Foto: Advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P.

Denpasar (Metrobali.com)-

Setelah dilakukannya amandemen UUD 1945 “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Persamaan di hadapan hukum (equality before the law) adalah asas di mana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama (proses hukum).

Namun pelanggaran hukum di Indonesia pada kenyataannya masih kerap terjadi yang bertentangan dengan sebagaimana mestinya. Contohnya pernyataan penyidik tentang penetapan tersangka.

Muncul pertanyaan, adakah hal yang dilanggar jika ada penyidik yang mengeluarkan pernyataan yang bertendensi menjadikan seseorang sebagai tersangka?

Advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., menjelaskan bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka haruslah didapati bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti, dan ditentukan melalui gelar pekara.

“Sehingga harus ada proses terlebih dahulu dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka,” jelas Togar Situmorang ditemui di kantornya Law Firm Togar Situmorang & Associates, Jalan Gatot Subroto Timur nomor 22 Denpasar, Selasa (5/8/2019).

Advokat yang terdaftar di dalam penghargaan Best Winners – Indonesia Business Development Award ini menerangkan apabila ada seseorang dinyatakan tersangka oleh penyidik, dan yang bersangkutan tidak sepaham, karena merasa tidak bersalah, ia dapat melakukan upaya hukum atau Praperadilan.

Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang juga Dewan Penasehat Forum Bela Negara Provinsi Bali, berpendapat Praperadilan adalah upaya mengoreksi tindakan penyidik. Praperadilan dianggap sebagai wujud check and balance terhadap penyidik yang selama ini mengatasnamakan penegakan hukum.

Praperadilan atas penetapan tersangka adalah pengembangan baru objek Praperadilan karena sesuai dengan perkembangan yang ada di masyarakat. Hal ini sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014.

Berdasarkan hasil kajian itu, Praperadilan terhadap penetapan tersangka dapat mendorong perlindungan yang lebih baik dari tindakan para penyidik di kemudian hari sekaligus menjadi koreksi atas tindakan penyidik.

“Lewat Praperadilan atas penetapan tersangka, tindakan abuse of power atau penyalagunaan kewenangan oleh penyidik bisa dihindari,” tegas Panglima Hukum Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP. dan juga Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates yang beralamat di Jl. Tukad Citarum No. 5A Renon Denpasar Bali & juga merupakan rekanan OTO 27 yaitu bisnis usaha yang bergerak di bidang, Insurance AIA, Property penjualan Villa, Showroom Mobil, Showroom Motor, Coffee Shop yang beralamat di Jl. Gatot Subroto Timur No. 22 Denpasar ini.

Ke depan penegak hukum dituntut untuk lebih profesional dan berhati-hati dalam menetapkan status tersangka terhadap seseorang. Tentu saja, hakim tunggal lah yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera yang nantinya berwenang memutuskannya (sesuai pasal 78 ayat 2 KUHAP).

Tidak bisa dipungkiri, saat ini, Praperadian menjadi hal yang menarik untuk didiskusikan oleh khalayak ramai. Hal ini tidak terlepas dari adanya perkembangan hukum yang terjadi dalam konteks Praperadilan di dalam beberapa putusan pengadilan, yaitu masuknya pengujian sah tidaknya penetapan tersangka sebagai objek praperadilan.

Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., sebagai Pengamat Kebijakan Publik melihat fenomena ini memancing reaksi yang beragam dari berbagai pihak, banyak yang memuji dgn alasan bahwa hal tersebut merupakan suatu kemajuan dalam hukum acara pidana yang semakin melindungi hak asasi manusia.

Di sisi lain, imbuh Togar Situmorang, banyak juga yang mencaci maki dengan alasan bahwa hal tersebut sudah melanggar prinsip legalitas. Dimana seharusnya hanya yang tertera di dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) saja lah, yang diatur sebagai objek praperadilan, yang bisa diajukan ke acara praperadilan.

“Sedangkan sah tidaknya penetapan tersangka tidak lah masuk ke dalam objek yang dapat diajukan ke praperadilan dalam KUHAP,” imbuh Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P. yang terdaftar di dalam penghargaan Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019.

Namun kemenangan Praperadilan bukan akhir sebuah proses hukum. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, MA menegaskan seseorang yang menang praperadilan, bisa ditetapkan kembali menjadi tersangka.

“Sebab penyidik masih bisa menetapkan kembali seseorang menjadi tersangka asalkan penyidik memiliki 2 alat bukti,” tutup Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P. yang terdaftar di dalam 100 Advokat Hebat versi majalah Property&Bank. (wid)