eksekusi serangan

Denpasar (Metrobali.com)-

Eksekusi lahan sengketa seluas 94 are di Pulau Serangan dilaksanakan secara simbolis dengan merobohkan satu unit bangunan toko setelah dimediasi oleh pihak kepolisian dan Raja Denpasar.

“Hari ini (eksekusi) secara simbolis. Nanti secara bertahap harus berkomunikasi untuk meredam (masalah),” kata Kepala Kepolisian Resor Kota Denpasar, Komisaris Besar Djoko Hariutomo, Selasa (17/6).

Eksekusi terhadap sejumlah rumah yang ditempati oleh 36 keluarga di lahan seluas sekitar 94 are itu akhirnya hanya merobohkan satu unit bangunan toko.

Sebelumnya petugas panitera Pengadilan Negeri Denpasar membacakan putusan eksekusi.

Sontak puluhan warga Kampung Bugis, Pulau Serangan “pasang badan” jika eksekusi tersebut dilaksanakan.

Situasi yang semakin memanas membuat Raja Denpasar Ida Cokorda Pemecutan turun tangan.

Bersama Kepala Polresta Denpasar, dia melakukan pembicaraan tertutup dengan aparat desa, tokoh masyarakat, dan pihak terkait lainnya di salah satu rumah warga.

Setelah selama hampir satu jam, mediasi itu akhirnya memutuskan untuk melakukan eksekusi namun hanya simbolis.

“Silakan eksekusi tetapi simbolis saja sambil menunggu proses hukum. Rakyat Serangan juga menuntut karena penunjukan tanah dan objek tanah berbeda. Jangan sampai merobohkan rumah kami tetapi proses hukum masih berjalan,” ucapnya disambut riuh warga.

Kuasa hukum tergugat, Rizal Akbar Maya Poetra menyatakan bahwa eksekusi tidak bisa dilaksanakan karena kasus itu tengah dalam Peninjauan Kembali atas putusan PN Denpasar di Mahkamah Agung tertanggal 12 Juni 2014.

Pihaknya menyodorkan 10 bukti baru yang diharapkan bisa membatalkan putusan PN Denpasar itu.

Kesepuluh bukti baru itu salah satunya menyangkut posisi tanah sengketa yang seharusnya berada di selatan kuburan atau Persil nomor 15A.

“Kami ajukan PK dengan dasar hukum yang kuat dengan 10 bukti yang menentukkan bukan kami mengulur-ulur waktu makanya kami keberatan untuk dilaksanakan eksekusi,” katanya.

Selain mengajukan PK, pihaknya juga melaporkan pihak penggugat dengan tuduhan pemalsuan dokumen saat proses sertifikat tanah kepada Polresta Denpasar pada 7 April 2014.

“Ketika putusan sudah ada kekuatan hukum tetap kemudian (penggugat) Maisarah menunjukkan tanah yang disertifikatkan di sini (Kampung Bugis). Sedangkan prosedur teknis pembuatan sertifikat adalah pengukuran namun warga menyatakan tidak ada pengukuran,” katanya.

Sementara itu perwakilan pengugat, Siti Sapura menyatakan bahwa pihaknya ingin merealisasikan putusan PN Denpasar yang memenangkan sengketa lahan itu.

“Kami sudah tiga bulan lebih menantikan eksekusi lahan setelah sebelumnya gagal,” kata ahli waris pengugat itu.

Sebelumnya pada Kamis (27/2) proses eksekusi seharusnya dilaksanakan atas keputusan PN Denpasar yang memenangkan pengugat Haji Maisarah pada 4 Februari 2014.

Namun eksekusi itu urung digelar karena adanya penolakan dari warga sehingga ditunda tiga bulan. AN-MB