukan pasal terkait dengan pajak PHR agar dibagi di seluruh kabupaten/kota dalam satu provinsi secara proporsional untuk pemerataan pembangunan di seluruh kabupaten/kota di Bali;

Kelima, revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dengan menyatakan larangan poligami khususnya untuk ASN dan Pejabat Publik di Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif;

Keenam, revisi UU Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. “Semua itu sangat penting dan krusial khususnya untuk Bali. Kita ingin kepentingan Bali ini juga dibentengi dengan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat,” kata pria asal Desa Bugbug, Karangasem ini yang juga advokat di Kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners.

Siap Tidak Digaji Jika Kinerja Buruk

Adi Susanto mengutip pernyataan Peneliti dari Forum Masyarakat Peneliti Parlemen Indonesia (FORMAPPI) menegaskan bahwa kinerja anggota DPR RI periode 2014-2019 ini sangat buruk.

“Sebab mereka tidak menjalankan fungsi legislasinya sesuai dengan target yang telah ditentukan,” kata anak bungsu dari 10 bersaudara ini sempat menjadi Satpam di beberapa hotel di Bali selama enam tahun karena terkendala biaya untuk bisa melanjutkan kuliah setamat SMA PGRI II Amlapura, Bali tahun 1993 silam.

Di tahun 2018 ini saja dari target 50 RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang bisa diselesaikan menjadi UU hanya 5 saja. Catatan angka ini menurun drastis dibandingkan tahun 2016 yang diselesaikan 10 UU dan tahun 2017 hanya 6 UU.

Adi Susanto menambahkan bahwa anggota DPR periode ini sepertinya tidak ada rasa malu dan pongah karena kinerjanya sangat buruk terkait fungsi legislasi yang ditargetkan.

Sebab ternyata 529 atau 94% dari total 560 anggota DPR periode 2014-2019 ini justru kembali mencalonkan diri pada Pemilu Legislatif 2019 nanti.  Sebanyak 349 diantaranya menempati nomor urut 1 disejumlah daerah pemilihan sehingga berpeluang besar untuk terpilih kembali.

“Sayangnya sebagian besar masyarakat hampir tidak tahu kalau kinerja DPR saat ini adalah yang terburuk pasca reformasi karena tugas utamanya terkait legislasi gagal dipenuhi,” imbuh   tokoh Bali ini yang  juga terinspirasi oleh sosok Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Presiden Jokowi.

Menurut pria yang juga pendiri Sekolah Perhotelan dan Kapal Pesiar Monarch Bali ini masyarakat harus diedukasi bahwa tugas anggota DPR itu bukan hanya membawa dana aspirasi saja karena itu bukan tugas utama mereka.

Dana aspirasi atau program pembangunan daerah pemilihan adalah hak rakyat yang sudah dianggarkan melalui APBN. “Jadi keberhasilan anggota DPR itu bukan diukur dari seberapa besar dana aspirasi yang digelontorkan ke masyarakat tapi seberapa besar fungsi utamanya terkait legislasi, pengawasan dan anggaran yang telah dijalankannya,” ujarnya.

Masyarakat harus cerdas karena satu-satunya cara untuk menghukum anggota DPR saat ini yang kinerjanya terburuk pasca reformasi adalah dengan tidak memilih mereka saat Pileg 2019 nanti.  Jadi caranya, kata Adi  Susanto, anggota DPR saat ini yang jarang menemui masyarakat dan kinerjanya buruk jangan dipilih kembali.

“Saya mencalonkan diri menjadi Caleg DPR RI dari PSI dan kelak bila saya terpilih maka saya siap tidak terima gaji bila kinerja saya selaku anggota DPR terpilih buruk dan tidak sesuai harapan rakyat Bali yang telah memilih saya,” tegas Adi.

Ke depan bila terpilih dan mempunyai wakil di DPR RI, PSI akan mengusulkan agar dibuatkan aturan untuk melakukan evaluasi terhadap semua anggota DPR RI. Hal ini agar masyarakat semua tahu kinerja dari DPR yang mereka telah pilih.

“Selama ini semua terkesan tertutupi dan masyarakat tidak punya akses untuk mengetahui kinerja anggota DPR yang mereka pilih,” tutup Adi Susanto yang juga pemerhati TKI ini.

Pewarta: Widana Daud
Editor: Hana Sutiawati