Foto: Anggota Komisi IV DPRD Kota Denpasar Emiliana Sri Wahjuni bersama Care and Reach Community Bali menggelar sharing sessions terkait anak berkebutuhan khusus.

Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota Komisi IV DPRD Kota Denpasar Emiliana Sri Wahjuni tidak pernah lelah menunjukkan kepedulian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus atau “anak-anak istimewa” di Kota Denpasar.

Anggota DPRD Denpasar Daerah Pemilihan (Dapil) Denpasar Selatan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini juga merangkul Care and Reach Community Bali (komunitas untuk keluarga dengan anak berkebutuhan khusus).

Emiliana Sri Wahjuni bersama Komunitas Relawan Care and Reach punya misi untuk mendampingi “anak-anak istimewa” dan orang tua mereka.

Tujuannya agar bersama-sama bisa saling mendukung dan menguatkan serta meningkatkan pemahaman terhadap karakter dan kepribadian anak-anak ini termasuk bagaimana memperlakukan mereka dalam keseharian.

“Kami mengajak agar lebih banyak orang peduli dengan anak-anak berkebutuhan khusus atau ‘anak-anak istimewa’ ini. Namun tidak cukup hanya dengan peduli tapi kita juga perlu belajar memahami mereka,” kata Emiliana Sri Wahjuni, Jumat (31/1/2020).

Karenanya Emiliana Sri Wahjuni bersama Care and Reach Community Bali menggelar acara bersama perdana pada Rabu (29/1/2020) di Sanur lewat sharing sessions tentang “anak-anak istimewa” yang mengidap ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan Disleksia.

Sharing sessions ini juga dilakukan via video conference dengan narasumber Novelia, pendiri Care and Reach Community di Jakarta. Acara ini diikuti para ibu-ibu maupun orang tua dari “anak-anak istimewa” yang cukup antusias belajar lebih dalam bagaimana mengenali dan memperlakukan anak-anak ini.

Untuk diketahui ADHD adalah gangguan mental yang menyebabkan seorang anak sulit memusatkan perhatian, serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif, sehingga dapat berdampak pada prestasi anak di sekolah.

Hingga saat ini, penyebab utama ADHD belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi, kondisi ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain terjadi pada anak-anak, ADHD juga dapat terjadi pada orang dewasa.

Sementara Disleksia adalah gangguan dalam proses belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca, menulis, atau mengeja. Penderita disleksia akan kesulitan dalam mengidentifikasi kata-kata yang diucapkan, dan mengubahnya menjadi huruf atau kalimat.

Disleksia tergolong gangguan saraf pada bagian otak yang memroses bahasa, dan dapat dijumpai pada anak-anak atau orang dewasa. Meskipun individu dengan disleksia kesulitan dalam belajar, penyakit ini tidak memengaruhi tingkat kecerdasan seseorang.

“Harapannya kita agar tahu ada di posisi kita mana. Kita harus di posisi dimana kita tahu dan kita peduli. Kita ingin menjadikan diri sebagai volunteer peduli anak-anak istimewa ini,” imbuh Emiliana Sri Wahjuni yang memang dikenal sangat konsern memperjuangkan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak di Kota Denpasar.

Emiliana Sri Wahjuni bersama Care and Reach Community Bali ini berharap dengan kegiatan positif seperti ini para orang tua dari “anak-anak istimewa” ini agar merasa diterima dan bisa mandiri.

“Seringkali orang tua takut anaknya bisa jadi apa. Tapi kuncinya berikan kesempatan anak agar kreatif, mengekspresikan diri,” imbuh Emiliana Sri Wahjuni, ibu dari dua orang putri ini.

Belajar Menerima

Sekretaris Fraksi NasDem-PSI DPRD Kota Denpasar ini menambahkan orang tua yang sukses membesarkan anak normal atau anak pada umumnya tentu hal itu sudah biasa dan bisa saja tidak terlalu sulit dilakukan.

“Namun orang tua, para ibu yang mampu membesarkan anak berkebutuhan khusus atau anak istimewa itu baru luar biasa. Orang tua bisa jadi belajar dengan anak,” kata tokoh perempuan yang pernah bekerja di perusahaan asing dari Jerman ini.

Emiliana Sri Wahjuni pun mampu memahami dan merasakan betapa beratnya perjuangan seorang ibu dengan “anak istimewa” yang mempunyai kemampuan berbeda dari anak lainnya.

Ia juga bisa memahami jika di masa-masa awal kelahiran “anak-anak istimewa” ini mungkin ada juga orang tua atau para ibu yang merasa mereka tidak beruntung. Bahkan bisa jadi ada rasa penolakan terhadap kehadiran sang anak di dunia yang dianggap berbeda dari anak pada umumnya.

“Mungkin ada ibu yang merasa ‘kok Tuhan tidak adil ya. Kok anak saya begini ya’. Saya rasa itu wajar. Tapi harus disadari bahwa Tuhan pasti punya rencana lain, Tuhan punya rencana yang indah bagi orang tua seperti itu,” kata Emiliana Sri Wahjuni.

Karenanya kata kuncinya adalah penerimaan terhadap takdir Tuhan. Karena setiap orang tua, setiap ibu tidak bisa memilih anaknya lahir seperti apa, apakah laki, ataukah perempuan, anak dengan fisik lengkap atau kurang maupun kondisi-kondisi lainnya.

“Kita tidak bisa memilih punya anak cantik, ganteng, atau yang seperti artis. Satu-satunya cara kita menerima apapun kondisinya, karena anak itu titipan Tuhan. Kita juga harus percaya kalau Tuhan punya rencana yang indah,” imbuh Emiliana Sri Wahjuni.

Menurutnya cara pandang terhadap “anak istimewa” ini harus diubah. “Tuhan punya rencana bukan menguji tapi ingin menunjukkan agar hati kita berubah dalam menjalani sesuatu,” ujar Emiliana Sri Wahjuni.

Tidak hanya cara pandang orang tua tapi juga cara pandang dan penerimaan lingkungan baik dari lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, lingkungan kerja, pemerintah dan lainnya harus juga berubah.

Tidak boleh lagi ada stigma dan label negatif apalagi diskriminasi terhadap “anak-anak istimewa ini. “Selain penerimaan orang tua, penerimaan dan dukungan sosial dari lingkungan sangat penting. Dengan lingkungan yang positif dan menerima, potensi kecerdasan anak-anak istimewa ini bisa digali dan dimaksimalkan,” pungkas Emiliana Sri Wahjuni. (dan)