Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi II DPR RI yang berusaha agar data daftar pemilih tetap pada pemilu menjadi jelas, mendukung pengusutan atas dugaan korupsi dan “mark up” dana proyek pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

“Kami menginginkan agar pemerintah segera menyelesaikan proyek e-KTP, karena DPT (daftar pemilih tetap) didasarkan pada nomor induk kependudukan pada e-KTP,” kata Ketua Komisi II DPR RI, Agun Gunanjar Sudarsa, pada diskusi “Dialektika: Program e-KTP dan Kicauan Nazaruddin” di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (19/9).

Menurut Agun, agar DPT menjadi akurat maka Komisi II DPR RI mengajak lembaga terkait yakni Kementerian dalam Negeri dan KPU untuk menyamakan data DPT di tiap kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, sehingga pada pelaksanaan pilkada maupun pemilu legislatif 2014, datanya akurat dan “clear”.

Pada rapat sebuah kesempatan kerja antara Komisi II DPR RI dan Kementerian dalam Negeri, kata Agun, proyek pembuatan e-KTP belum selesai hingga saat ini.

Bahkan, kata dia, Mendagri Gamawan menyatakan ingin mundur dari jabatannya, karena ada mafia pada proyek e-KTP.

“Tapi Mendagri tidak menjelaskan lebih lanjut yang dimakdus mafia pada proyek e-KTP,” katanya.

Agun menegaskan, Komisi II DPR RI tidak masuk pada wilayah teknis pembuatan e-KTP tapi mendesak Pemerintah agar segera menyelesaikan proyek pembuatan e-KTP sehingga bisa memastikan DPT untuk pemilu legislatif 2014 bisa akurat dan “clear”.

Politisi Partai Golkar ini menambahkan, persoalan teknis pembuatan e-KTP seluruhnya diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri.

Komisi II DPR RI, kata dia, meminta Kementerian Dalam Negeri bisa menyelesaikan proyek pembuatan e-KTP di seluruh wilayah Indonesia paling lambat pada Januari 2014, sehingga DPT untuk pemilu 2014 bisa akurat dan “clear”.

“Jadi, proyek e-KTP senilai Rp 5,8 triliun ini jangan sampai gagal,” kata Agun.

Ia menegaskan kalau DPT tidak akurat maka pemilu 2014 yang diharapkan berlangsung jujur, adil, demokratis, efektif, dan transparan, bisa tidak tercapai seperti halnya pemilu 2009.

Sementara itu, terkait dugaan adanya “mark up” pada proyek pembuatan e-KTP dengan nilai proyek sebesar Rp5,8 triliun, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, pernah menyebut nama pejabat dan beberapa anggota DPR RI.

Kuasa hukum Muhammad Nazaruddin, Elza Syarif mengatakan dari informasi yang dihimpunnya dari kliennya maupun dari sumber lain memang ada “mark up” pada proyek pembuatan e-KTP.

Dugaan “mark up” pada e-KTP, kata dia, mencapai 49 persen dari nilai proyek Rp5,8 triliun.

“Bahkan sebelum proyek itu ditetapkan sudah ada sisten ijon yakni lima perusahaan kontraktor yang kemudian membentuk konsorsium diminta membayar lebih dulu masing-masing Rp50 miliar,” katanya. AN-B