Keterangan foto: Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dalam Konferensi Pers Yayasan “Race For Water”, bertempat di Tanjung Benoa, pada (11/6)/MB

Tanjung Benoa, (Metrobali.com) –

Bali merupakan salah satu Provinsi yang memiliki masalah dengan sampah Plastik, dimana sampah plastik yang dihasilkan di Bali perharinya mencapai 400 ton. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,  Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan kebijakan strategis berupa Peraturan Gubernur Bali (Pergub) No.97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Namun hal ini tentunya belum 100 persen berhasil mengatasi permasalahan sampah plastik yang ada di Bali, untuk itu Pemerintah Provinsi Bali membuka peluang bagi masyarakat maupun investor luar untuk ikut memberikan solusi dalam penanganan sampah plastik, sehingga tujuan Bali bebas sampah plastik dapat segera terwujud. Demikian terungkap dalam sambutan Gubernur Bali Wayan Koster yang dibacakan oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dalam Konferensi Pers Yayasan “Race For Water”, bertempat di Tanjung Benoa, pada (11/6).

Lebih lanjut, Wagub Cok Ace dalam sambutan tersebut memberikan apresiasi dan menyambut baik Yayasan “Race For Water” yang memilih Bali sebagai tempat berlabuh dan memberikan edukasi terkait solusi penanganan sampah plastik khususnya di lautan. “Terlebih Bali sebagai salah satu destinasi pariwisata dunia kita harus cepat bergerak dan mencarai solusi bagaimana cara untuk mengurangi sampah plastik ini, sehingga potensi Bali sebagai destinasi wisata dunia tidak terkubur dengan adanya sampah plastik, ”ujarnya.

Untuk itu, ia berharap yayasan yang memiliki teknologi dalam mengolah limbah plastik menjadi energy listrik dapat menjadi salah satu solusi yang bisa diadopsi oleh Bali dalam mengurangi sampah plastik. “Kedepan kita akan bekerjasama dengan salah satu Kabupaten terlebih dahulu sebagai pilot project dalam penerapan teknologi ini, “pungkasnya.

Sementara itu Pendiri Yayasan Race For Water Marco Simeoni  yang juga merupakan seorang wirausahawan Swiss mengatakan bahwa, yayasan tersebut memiliki dedikasi terhadap pelestarian air, khususnya lautan. Untuk itu melalui ekspedisinya yang melakukan pelayaran  keseluruh dunia dengan menggunakan Kapal Odyssey ramah lingkungan, selalu mendorong solusi local untuk mengubah limbah plastik menjadi energy listrik di tiap tempat persinggahannya.  Ia juga mengatakan bahwa model daur ulang yang ada saat ini harganya 15 hingga 20% limbah plastik yang dikumpulkan untuk didaur ulang. Sedangkan lebih dari setengah bahan yang dikumpulkan tidak dapat didaur ulang karena alasan kesehatan, keselamatan, kualitas dan kontaminasi, serta bahan daur ulang yang mahal mendukung penggunaan sampah plastik baru. Untuk itu, dalam mengantisipasi plastik circular economy yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, pihaknya menghadirkan solusi relialistis yang digunakan dalam skala besar.

“Kami menawarkan teknologi pirolisis suhu tinggi  tanpa pembakaran (850 derajat C) yang dikembangkan untuk mengubah semua sampah plastik menjadi listrik, dimana jumlah sampah palstik yang dapat diolah setiap hari sebesar 5 hingga 12 Ton, dengan jumlah perton sampah tersebut dapat menghasilkan listrik hingga 2,5 MWh yang dapat mencangkup kebutuhan 6.000 rumah tangga didaerah-daerah tertentu”, ujarnya.

Untuk itu, wirausahawan yang sudah berlayar lebih dari 35 persinggahan diseluruh dunia untuk mempromosikan teknologi ini, berharap dapat membantu Bali dan dapat menjawab permasalahan dalam pengurangan sampah plastik.  Ia mengaku selain mengadakan konferensi pers, dimana pihaknya akan mengadakan beberapa kegiatan selama di Bali seperti WOAH festival-Beach Clean Up pada tanggal 8 Juni, Mengunjungi sekolah-sekolah Negeri dan Internaisonal yang ada di Bali  dalam memberikan edukasi terkait pengurangan sampah plastik, dan Wokrshop Pengolahan Sampah Plastik menjadi Energi pada tanggal 13 Juni.

Sumber: Humas Pemprov Bali