Foto: Foto bersama usai penandatanganan MoU Dwijendra University  Denpasar dengan Universiti Tunku Abdul Rahman (UTAR) di ruang Rektorat Dwijendra University, Sabtu (4/1/2020).

Denpasar (Metrobali.com)-

Mengawali tahun 2020 Dwijendra University  Denpasar menjalin kerjasama atau MoU dengan Universiti Tunku Abdul Rahman (UTAR) Malaysia. Penandatanganan MoU dilakukan di ruang Rektorat Dwijendra University, Sabtu (4/1/2020).

Rektor Dwijendra University Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.MA., mengungkapkan kerjasama ini mencakup kolaborasi penelitian, pengembangan SDM lewat seminar, pertukaran dosen dan pertukaran mahasiswa. Kedua perguruan tinggi juga bisa saling mempromosikan progam masing-masing.

Hal lain yang menjadi bagian fokus dari kerjasama ini adalah dalam pembelajaran dan pelestarian arsitektur tradisional Bali yang melibatkan kedua perguruan tinggi ini.

Dimana nantinya diharapkan Dwijendra University menjadi pusat pembelajaran arsitektur tradisional Bali bagi perguruan tinggi dari luar negeri.

“Kami ingin UTAR perkenalkan Dwijendra University bahwa bagi yang mau belajar arsitektur lokal Bali belajarnya ke Dwijendra University,” kata Rektor Dr. Gede Sedana didampingi Dekan Fakultas Teknik Dwijendra University Frysa Wiriantari, S.T., M.T.

Menindaklanjuti hal ini, Dwijendra University terus meningkatkan kualitas SDM dosen di Fakultas Teknik. “Saya juga minta Dekan dan dosen lainnya harus kuasai spesifikasi arsitektur Bali di bidang tertentu. Ini kekhususan di Dwijendra University,” terang Rektor.

Sebagai tindak lanjut kerjasama ini, progam yang paling dekat bisa dilakukan antara Dwijendra University dan UTAR adalah kunjungan pertukaran dosen atau sejenis dosen tamu.

Dalam hal penelitian bersama atau joint research juga dimungkinkan meneliti komparasi atau perbandingan arsitektur tradisional di Malaysia dan Bali. Misalnya menyangkut dimana kekuatan kearifan lokal yang diwujudkan dalam bentuk  arsitektur bangunan.

“Saya rasa arsitektur tradisional sifatnya universal. Ada makna keseimbangan kepercayaan kepada Tuhan, lingkungan dan hubungan harmonis antar manusia sebab setiap bangunan tradisional ada media melakukan interaksi sosial. Inilah konsep yang kita kenal sebagai Tri Hita Karana di Bali,” papar Rektor.

Hal senada disampaikan  Dosen Senior Departement of Architecture and Sustainable Design UTAR Abdul Muluk Abdul Manan. Kerjasama ini diharapkan dapat mendorong adanya pertukaran mahasiswa dan progam internship atau magang diantara dua perguruan tinggi ini.

“Selain itu kami harapkan juga ada pelatihan bagi mahasiswa UTAR  yang tertarik belajar arsitektur tradisional Bali di Dwijendra University,” terang Abdul Manan.

UTAR menilai penting memberikan mahasiswanya pemahaman tentang arsitektur tradisional Bali yang masih banyak ditemukan dalam bangunan di Bali dan hingga kini tetap lestari. Kondisi yang berada dengan arsitektur tradisional di Malaysia

“Di Malaysia untuk dapat melihat bangunan dengan  arsitektur lokal jaraknya jauh, hanya ada di desa-desa, tidak banyak ditemui di kota. Beda dengan di Bali,” terang Abdul Manan.

Belasan mahasiswa Departement of Architecture and Sustainable Design UTAR juga ikut hadir dalam penandatanganan Mou ini. Sekaligus mereka juga mendengarkan presentasi tentang arsitektur tradisional Bali dari dosen Fakultas Teknik Dwijendra University. Mereka juga diajak belajar membuat canang dibimbing dosen-dosen dari Dwijendra University.

Dekan Fakultas Teknik Dwijendra University Frysa Wiriantari, S.T., M.T., menambahkan pembelajaran dan pelestarian arsitektur tradisional Bali sudah mendarah daging di Dwijendra University yang memang memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal Bali.

Terlebih adanya kerjasama dan kolaborasi dengan UTAR Malaysia diharapkan semakin memperkenalkan arsitektur tradisional Bali ke perguruan tinggi dan mahasiswa berbagai negara bahkan diharapkan makin mendunia.

“Dengan UTAR kami banyak berbagi ilmu arsitektur tradisional Bali. Mereka tertarik dengan apa yang kita punya dan kita pun terus eksplorasi arsitektur tradisional Bali,” kata Frysa Wiriantari.

Ke depan diharapkan perkembangan arsitektur modern tidak meninggalkan arsitektur tradisional Bali. “Beberapa material boleh saja berganti tapi tetap ada keharusan yang harus dipertahankan dalam penerapan arsitektur tradisional Bali,” pungkas Frysa Wiriantari. (wid)