Bustanul Arifin

Jakarta (Metrobali.com)-

Ekonom senior Bustanil Arifin menilai saat ini paling tepat untuk menata ulang kebijakan perdagangan gula dengan mengintegrasikan Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional 2015-2035 dan Strategi Induk Pembangunan Pertanian jangka panjang 2015-2045.

“Kementerian Perdagangan perlu membentuk gugus tugas tetap yang mampu menyambungkan perencanaan perdagangan dengan rencana produksi, pengem,bangan budidaya dan peremajaan kebun tebu dari Kementan dan rencana pengembangan industri gula dari Kemenperin,” kata Dewan Pendiri dan Ekonom Senior Indef Bustanul Arifin di Jakarta, Rabu (18/3).

Hal tersebut disampaikan dalam seminar Peran PTP Perkebunan Nusantara dan PT KPB Nusantara: Strategi Pemasaran Gula Kristal Putih Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Petani.

Agar industri gula nasional berkembang, Bustanul, mengatakan pemerintah pusat juga perlu lebih serius memfasilitasi pengembangan industri gula swasta yang terintegrasi dari tingkat kebun tebu ke tingkat pabrik gula, tanpa harus mencari-cari alasan sulitnya pembebasan lahan oleh pemerintah daerah.

Bustanul dalam makalahnya mengatakan mengingat strategi pengembangan industri gula nasional melibatkan banyak pihak terkait, maka langkah yang harus ditempuh pun perlu dilakukan secara lintas sektoral.

Misalnya, Kementerian Perdagangan tidfak harus terburu-buru memberikan izin baru untuk menambah volume impor gula rafinasi, walaupuns ecara administrasi tidak ada peraturan yang dilanggar.

Sementara Kementerian Perindustrian perlu lebih mempertimbangkan kapasitas industri gula rafinasi, setidaknya untuk mendukung strategi besar dalam pengembangan industri makanan dan minuman yang selama ini menjadi salah satu andalan industri agro.

Kementerian Pertanian lebih baik fokus pada realisasi program nyata di lapangan seperti aplikasi teknologi produksi, teknik budidaya, sampai pembongkaran “rooton” yang pelik untuk dilaksanakan.

“Pelaku usaha juga ikut dalam membahas jalan keluar secara integratif, misalnya melalui beberapa asosiasi gula dan asosiasi petani tebu,” katanya.

Industri gula di Indonesia saat ini terdiri dari 62 pabrik gula dengan total kapasitas 205 ribu ton tebu per hari (TCD). Sebanyak 49 pabrik gula dimiliki oleh delapan BUMN dengan kapasitas 160 ribu TCD.

Sedangkan 13 pabrik gula dimiliki oleh sembilan perusahaan swasta dengan kapasitas sekitar 83 ribu TCD yang tersebar di Lampung empat pabrik, Sumatera Selatan dua pabrik, Jawa Timur tiga pabrik, Jawa Tengah dua pabrik, dan masing-masing satu pabrik di Yogyakarta da Gorontalo.

“Produktivitas gula di pabrik BUMN masih rendah dan secara bisnis tidak efisien, sehingga sulit jika ingin ditingkatkan daya saing industrinya,” kata Bustanul.

Produktivitas gula rata-rata pabrik BUMN terbaik hanya 5,8 ton per hektar, cukup jauh jika dibandingkan dengan produktivitas pabrik swasta yang mencapai 6,9 ton per hektare. AN-MB