Denpasar (Metrobali.com)-

Pementasan drama tari tentantrian dari Sanggar seni Madu Raras, Banjar Pujung Kaja, Gianyar di arena Pesta Kesenian Bali (PKB), Senin (25/6) di Kalangan Ratna Kanda, penuh dengan kritikan.  Salah satunya mengkritik keserakahan manusia saat ini yang sulit diatur.

Mengambil cerita tantri yang berjudul Swapna Tantri dengan melibatkan 30 orang penari dan 40 orang penabuh  dari seniman tiga generasi, mulai dari anak- anak, remaja dan orang tua. Dikisahkan kerajaan Petali dengan Raja Iswarya  Dalam melaksanakan Wiwaha Prati Dina yakni menikah setiap hari dengan anak gadis yang berada di lingkungan kerajaan Petali. Sehingga Patih Niti Bande Swarya kesulitan mencari anak gadis untuk dipersembahkan kepada raja.

Akhirnya, Diah Tantri, anak patih tersebut bermimpi di sebuah hutan yang dipenuhi dengan bidadari, dan menyarankan ayahnya  untuk pergi ke hutan mencari gadis- gadis dan dipersembahkan kepada raja. Mendengar saran dari putrinya, Patih seketika pergi ke hutan Melawa Yosa. Namun di hutan tersebut ternyata Dewa Brahma memerintahkan segerombolan Detya yang dipimpin oleh Sura Maya Sandi untuk menjaga hutan tersebut.

Setiba di hutan Patih Bande, sang patih dihadang para Detya hingga terjadi pertempuran. Dalam pementasan tersebut juga menyuguhkan adegan pertempuran dengan iringan menggunakan gembelan grumbungan, yakni gambelan khas desaTalebud, Tegalalangan, Gianyar. Dengan memainkan 13 grumbungan, dua kendang, 4 kulkul, 3 dumdum dan 6 ceng-ceng, seakan membuat suasana peperangan tersebut hidup. Pada adegan pertempuran itu juga diisi aneka penampilan aneka jenis bintang seperti singa, babi hutan, kijang, dan monyet.

Selain itu, ada juga waringin sungsang yakni manusia terbalik hingga menampilkan Banaspatiraja. Dikisahkan, pertempuran tersebut tak membuahkan hasil hingga akhirnya Dewa Brahma turun dan memberikan anugrah kepada patih dan menyarankan menghaturkan Diah Tantri kepada Raja. Terlebih lagi, Dewa Brahma juga menganugrahkan sebuah kemampuan kepada Diah Tantri agar dapat menceritakan banyak cerita, agar Raja sadar dari kekeliruan yang ia perbuat yakni menikah setiap hari kepada para gadis. “Intinya menceritakan tentang anugrah Dewa Brahma kepada Diah Tanri supaya Diah Tanti bisa menceritakan ratusan cerita tentang binatang dan manusia kepada Raja Iswarya di kerajaan Petali supaya raja tersebut sadar akan kekeliruannya yang dia buat,” terang Pande Made Rahajeng ketua Sanggar Raras itu di sela- sela pementasan.Tersurat dalam memilih cerita ini Tantri, berisi kritikan terhadap manusia. “ Cerita ini banyak berisi pesan kepada manusia, karena di cerita Tantri ini binatang saja bisa diatur, kenapa manusia tidak bisa akur, ” jelasanya.

Sementara Ni Made Sumwari yang berperan sebagai Diah Tantri mengakui ketika mendapatkan peran ini tentunya menjadi sebuah pengalaman berharga. Selain dapat melestarikan kesenian klasik, juga banyak hal yang ia dapat, mulai dari mendalami karakter Diah Tantri hingga menghafal dialog-dialog yang menggunakan bahasa Kawi. “Sebenarnya tidak ada kesulitan tapi awalnya agak kesulitan menghafalkan bahasa Kawi, ” pungkasnya. HP-MB